Analisis Data .1 Faktor Ekonomi Sulit Mencari Pekerjaan

Alamat : Jalan Diponegoro Nomor 101 Lubuk Pakam Bapak Batara selaku camat Lubuk Pakam mengatakan bahwa waria pekerja seks komersial di Lapangan Tengku Raja Muda 5.3 Analisis Data 5.3.1 Faktor Ekonomi Sebagian besar ditemukan dilapangan para waria PSK memilih profesi ini karena adanya desakan ekonomi ditambah di keluarga rata-rata mereka merupakan tulang punggung keluarga, sulit mendapatkan pekerjaan pada zaman sekarang dan sebagian kecil dari mereka yang beralasan memilih profesi ini dikarenakan adanya tuntutan gaya hidup mewah.

a. Sulit Mencari Pekerjaan

Susahnya lapangan pekerjaan di Indonesia, menjadi salah satu masalah sosial yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Keterbatasan lapangan pekerjaan yang tidak sesuai dengan jumlah peningkatan pendidikan yang setiap tahun mahasiswa maupun siswa sehingga menyebabkan mereka sulit mendapatkan pekerjaan. Akibatnya menjadi problematika sosial dalam pembangunan ekonomi nasional dan regional. Masyarakat tanpa pekerjaan menjadi menjadi beban ekonomi berkepanjangan, yang sebenarnya mereka juga tidak ingin dalam keadaan seperti itu. Menurut Intan Kumalasari Iwan Andhyantoro 2012 mengatakan bahwa kebutuhan ekonomi yang semakin banyak pada waria memaksa untuk mencari sebuah pekerjaan dengan penghasilan yang memuaskan namun kadang kesulitan mencari pekerjaan membuat mereka harus bekerja menjadi PSK untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Hal ini juga didukung oleh asal dari informan yang sebagian besar berasal dari desa yang dimana memiliki anggapan kalau sudah dewasa mereka harus membantu orang tua. Hurlock 2002 juga mengatakan Universitas Sumatera Utara bahwa usia dewasa muda adalah fase dimana seseorang sudah mulai bekerja untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa informan berusia 21-34 tahun, ini artinya pada usia di atas 17 tahun merupakan usia yang sudah cukup untuk bekerja namun terkadang masih saja ditemui kesulitan mencari pekerjaan dengan gaji yang sesuai dengan kebutuhan hidup mereka, sehingga mereka memilih untuk menjalani hidupnya dengan menjadi PSK karena mereka beranggapan menjadi PSK lebih mudah dilakukan dan mendapat hasil yang memuaskan dibanding harus dengan susah mencari pekerjaan di kota dengan gaji yang kecil dan tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Secara fisik dan mental, kelompok waria dipandang tidak atau kurang normal, yang berdampak dalam pergaulan yang mengucilkan mereka. Secara ekonomi, mereka kesulitan bahkan dipersulit untuk mengakses pada sumber-sumber ekonomi terutama di sektor formal sebagai dampak dari konstruksi sosial dan pandangan dominan tentang heteroseksualitas, sehingga mendorong tindakan pengucilan atas kelompok waria. Berdasarkan hasil wawancara, kelompok waria selalu ditolak untuk mengisi lowongan pekerjaan di sektor formal mulai dari pegawai negara, pekerja perusahaan negara dan swasta, atau berbagai profesi lainnya. Kontruksi sosial dan pandangan dominan dalam melihat eksistensi kelompok waria sadar atau tidak sadar selalu menempatkan mereka dalam posisi yang lemah dan karena terus-menerus berlangsung posisi mereka terus pula dilemahkan. Kesempatan untuk mendapat pengakuan atas eksistensi mereka tampaknya tak pernah terpenuhi dari negara atau aparat negara. Kedua hambatan inilah yang menyulitkan mereka untuk memperoleh pekerjaan di sektor formal. Hal ini dialami oleh informan I, II, dan III yang menyatakan pernah kesulitan dalam mencari pekerjaan karena alasan kewariaannya. Seperti penuturan informan I yakni EV : Universitas Sumatera Utara “Setiap kali aku berupaya mencari pekerjaan terutama di sektor formal ya say, pasti hasil akhirnya aku gak diterima, padahal aku lolos persyaratan adminsitrasi dan wawancara. Hasil tes dan wawancara ku pun cukup baiknya. Teman-temanku udah mengingatkan untuk gak coba-coba melamar kerja, kata mereka percuma lo, orang lekong kayak kita gak punya tempat.” Hasil kutipan wawancara dengan AD informan II : “Aku selalu mengalami penolakan kalau ngelamar kerja, mereka bilang gak nerima waria, ada juga yang sempat menawarkan aku untuk merubah penampilanku dengan iming-iming aku bakal diterima kerja, tapi aku ya enggak mau la dek, aku ingin nyaman dengan kerjaanku, berpakaian kayak laki-laki itu gak nyaman kali rasaku. Jadi ya apa boleh buat lah, mau berusaha sendiri pun aku enggak punya modal.” Hal yang senada juga dikatakan oleh HP informan III : “Sulitnya mencari kerja sudah eke rasain, bahkan bukan sulit mencari aja cin, mempertahankan kerjaan itu pun juga sangat sulit loh. Pahitlah. Eke tahu kalau soal kerja yang kata nya di sektor semacam formal itu emang harus didasarin kualifikasi ya, eke ngelihatnya si dari sudut pandang keterampilan aja. Kalau kinerja kami ya sebenarnya waria-waria ini jauh lebih baik lah dibanding yang normal-normal itu, jadi semestinya harus lebih terbuka juga lah peluangnya. Kami sebagai waria ini cin tingkat ketekunannya lebih dibanding yang lain tapi kesempatan untuk bersaing dalam pekerjaan masih aja tertutup. Seharusnya siapa yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dia