Meja IV Landasan Teori

analisis cakupan program, laporan masyarakat dan hasil observasi atau supervisi di lapangan sebagai bahan penilaian Depkes RI, 2003.

2.1.4 Sistem Informasi di Posyandu Sistem Lima Meja a. Meja I

Layanan meja I merupakan layanan pendaftaran, kader melakukan pendaftaran pada ibu dan Balita yang datang ke Posyandu. Alur pelayanan Posyandu menjadi terarah dan jelas dengan adanya petunjuk di meja pelayanan. Petunjuk ini memudahkan ibu dan Balita saat datang, sehingga antrian tidak terlalu panjang atau menumpuk di satu meja.

b. Meja II

Layanan meja II merupakan layanan penimbangan

c. Meja III

Kader melakukan pencatatan pada buku KIA atau KMS setelah ibu dan Balita mendaftar dan di timbang. Pencatatan dengan mengisikan berat badan Balita ke dalam skala yang di sesuaikan dengan umur Balita. Di atas meja terdapat tulisan yang menunjukan pelayanan yang di berikan.

d. Meja IV

Diketahuinya berat badan anak yang naik atau yang tidak naik, ibu hamil dengan risiko tinggi, pasangan usia subur yang belum mengikuti KB, penyuluhan kesehatan, pelayanan Pemberian Makanan Tambahan PMT, oralit, vitamin A, tablet zat besi Universitas Sumatera Utara

e. Meja V

Pemberian imunisasi dan pelayanan kesehatan kepada Balita yang datang ke Posyandu dilayani di meja V, dilakukan oleh bidan desa atau petugas kesehatan lainnya. Imunisasi yang diberikan di posyandu adalah imunisasi dasar, yaitu:BCG, DPT, Hepatitis, Polio, Campak. Pada penjelasan fungsi sebelumnya bahwa untuk mengetahui keberhasilan program Posyandu, kajian output cakupan masing-masing program yang dibandingkan dengan targetnya adalah salah satu cara yang dapat dipakai sebagai bahan penilaian.

2.1.5 Penilaian Keberhasilan Program Posyandu

Cakupan program adalah hasil langsung output kegiatan program Posyandu yang dapat dapat dihitung segera setelah pelaksanaan kegiatan program. Perhitungan cakupan ini dapat dilakukan dengan menggunakan statistik sederhana, yaitu jumlah orang yang mendapatkan pelayanan dibagi dengan jumlah penduduk sasaran setiap program. Jumlah penduduk sasaran dapat dihitung secara langsung oleh staf Puskesmas melalui pencatatan data jumlah penduduk sasaran yang ada di desa atau dusun. Penduduk sasaran program Posyandu lebih sering dihitung berdasarkan perkiraan a atau estimasi. Estimasinya ditetapkan oleh dinas kesehatan KabupatenKota. Jumlah penduduk sasaran nyata sering jauh lebih rendah dari jumlah penduduk yang dihitung dengan menggunakan estimasi sehingga hasil analisis cakupan program di Puskesmas Universitas Sumatera Utara selalu jauh lebih rendah. Atas dasar perbedaan antara jumlah penduduk sasaran yang dicari langsung riil dengan yang diperkirakan estimasi, perhitungan cakupan dengan menggunakan kedua jenis penduduk sasaran tersebut sebagai pembaginya, akan memberikan hasil yang berbeda Depkes RI, 2003. Dalam usaha peningkatan efisiensi dan efektivitas penatalaksanaan program posyandu, staf Puskesmas perlu dilatih keterampilan dan ditingkatkan kepekaannya mengkaji masalah program dan masalah kesehatan masyarakat yang berkembang di wilayah binaannya. Keterampilan seperti ini dapat dilatih secara langsung pada saat supervisi. Mereka juga diarahkan untuk mencari upaya pemecahan masalah sesuai dengan kewenangan yang diberikan dengan melibatkan tokoh dan kelompok masyarakat setempat. Semua kegiatan tersebut diatas adalah bagian dari proses manajemen program Posyandu Depkes RI, 2003. Pengamatan terhadap persiapan pelaksanaan program Posyandu, kegiatan di lapangan dan evaluasinya terhadap laporan program merupakan cara terbaik untuk mengetahui penerapan manajemen program Posyandu di Puskesmas.

