Pembangunan Manusia di Jawa Barat

Tabel 4.1 PDRB Propinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002 – 2005 Triliun Rupiah No Lapangan Usaha 2002 2003 2004 2005 2006 1 Pertanian 31,31 32,08 34,04 34,69 34,72 2 Pertambangan dan Penggalian 7,99 8,23 7,71 7,19 7,02 3 Industri Pengolahan 89,18 94,28 97,90 104,89 114,29 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 4,86 4,92 5,34 5,65 5,75 5 Bangunan 5,58 5,98 6,60 7,78 8,11 6 Perdagangan Hotel dan Restoran 41,84 42,42 44,60 47,26 50,60 7 Transportasi dan Komunikasi 8,48 9,32 10,27 10,29 11,14 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa 6,49 6,97 7,25 7,57 7,67 9 Jasa-jasa 15,66 17,43 19,34 20,47 18,20 Total PDRB 211,39 221,63 233,05 245,79 257,53 Sumber : BPS Propinsi Jawa Barat, 2002-2006 Selain ketiga komponen sektor tersebut, sektor lain yang dinilai memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap PDRB adalah sektor jasa dan sektor transportasi dan komunikasi. Kondisi sektor transportasi dan komunikasi ini harus mengimbangi kemajuan pembangunan ekonomi di provinsi Jawa Barat. Dengan kemampuannya dalam mengatasi ekonomi biaya tinggi, maka keberadaan sektor infrastruktur ini dinilai sangat penting, tidak hanya dari sisi kuantitasnya tetapi lebih kepada sisi kualitasnya. Sektor listrik, gas dan air bersih memiliki kontribusi paling tinggi dengan share rata-rata pada kurun waktu empat tahun terakhir mencapai 46,32 dalam perekonomian nasional. Sektor berikutnya ditempati oleh sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.

4.6 Pembangunan Manusia di Jawa Barat

Hakikat pembangunan adalah membentuk manusia-manusia atau individu- individu otonom, yang memungkinkan mereka bisa mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimilikinya secara optimal Basri, 2002. Sehingga disadari bahwa manusia merupakan modal utama terbentuknya daya saing nasional dalam menghadapi persaingan internasional. Oleh karena itu, Sejak tahun 1990 Indeks Pembangunan Manusia IPM menjadi indikator pengukuran keberhasilan yang lebih kompleks, karena dengan sumber daya manusia yang baik, akses terhadap faktor produksi semakin baik yang pada gilirannya akan semakin mensejahterakan masyarakat. IPM mengartikan definisi kesejahteraan secara lebih luas dari sekedar pendapatan domestik bruto PDB. IPM merupakan indeks yang mengukur pencapaian keseluruhan suatu negara, yang direpresentasikan oleh 3 dimensi, yaitu: umur panjang dan sehat, pengetahuan dan kualitas hidup yang layak. IPM merupakan indikator utama pencapaian keberhasilan pembangunan di Jawa Barat. Tabel 4.2 Perkembangan Komponen Indeks Pembangunan Manusia IPM Propinsi Jawa Barat No. Indikator Tahun 2002 2003 2004 2005 2006