lah yang terpilih. Mungkin bukan kerja dikantoran yang gak cocok sama kami, tapi orang-orang yang didalam itu yang gak bisa nerima kelebihan kami para waria ini” Universitas Sumatera Utara Informan I,II dan III mengalami hal yang sama, mendapatkan penolakan karena statusnya sebagai waria. Hak untuk memperoleh pekerjaan merupakan hak setiap orang tanpa kecuali termasuk kelompok waria namun sulit pula dibantah kebenarannya bahwa kelompok waria selalu mendapat perlakuan diskriminasi dalam kesempatan untuk memperoleh pekerjaan tersebut. Dalam banyak aspek, kelompok waria sering menjadi bahan olok-olokkan atau pelecehan dan diabaikan sebagai bagian dalam kumpulan komunitas. Bahkan lebih menyedihkan lagi, pandangan ekstrim menganggap kelompok waria tak berguna atau merusak moral atau sumpah serapah dan berbagai bentuk cibiran lainnya. Kenyataan pahit itu pula yang memaksa kelompok waria untuk bergerak dan bekerja secara underground tanpa bergantung pada perlindungan negara maupun tanpa mengharapkan solidaritas atau belas kasihan dari kelompok masyarakat lainnya. Secara positif, spirit ini mendorong kelompok waria untuk menjalani hidup mereka secara mandiri, termasuk menemukan atau menciptakan lapangan kerjanya sendiri betapa pun kesulitan yang mereka hadapi. Profesi informal yang dipilih sebagai PSK merupakan pilihan profesi yang terpaksa harus mereka ambil. Dari semua waria yang mencari penghidupan informal di jalan sebagai PSK, banyak di antara mereka yang pernah mengenyam pendidikan formal sampai di tingkat SMU. Bahkan, ada informan yang telah mengenyam pendidikan S-1 yaitu Informan II. Pendidikan diketahui sebagai aspek penting dalam kehidupan karena melalui pendidikan seseorang dapat menjadi individu yang lebih berkualitas. Pendidikan adalah sarana untuk mendapatkan SDM yang berkualitas karena pendidikan dianggap mampu untuk menghasilkan tenaga kerja yang bermutu tinggi, mempunyai pola pikir dan cara bertindak yang modern. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang telah ditempuh maka seharusnya semakin berkualitas pula output atau lulusan yang dihasilkan. Salah satu hal yang dapat dijadikan sebagai ukuran kualitas output tersebut adalah bagaimana output ini mampu bersaing di dunia kerja dan diharapkan mampu menggerakkan pembangunan nasional Putranto dan Mashuri, 2012. Namun hal Universitas Sumatera Utara yang berbeda terjadi ketika kaum waria yang mencari pekerjaan tersebut ketika mereka melamar pekerjaan di suatu instansi, baik di sektor pemerintahan maupun swasta, orientasi seksual mereka sebagai waria selalu dipermasalahkan. Dalam kasus Informan II bahkan pihak perusahaan dengan tegas menolak mereka karena orientasi seksual berbeda itu. Padahal ia telah memenuhi semua persyaratan yang dikehendaki oleh pihak perusahaan. Alasan seorang waria menjadi pekerja seks adalah karena desakan ekonomi, dimana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari namun sulitnya mencari pekerjaan sehingga menjadi pekerja seks merupakan pekerjaan yang termudah Kasnodihardjo, 2001. Hal ini dapat kita lihat pada informan I, II dan III yang putus asa dalam mencari pekerjaan dan memilih untuk mencari pekerjaan yang mereka anggap bisa dengan mudah dilakukan yaitu dengan menjadi seorang PSK. Penyebab lain diantaranya tidak memiliki modal untuk kegiatan ekonomi, tidak memiliki keterampilan maupun pendidikan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik sehingga menjadi pekerja seks merupakan pilihan Yustinawaty, 2007. Informan II berkeinginan untuk membuka usaha sendiri namun keinginnan tersebut terbentur dengan ketidak adaan modal sedangkan infroman I tidak memiliki keterampilan maupun pendidikan yang cukup tinggi karena ia hanyalah lulusan SMA. Berbeda dengan informan III yang memiliki keterampilan walaupun pendidikan yang dimilikinya hanya sebatas tamatan SMA. Informan III merasakan sulitnya bersaing didalam dunia kerja dengan pengalamannya sebagai seorang barboy. Faktor pendorong lain untuk bekerja sebagai PSK antara lain terkena PHK sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup menjadi PSK merupakan pekerjaan yang paling mudah mendapatkan uang. Hal ini dialami oleh informan I. Ia diberhentikan dari pekerjaan dengan aalsan-alasan yang tidak masuk akal, pendapatan toko dikatakan menurun, namun pada kenyataannya toko selalu ramai pembeli. Hal tersebut membuatnya curiga bahwa pemecatan itu dilakukan bukan karena omset yang menurun namun karena kewariannya, Universitas Sumatera Utara sebelum pemecatan ia sempat ditegor karena dikatakan terlalu gemulai dan membuat pelanggan menjadi risih. Hal yang sama dialami oleh informan III, ia memiliki keterampilan yang baik, bahkan ia mengaku i bahwa dirinya yang paling cekatan diantara teman-temannya ketika dia bekerja menjadi bar boy. Rasa iri dan dengki teman-teman nya pun kemudian menjadi rintangan tersendiri bagi HP. Ia harus menerima perlakuan yang tidak baik dari teman-teman satu kerjanya yang kemudian berdampak pada keputusan atasan untuk tidak memperkerjakan HP lagi dengan alasan agar terjalin ketentraman dan kedamaian sesama pekerjanya.

