untuk bertransaksi dan kemudian mencari waria yang lain. Diakuinya, pekerjaan ini tetap dilakukannya hingga saat ini karena dia merasanya nyaman saat melakukannya.
5.2.2 Informan Kunci - II
Nama : AD
Umur : 27 Tahun
Pendidikan Terakhir
: S1 Agama
: Islam Suku
: Jawa Anak ke
: 1 Status
: Lajang Pekerjaan orang tua
a. Ayah
: PNS b.
Ibu : Guru ng aji
Usia saat pertama kali menjadi PSK : 22 Tahun
AD merupakan seorang anak tunggal. Jika dilihat dari bentuk fisiknya, AD memiliki tubuh yang kurus dan tinggi, rambutnya sedikit tebal dan lurus serta berkulit agak gelap. Pada
awalnya peneliti melihat AD sepertinya merupakan pribadi sangat emosional. Terlihat dari mimik wajah yang datar dan cenderung tidak ada ekspresi, sorot matanya sedikit menantang.
Peneliti mencoba untuk mendekati AD dengan mengajak berkenalan, AD tampak terkejut dan iam. Setelah peneliti berhasil berkenalan dengannya, ternyata ia merupakan pribadi yang
ramah. AD sangat antusisas saat peneliti berbicara dengannya, ia selalu memberikan respon
yang baik. Ia juga bersedia membicarakan terkait seputar hal-hal yang ingin peneliti tanyakan
Universitas Sumatera Utara
tentang masa kecilnya dan bagaimana respon keluarganya mengetahui tentang kewariannya. AD sudah mengenal orientasi seksual yang berbeda sejak duduk dibangku SD. Setiap melihat
kakak-kakak perempuannya berdandan, AD ingin tampil cantik seperti mereka. Ia juga senang menyanyi dan menari, sehingga setiap ada acara peringatan hari kemerdekaan atau
17-an, ia selalu diminta tampil. Ketika ayahnya NS, mendapatinya sedang menyanyi-nyanyi atau menari layaknya perempuan, tak segan ayahnya mencambuknya di depan banyak orang.
Menurut AD kalau di sekolah, teman-teman dan gurunya hampir semua bisa memaklumi kelainan itu. Bahkan, mereka memperlakukannya layaknya perempuan. Ketika
perlombaan yang mengharuskan menginap, ia selalu tidur dengan rombongan perempuan dan mereka tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Hanya saja, mereka melarang berdandan
seperti perempuan. AD mendapat perlakuan berbeda ketika SMP. AD selalu mendapatkan cemoohan dan
panggilan bencong atau banci dari teman-temannya. Semua panggilan yang sebenarnya menyakitkan itu tidak terlalu dihiraukannya. Begitu pula cemoohan dari orang-orang di
sekelilingnya. AD hanya memaklumi semua itu. Bagi ia, mereka yang mengolok-olok belum tentu baik dari yang diolok-olok. Karena baginya, Tuhanlah yang Maha Tahu. Ketika mereka
memandangnya dengan pandangan sinis, ia hanya berpikir mungkin mereka tidak mampu berbuat sepertinya, mereka juga belum tentu lebih baik darinya.
Waktu SMA, AD sekolah di Lubuk Pakam. Jaraknya cukup jauh dari tempat tinggalnya. AD banyak mengenal teman waria yang rata-rata membuka usaha salon di kota
itu. Mereka bisa melihat gelagatnya yang lain. Ia pun diterima dan dianggap sebagai bagian dari mereka. Sepulang sekolah, AD sering diajak ke salon dan hal ini membuatnya sangat
senang. Selain bisa bersama teman sesama waria, juga bisa mencuri pengalaman dan keterampilan mereka dalam menata rambut dan kecantikan.