2.1.6 Indikator Kegiatan Posyandu

Ada beberapa indikator dalam kegiatan Posyandu antara lain : 1. Liputan Program KS. Merupakan indikator mengenai kemampuan program untuk menjangkau Balita yang ada di masing-masing wilyah. Diperoleh dengan cara membagi jumlah balita yang ada dan mempunyai Kartu Menuju Sehat KMS dengan jumlah keseluruhan Balita dikalikan 100. Universitas Sumatera Utara 2. Tingkat Kelangsungan Penimbangan KD. Merupakan tingkat kemantapan pengertian dan motivasi orang tua balita untuk menimbang setiap bulannya. Indikator ini dapat dengan cara membagi jumlah Balita yang ditimbang D dengan jumlah Balita yang terdaftar dan mempunyai KMS K dikalikan 100. 3. Hasil Penimbangan ND. Merupakan indikator keadaan gizi Balita pada suatu waktu bulan di wilayah tertentu. Indikator ini didapat dengan membagi jumlah Balita yang naik berat badannya N dengan jumlah Balita yang ditimbang bulan ini D. 4. Hasil Pencapaian Program NS. Indikator ini di dapat dengaan cara membagi jumlah Balita yang naik berat badannya N dengan jumlah seluruh Balita S dikalikan 100. 5. Partisipasi Masyarakat DS. Indikator ini merupakan keberhasilan program Posyandu, karena menunjukkan sampai sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat dan orang tua Balita pada penimbangan Balita di Posyandu. Indikator ini di peroleh dengan cara membagi jumlah Balita yang ditimbang D dengan jumlah seluruh Balita yang ada S dikalikan 100. Tinggi rendahnya indikator ini dipengaruhi oleh aktif tidaknya bayi dan Balita ditimbangkan tiap bulannya. Menurut Depkes RI 2004, Posyandu digolongkan pada empat tingkatan berdasarkan pada beberapa indikator sebagai berikut: a. Posyandu Pratama adalah Posyandu yang masih belum mantap. Kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas. Universitas Sumatera Utara b. Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari delapan kali dalam setahun, dengan rata-rata jumlah kader lima orang atau lebih. Akan tetapi cakupan program utamanya KIA, KB, Gizi dan menyusui masih rendah yaitu 50. Ini menunjukkan kegiatan Posyandu sudah baik tetapi cakupan program masih rendah. c. Posyandu Purnama adalah Posyandu yang frekuensinya 8 kali pertahun, rata-rata jumlah kader adalah lima orang atau lebih dan cakupan program utamanya 50 dan sudah ada program tambahan d. Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan program utamanya sudah bagus. Ada program tambahan dan dana sehat telah menjangkau 50 kepala keluarga. Terselenggaranya pelayanan Posyandu melibatkan banyak pihak, adapun tugas dan tanggungjawab masing- masing pihak dalam penyelenggaraan Posyandu seperti, Dinas kesehatan berperan dan membantu pemenuhan sarana dan prasarana kesehatan pengadaan alat timbang, distribusi KMS, obat-obatan dan vitamin serta dukungan bimbingan tenaga teknis kesehatan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN berperan dalam penyuluhan, penggerakan peran serta masyarakat dan sebagainya Depkes RI, 2005.