b. Gaya Hidup

Dokumen yang terkait

Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kota Lubuk Pakam Antara Tahun 2012 Dengan 2015

3 63 68

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Penduduk Miskin Di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

1 43 103

Pengaruh Pupuk Terhadap Optimasi Produksi Padi Sawah Di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus : Kelurahan Paluh Kemiri, Kecamatan Lubuk Pakam)

15 106 86

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Waria Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Kasus di Lapangan Tengku Raja Muda Kelurahan Cemara Kabupaten Deli Serdang)

2 46 128

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Waria Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Kasus di Lapangan Tengku Raja Muda Kelurahan Cemara Kabupaten Deli Serdang)

0 0 9

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Waria Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Kasus di Lapangan Tengku Raja Muda Kelurahan Cemara Kabupaten Deli Serdang)

0 0 2

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Waria Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Kasus di Lapangan Tengku Raja Muda Kelurahan Cemara Kabupaten Deli Serdang)

0 0 9

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Waria Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Kasus di Lapangan Tengku Raja Muda Kelurahan Cemara Kabupaten Deli Serdang)

0 0 25

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Waria Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Kasus di Lapangan Tengku Raja Muda Kelurahan Cemara Kabupaten Deli Serdang) Chapter III VI

0 1 81

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Waria Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Kasus di Lapangan Tengku Raja Muda Kelurahan Cemara Kabupaten Deli Serdang)

0 0 2