Universitas Sumatera Utara
Sejak itulah AD mulai mengekspresikan diri sebagai waria. Awalnya semua berjalan baik. Namun setelah ada seorang tetangga yang melihatnya berdandan dan kemudian
melaporkan kepada orangtuanya, maka sejak itu kisahnya menjadi lain. Setelah mendapat laporan, ayahnya mendatangi tempat tinggalnya di kota dan langsung menyeret pulang serta
mengurungnya di kamar. Berhari-hari hanya bisa duduk terpaku menderita sebagai sandera orangtua. Mendapat perlakuan seperti itu tidak membuat AD patah harapan dan pesimistis
menjalani hidup. Dalam pikirannya saat itu adalah bagaimana caranya bisa kabur untuk membebaskan diri dari penjara keluarga itu. Berkat kecerdikannya, ia berhasil kabur dari
rumah. Hanya membawa apa yang menempel di badan. Begitu tahu kabur, ayahnya langsung menghentikan semua akses keuangannya, termasuk uang sekolah. AD pun bingung harus ke
mana dan harus berbuat apa. Untung saja di tengah kegalauan hati dan kegamangan hidup, teman sependeritaan
dan sepenanggungannya menawarkan tinggal bersama. AD bekerja di salon temannya itu. Penghasilan yang diperolehnya digunakan untuk membiayai sekolahnya. AD mengatakan:
“Bekerja di salon ini harus aku lakukan untuk biaya sekolah. Pokoknya aku harus terus sekolah. Aku mau pintar, aku mau kejar cita-citaku. Aku memang
kurang beruntung punya orang tua yang gak bisa memahami keadaanku tapi Allah masih sayang samaku karna aku diberikan teman yang mau membantu
aku disaat orang tuaku sendiri membuangku.”
Sementara itu, orangtua AD pun merasa heran mengapa tidak ada panggilan dari pihak sekolah padahal mereka tidak pernah membayar uang sekolah anaknya. Mengetahui
kegigihan AD bisa terus bersekolah dengan biaya sendiri membuat hati orangtuanya luluh. Orangtuanya berubah pikiran dan menerima kembali. Namun harapan orangtua supaya AD
berubah dari orientasi waria ke laki-laki pupus. AD malah semakin menjadi-jadi ke arah
Universitas Sumatera Utara
waria. Ia pergi ke kampus itu dengan penampilan bibir berlipstik dan mengenakan sepatu hak tinggi. Inilah yang membuat ayahnya berang.
Ketika peneliti menanyakan tentang gaya hidupnya sehari-hari, sambil tersenyum AD mulai menunjukkan tas dan sepatunya yang dikenakannya dengan merk ternama. AD
memang terbiasa hidup dengan kemewahan, orang tua nya yang tergolong mampu dan hanya memiliki satu orang anak membuat AD sangat dimanja dan dipenuhi segala keinginannya.
Barang-barang yang digunakannya kebanyakan produk dengan brand ternama. AD mengatakan bahwa ia selalu tidak mau tersaingi dengan teman-teman lain. itu sebabnya ia
selalu up to date soal gadget. AD lebih suka menghabiskan waktu dengan nongkrong di cafe ketimbang kuliah. Sehabis kuliah biasanya ia berbelanja di mall. Ia seperti itu karena ia ingin
menyegarkan fikiran kembali setelah mengikuti kelas yang sangat tidak diminatinya. AD tertunduk malu ketika mengakui kepada peneliti bahwa ia mengkonsumsi narkoba, namun ia
tidak merokok, baginya dengan mengkonsumsi narkoba dapat membuatnya melupakan beban masalahnya walaupun hanya untuk sementara waktu. AD rutin menjalankan aktivitas
berolahraga, olahraga yang biasa dilakukannya fitness di mall-mall yang ia kunjungi. AD dengan semangat menceritakan tentang pengalaman hidupnya terkait dunia
pekerjaan. Ia mengatakan bahwa ia sempat menjadi guru honorer. Mengajar di SD selama 3 bulan dan di SMP selama 6 bulan. Tawaran mengajar itu datang dari gurunya sendiri. AD
kemudiaan mengundurkan diri dan tidak lagi mengajar. Bukan lantaran mendapatkan perlakuan tidak baik dari pihak sekolah, melainkan tak kuasa menahan beban psikologis dan
mental karena setiap mengajar, murid-muridnya selalu bertanya, mengapa ia seperti perempuan. Karena tidak tahan mendapat serangan pertanyaan seperti itu setiap hari, AD
akhirnya memilih mengundurkan diri. Pihak sekolah mencoba membujuknya agar tidak berhenti mengajar. AD berusaha meyakinkan mereka bahwa mengajar dan dakwah bukanlah
bidangnya.