2.1.7 Posyandu Balita

Posyandu balita adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan terhadap anak balita di tingkat desakelurahan dalam masing-masing di wilayah kerja puskesmas. Dasar pembentukan posyandu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan Universitas Sumatera Utara masyarakat terutama anak balita Depkes RI, 2005. Posyandu juga merupakan wadah kegiatan berbasis masyarakat untuk bersama-sama masyarakat untuk melaksanakan, memberikan serta memperoh informasi dan pelayanan sesuai kebutuhan dalam upaya peningkatan status gizi masyarakat secara umum. Posyandu merupakan wahana pelayanan dari berbagai program, sehingga penyelenggaraan kegiatan revitalasi posyandu harus menyertakan aspek pemberdayaan masyarakat secara konsisten. Pemberdayaan masyarakat menjadi tumpuan upaya revitalasi posyandu. Namun dalam pelaksanaannya, bantuan tehnis pemerintah tetap diperlukan dengan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak seperti Lembaga Sumberdaya Masyarakat, lembaga-lembaga donor, swasta dan dunia usaha Depkes RI, 2005. 2.2 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Menurut teori Andersen dalam Notoatmodjo 2003, pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh faktor : 1. Karakteristik Predisposisi Predisposing Characteristic Karakteristik predisposisi menggambarkan fakta bahwa individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke dalam 3 kelompok yakni : a Ciri-ciri demografi : umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga. b Struktur sosial : jenis pekerjaan, status sosial , pendidikan, ras, agama, kesukuan. Universitas Sumatera Utara c Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan. 2. Karakteristik Pendukung Enabling Characteristic a Sumber daya keluarga family resources meliputi penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan. b Sumber daya masyarakat community resources meliputi jumlah sarana pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi sarana., ketercapaian pelayanan dan sumber-sumber yang ada didalam masyarakat. 3. Karakteristik Kebutuhan Need Characteristic Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan pendukung itu ada. Karakteristik kebutuhan itu sendiri dapat dibagi menjadi 2 dua kategori yakni : a Kebutuhan yang dirasakan perceived need, yaitu keadaan kesehatan yang dirasakan. b Evaluate clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian petugas. Pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan yang diajukan oleh Andersen dalam Notoatmodjo 2005, sering disebut sebagai model penentu siklus kehidupan life cycle determinants model atau model pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan model of health services utilization. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Sumber: A Behavioral Model of Families Use of Health Services Andersen, 1974 2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Konsumen akan memutuskan menggunakan atau memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Proses penggunaan atau pemanfaatan sarana kesehatan oleh masyarakat atau konsumen selanjutnya dijelaskan oleh dengan Teori Green dalam Notoatmodjo 2005, yang dibedakan dalam tiga faktor yaitu : a Faktor predisposisi Predisposing factors Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, Predisposing Enabling Need Demografic Age, Sex Social Structure Etnicity, Education, Occupation of Head Family Health Belief Family Resource Income, Health Assurance Community Resourch Health facility and personal Perceived Symptoms diagnose Evaluated Symptons diagnose Health Services Universitas Sumatera Utara keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak. b Faktor pemungkin Enabling factors Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam faktor pemungkin adalah ketrampilan, sumber daya pribadi dan komunitas. Seperti tersedianya pelayanan kesehatan termasuk alat-alat kontrasepsi, keterjangkauan, kebijakan, peraturan dan perundangan. c Faktor penguat Reinforcing factors Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis program. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2.3.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga Notoatmodjo, 2003. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang overt behaviour. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers 1974 dalam Notoatmodjo 2003 mengungkapkan Universitas Sumatera Utara bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni: a. Awareness kesadaran yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus objek terlebih dahulu. b. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus. c. Evaluation menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Penelitian Rogers dalam Notoatmodjo, 2003 menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif long lasting. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif dengan 6 tingkatan yaitu: a.. Tahu know. Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali recall terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Universitas Sumatera Utara b. Memahami comprehension. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c. Aplikasi application. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real sebenarnya. d. Analisis analysis. Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut. e. Sintesis synthesis. Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi evaluation. Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian berdasarkan suatu kriteria yang telah ada.

2.3.2 Sikap

Beberapa pengertian tentang sikap adalah sebagai berikut: a sikap belum merupakan suatu tindakan nyata, melainkan dapat berupa predisposisi tingkah laku Allport dalam Notoatmodjo 2003, b Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau Universitas Sumatera Utara terarah, respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya. Sikap itu dinamis dan tidak statis. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport dalam Notoatmodjo 2003 menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok : 1 Kepercayaan keyakinan, ide, konsep terhadap suatu objek 2 Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3 Kecenderungan untuk bertindak tend to behave Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan : 1 Menerima receiving. Menerima diartikan bahwa orang subyek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan obyek. 2 Merespon responding. Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3 Menghargai valuing. Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4 Bertanggung jawab responsible. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan mengacu kepada Universitas Sumatera Utara pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