Universitas Sumatera Utara
AD mengatakan: “Cita-citaku dulu ingin menjadi dokter. Aku sampe bela-belain membiayai
uang sekolah sendiri untuk bisa jadi dokter kulit dan kelamin. Tapi, ayahku memasukkanku di sekolah islam dengan harapan aku bisa berubah menjadi
lelaki pada umumnya. Ya gak bisa lah, ayahku fikir keadaanku ini dibuat-buat dan bisa dirubah hanya dengan ceramah. Manalah mungkin. Aku ini sudah
begin i takdirnya gak bisa lagi dirubah dek”
Ayahnya kembali marah karena AD sempat menganggur lama. Tak biasa lontang- lantung, untuk sementara ia bekerja di salon hingga ada seorang kawan dari Kalimantan
mengajak ke tempatnya. Selama di Kalimantan ia sempat menjadi hostes di sebuah klub malam. Cinta pertama terjadi di tempat ini. Cinta pertama yang membuat lupa diri sehingga
membuat sering absen kerja dan dikeluarkan dari klub malam. AD kemudian kembali lagi ke Lubuk Pakam. Ia mencoba melamar berkali-kali di beberapa rumah makan sebagai tukang
masak tapi selalu ditolak dengan alasan tidak membutuhkan pegawai baru padahal jelas-jelas ada lowongan. Ada juga yang jelas-jelas menolak karena kewariaannya.
Karena putus asa, akhirnya AD terjerembab dalam kehidupan malam Lapangan Tengku Raja Muda, tempat mangkalnya kaum waria di Lubuk Pakam. Ia sempat merasakan
kekejam an waria senior. Mereka suka main pukul. Cukup lama ia menjadi PSK, sekitar 5 tahun. Bukan karena pilihan, tetapi memang tidak ada lagi yang bisa dilakukan.
Berdasarkan hasil wawancara pada awalnya ia menjadi PSK atas keinginan sendiri, pertama kali ia melayani seorang pria saat ia duduk dibangku SMA. Itupun tidak dibayar.
Sepulang sekolah ia kerja di salon temannya. Ada seorang guru SD pelanggan salon yang sering datang ke salon. Guru itu suka menciumi AD ketika salon sedang sepi, dipegang-
pegang, lama kelamaan guru itu menyuruh ia untuk melayani dan ia menurutinya.
Universitas Sumatera Utara
“Aku sebenarnya juga suka dengan apa yang dilakukan guru itu dan aku juga suka sama dia karena dia ganteng. Tubuhnya tegap dan dia juga lembut
memperlakukan aku. Hanya dulu aku masih takut dan tidak berani ngomong jadi aku cuma nurut aja apa kata dia.”