2.3.3 Praktik atau Tindakan practice

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan overt behavior. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan support dari pihak lain misalnya suamiistri, orang tuamertua sangat penting untuk mendukung praktik keluarga berencana. Tingkat-tingkat praktik : a. Persepsi perception Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. b. Respon terpimpin guided respons Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indicator praktik tingkat dua. c. Mekanime mechanism Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. Universitas Sumatera Utara d. Adaptasi adaptation Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut Notoatmodjo, 2003. 2.4 Persepsi Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia 2006 persepsi diartikan sebagai: a tangapan penerimaan langsung dari sesuatu dan b proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Menurut Komarudin 2006, secara etimologis, persepsi berasal dari bahasa Latin percipere yang mempuyai pengertian: a kesadaran intuitif berdasarkan firasat terhadap kebenaran atau kepercayaan langsung terhadap sesuatu, b proses dalam mengetahui objek-objek dan peristiwa- peristiwa obyektif, c sesuatu proses psikologis yang memproduksi bayangan sehingga dapat mengenal obyek melalui berfikir asosiatif dengan cara inderawi sehingga kehadiran bayangan itu dapat disadari yang disebut juga dengan wawasan. Persepsi seseorang dipengaruhi oleh : a frame of reference yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki yang diperoleh dari pendidikan, pengamatan, atau bacaan ; b field of experience, yaitu pengalaman yang telah dialami yang tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya. Pembentukan persepsi sangat dipengaruhi oleh informasi atau rangsangan yang pertama kali diperolehnya. Pengalaman pertama yang tidak menyenangkan pada pelayanan Posyandu atau informasi yang tidak benar mengenai Universitas Sumatera Utara Posyandu akan berpengaruh terhadap pembentukan persepsi seorang ibu balita terhadap kebutuhan untuk memanfaatkan Posyandu. Menurut Zastrow et al 2004 persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya aktifitas pelayanan yang diterima yang dapat dirasakan oleh suatu objek. Mengingat bahwa persepsi setiap orang terhadap suatu objek akan berbeda- beda. Oleh karena itu persepsi memiliki sifat subjektif yang merupakan suatu rasa puas atau tidak oleh adanya pelayanan. Persepsi adalah awal dari segala macam kegiatan belajar yang bisa terjadi dalam setiap kesempatan, disengaja atau tidak. Persepsi sebagai “suatu proses penerimaan informasi yang rumit, yang diterima atas diekstraksi manusia dari lingkungan, persepsi termasuk penggunaan indra manusia”. Pada akhirnya, persepsi dapat mempengaruhi cara berpikir, bekerja, serta bersikap pada diri seseorang. Hal ini terjadi karena orang tersebut dalam mencerna informasi dari lingkungan berhasil melakukan adaptasi sikap, pemikiran, atau perilaku terhadap informasi tersebut Prawiradilaga dan Eveline, 2004. Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas terdapat perbedaan namun dapat disimpulkan bahwa pengertian atau pendapat satu sama lain saling menguatkan, yaitu bahwa yang dimaksud dengan persepsi adalah suatu proses yang muncul lewat panca indera, baik indera penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan pencium, kemudian terus-menerus berproses sehingga mencapai sebuah kesimpulan yang berhubungan erat dengan informasi yang diterima dan belum sampai kepada kenyataan yang sebenarnya, proses ini yang dimaksud dengan persepsi. Universitas Sumatera Utara