AD merasa nyaman ketika diperlakukan seperti itu oleh lawan jenisnya. Hal ini lah yang membuat AD berfikir untuk menjadi seorang PSK setelah ia putus asa dalam mencari
pekerjaan. Ia mulai bekerja ketika selesai maghrib sampai jam 10 malam. Ia mengaku penghasilannya hanya sekitar 20
– 50 ribu dalam sehari. Untuk sekali melayani ia dibayar antara Rp. 20.000-25.000 untuk waktu yang tidak ditentukan. Tolak ukurnya hanya sampai
pelanggan merasa puas. Pelanggannya biasanya lelaki setengah baya yang rata-rata sudah berkeluarga. Ia mengaku menolak apabila ada tawaran dari lelaki remaja karena ia tidak nafsu
dengan anak muda. Pelanggan yang berusia muda biasanya bermain kasar. Ia tidak suka diperlakukan kasar ketika sedang melayani pelanggannya. Ia menyukai lelaki yang sudah tua
dan berkumis. Apabila pelanggan yang ia suka fisiknya, ia mengaku memberikan pelayanan dengan gratis. Ia biasanya memuaskan pelanggan di tempat-tempat sepi, di jalan sepi, kos
atau di hotel. Ia menceritakan tentang dukanya menjalankan pekerjaannya. Diantaranya adalah
pelanggan yang tidak membayar dengan alasan dompet ketinggalan, kehilangan uang, dijanjikan dibayar besok apabila berjumpa lagi. Ia tidak pernah mempersoalkan hal seperti itu
karena ia tidak ingin ada keributan antara ia dan pelanggan. Ketika berhubungan seksual, ada rasa khawatir didalam hatinya terutama ketika pelanggan yang menyewa dirinya tidak
memperkenankan ia memakai kondom. Ia Sudah sering terkena razia polisi atau satpol pp, dihukum seminggu kemudian di bebasin. Ketika ditangkap, petugas hanya menanya-nanyai
dan menyuruh ia untuk berhenti menjadi PSK, tidak pernah memberi binaan atau keterampilan.
Universitas Sumatera Utara
“Pernah ada kejadiannya sekitar 2 tahun yang lalu di daerah Galang, waktu itu ada seorang yang menyewaku, kemudian aku di bawa kesuatu tempat untuk
main, tapi kemudian orang itu marah-marah karena aku waria tahunya orang itu aku wanita, kemudian aku diturunkan di pasar dan tahu-tahu aku di
keroyok oleh segerombolan orang yang mungkin gerombolan geng motor, teman orang yang menyewa tadi. Aku dipukulin. Aku sempat bisa melarikan
diri tapi dikejar dan akhirnya aku pingsan dan pagi harinya aku berada di selokan dan luka disekujur tubuh, ditolong oleh tukang becak, dibawa kerumah
sakit.”
AD lebih sering mendapatkan pelanggan yang baik, mereka memberi ia uang lebih. Bahkan ada pelanggan yang suka dengannya dan menjalin hubungan dengannya.
“Aku juga pernah dapat pelanggan tetap dek, kami berhubungan lama sampai 2 tahun, dia sering memberi uang, tapi dia sudah punya istri dan anak
akhirnya kami putus hubungan karena masalah keuangan. “
Untuk menambah stamina AD biasanya meminum jamu. Ia mengaku selalu terjaga kesehatannya karena rutin meminum jamu tersebut. Ia memasang susuk diwajah dan
bokongnya. Susuk tersebut didapatkannya dari dukun. Kegunaannya agar laris. Menurutnya apabila tidak memakai susuk ia akan kalah saing dengan PSK perempuan. Jadi dengan susuk
itu, pelanggan yang sudah pernah tidur dengannya akan merasa ketagihan. Saat ini ia bebas dari HIV karena ia sudah pernah melakukan test HIV. Namun ketakutan akan penyakit itu
tetap dirasakannya. Apabila ia menetapkan syarat kepada pelanggan untuk menggunakan kondom saat berhubungan seksual, biasanya hal itu akan membuat pelanggan mengurungkan
niatnya untuk bertransaksi dan kemudian mencari waria yang lain. Hal ini lah yang membuat
Universitas Sumatera Utara
AD kemudian tidak lagi nyaman menjalankan profesinya. Padahal diakuinya ia sangat menikmati pekerjaan sebagai PSK.
“Sekarang aku ingin menjadi guru lagi kalau ada kesempatan. Semua ijazah, kutinggal di kampungku ini. Ini juga yang membuatku mati langkah untuk
mencari pekerjaan di sektor formal dan bersaing dalam mencari pekerjaan sewaktu aku di Kalimantan.”
AD memang berharap agar sebagian orang tidak menghukum orang sepertinya dengan memandang waria yang selalu dikait-kaitkan dengan profesi pelacurannya belaka.
Sebaliknya, ia berharap orang mau memahami mengapa waria terpaksa harus menjalani
profesi seperti itu.
5.2.3 Informan Kunci - III