2.5 Landasan Teori

Mengacu kepada konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dikemukakan oleh Anderson dan Green dalam Notoatmodjo 2005, dirangkum dalam suatu landasan teori seperti diuraikan berikut ini: Gambar 2.2 Landasan Teori Sumber: Green dan Andersen dalam Notoatmodjo 2005 Pendekatan teori yang dipakai untuk mengamati fenomena ini adalah teori Andersen 1974 dan teori Lawrence Green 1991. Andersen menggambarkan ada 3 kategori utama yang berpengaruh terhadap perilaku pencarian pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu predisposing characteristic atau karakteristik predisposisi, enabling characteristic atau karakteristik pendukung dan need characteristic atau karakteristik kebutuhan. Karakteristik predisposisi dapat menggambarkan fakta Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Faktor Predisposisi a. Pengetahuan b. Sikap c. Kepercayaan d. Persepsi e. Nila-nilai Karakteristik Predisposisi a. Jenis kelamin b. Umur c. Pendidikan d. Pekerjaan e. Suku ras f. Manfaat-manfaat kesehatan Faktor Penguat a.Sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain b.Dukungan keluarga Karakteristik Kebutuhan Kebutuhan yang dirasakan individu terhadap pelayanan kesehatan Karakteristik Pendukung a.Sumber daya keluarga b.Sumber daya masyarakat Faktor Pendorong a.Lingkungan fisik b.Fasilitas sarana pelayanan Universitas Sumatera Utara bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda disebabkan karena adanya perbedaan ciri-ciri individu seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, ras, keyakinan individu. Sedangkan Green 1991 menganalisa bahwa kesehatan seorang individu maupun masyarakat akan dipengaruhi oleh 2 faktor utama, yaitu perilaku itu sendiri dan faktor di luar perilaku tersebut. Faktor perilaku dibentuk oleh 3 faktor, yaitu predisposing factors, enabling factors dan reinforcing factors. Dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Selain itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku petugas yang memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku masyarakat. Misalnya, seorang ibu mau mendaftarkan anaknya di posyandu karena si ibu mempunyai pengetahuan cukup tinggi tentang manfaat posyandu untuk pertumbuhan dan perkembangan Balitanya, selain itu, sudah menjadi tradisi dalam keluarga si ibu untuk selalu memberikan perhatian ekstra terhadap anak-anak khususnya perhatian kepada kesehatan anak. Di samping itu, ibu melihat sendiri di posyandu tersedia timbangan BB anak yang baik dan akurat, dan juga sikap dari kader dan petugas kesehatan di posyandu sangat ramah dan tulus membantu ibu tersebut. Peneliti ingin menggali fenomena perilaku Balita yang dalam hal ini hampir sepenuhnya tergantung dari perilaku ibu dalam memanfaatkan pelayanan posyandu wilayah kerja Puskesmas Alue Bilie. Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa Universitas Sumatera Utara banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku ibu dalam memanfaatkan pelayanan posyandu, namun karena peneliti menduga ada beberapa faktor yang paling dominan dan juga karena keterbatasan waktu, maka penelitian ini hanya dibatasi pada beberapa faktor variabel penelitian saja. Apabila ada faktor lain diluar dugaan peneliti, peneliti berharap dapat menemukannya pada saat pengambilan data dengan metode wawancara dan diskusi kelompok terarah.

2.6 Kerangka Konsep Penelitian

Dokumen yang terkait

Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin dan Kebutuhan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Jampersal di Wilayah Kerja Puskesmas Parongil Kabupaten Dairi

5 67 131

Pengaruh Faktor Predisposisi, Faktor Pendukung Dan Faktor Kebutuhan Terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan Pada Ibu Bersalin Di Wilayah Kerja Puskesmas Binjai Serbangan Kabupaten Asahan

3 52 118

Pengaruh Faktor Predisposisi, Kebutuhan dan Pemungkin Ibu Hamil terhadap Pemanfaatan Antenatal Care (ANC) di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan

12 76 133

Pengaruh Faktor Predisposisi, Pendukung Dan Pendorong Terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan Oleh Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas Butar Kecamatan Pagaran Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2010

2 32 94

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu oleh Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Johan Pahlawan, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat

0 4 70

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu oleh Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Johan Pahlawan, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat

0 0 9

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu oleh Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Johan Pahlawan, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat

0 0 1

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu oleh Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Johan Pahlawan, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat

0 0 5

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu oleh Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Johan Pahlawan, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat

0 0 17

Pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap malaria pada masyarakat di Kecamatan Alue Bilie, Kabupaten Nagan Raya, Aceh Knowledge, attitude, and behavior of society for malaria in District of Alue Bilie, Nagan Raya, Aceh

0 0 5