1. Angka Harapan Hidup

64,5 64,94 65,34 66,57 67,40 2. Angka Melek Huruf 93,1 93,60 93,96 94,52 94,60

3. Rata-rata Lama Sekolah

7,2 7,20 7,37 7,46 7,82 4. Paritas Daya Beli 552,0 553,70 554,57 556,10 560,19 Sumber: BPS Jawa Barat, 2002-2006 Komponen Indeks Pembangunan Manusia IPM salah satunya adalah Angka Harapan Hidup AHH, Angka harapan hidup merupakan tolak ukur indikator kesehatan. Selama 5 tahun terakhir AHH Propinsi Jawa Barat selalu mengalami peningkatan, rata-rata pertumbuhan angka harapan hidup di Propinsi Jawa Barat adalah 1,11 persen per tahun. Dari tahun ke tahun angka harapan hidup menunjukkan peningkatan, hal ini dapat diartikan bahwa kualitas hidup masyarakat di Propinsi Jawa Barat semakin baik dari tahun ke tahun. Angka harapan hidup ketika lahir merupakan suatu perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk yang dilahirkan pada tahun tersebut. Pada tahun 2002 hingga 2006 rata-rata lama hidup sejak lahir yang dicapai oleh masyarakat Jawa Barat adalah 65,75 tahun. Angka melek huruf AMH merupakan salah satu komponen pendidikan untuk mengukur keberhasilan pembangunan manusia. Angka melek huruf Indonesia pada tahun 2002 sebesar 89,5 persen, tahun 2004 sebesar 90,4 persen dan tahun 2005 sebesar 90,9 persen. Jika dibandingkan dengan angka melek huruf Propinsi Jawa Barat dengan angka nasional seperti di atas, Propinsi Jawa Barat lebih baik dalam pembangunan pendidikan masyarakatnya. Hal ini dimungkinkan karena tersedianya sarana dan prasarana pendidikan di Propinsi Jawa Barat sebagai propinsi yang berbatasan langsung dengan ibukota negara. Angka melek huruf adalah persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam kehidupan sehari-hari BPS, 2006. Dengan demikian presentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam kehidupan sehari-hari di Propinsi Jawa Barat pada tahun 2002 hingga 2006 adalah sebesar 93,96 persen. Selain AMH, komponen pendidikan dalam pembangunan manusia lainnya adalah Rata-rata Lama Sekolah RLS. Rata-rata Lama Sekolah menunjukkan lama sekolah tahun penduduk usia 15 tahun keatas. Setiap tahun RLS penduduk Jawa Barat mengalami peningkatan, peningkatan RLS di Propinsi Jawa Barat cukup signifikan jika dibandingkan dengan komponen IPM yang lainnya, persentase peningkatan RLS Propinsi Jawa Barat sebesar 2,10 persen per tahun. Pencapaian angka RLS ini belum sesuai dengan sasaran program Wajib Belajar Wajar pendidikan dasar 9 tahun yang ditetapkan sejak tahun 1994. Rata-rata lama sekolah masyarakat di Propinsi Jawa Barat sebesar 7,41 persen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun keatas pada tahun 2002 hingga 2006 di Propinsi Jawa Barat adalah 7,41 tahun. Indikator yang digunakan untuk melihat kondisi ekonomi masyarakat dalam menghitung IPM adalah daya beli masyarakat atau Purchasing Power Parity. Dari tahun 2002 hingga 2006 terjadi kenaikan nilai PPP di Propinsi Jawa Barat. Namun pencapaian pertumbuhan kemampuan daya beli masyarakat di Propinsi Jawa Barat merupakan yang terendah jika dibandingkan dengan indikator IPM lainnya yaitu sebesar 0,37 persen. Rata-rata PPP di Propinsi Jawa Barat pada tahun 2002 hingga 2006 adalah sebesar Rp. 555.310,00. Indikator daya beli ini dipengaruhi faktor-faktor pendapatan masyarakat, inflasi yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, tingkat pengangguran dan PHK. Nilai PPP propinsi Jawa Barat tahun 2005 sebesar 556,10 atau lebih rendah jika dibandingkan angka nasional yaitu 619,90. Rendahnya angka ini dikarenakan peran pemerintah propinsi dalam pembentukan kemampuan daya beli masyarakat hanya terbatas pada penentuan Upah Minimum regional UMR dan promosi untuk menarik investor. Sumb kebe Bara perse 1,67 kateg sebes berbe masi IPM penc targe oleh 63 64 65 66 67 68 69 70 71 ber: BPS Jaw Gambar 4. T IPM m rhasilan pe at memperl entase pertu persen per gori menen sar 68,36 at eda pada ta h di bawah Propinsi Ja Pada tah apaian IPM et dan penc 1 Pendid 3 4 5 6 7 8 9 1 2002 wa Barat, 200 1 Performa Tahun 2002 merupakan embangunan lihatkan pe umbuhan IP r tahun, rat ngah tinggi. tau masih d ahun 2005 h angka IPM awa Barat be hun 2006 an M yaitu 75,6 apaian yaitu dikan, yaitu 65.8 2 02-2006 ance Indeks - 2006 indikator n ekonomi ertumbuhan PM Propinsi ta-rata nilai Pada tahu di bawah an dimana ang M nasional erada pada ngka IPM P 6. Dengan u sebesar 5 u kurangny 67.87 2003 s Pembangu yang palin jangka pan n yang pos i Jawa Bara IPM adala un 2004, an ngka IPM na gka IPM P sebesar 69 peringkat 1 Propinsi Jaw demikian te 5,32. Belum ya motivasi 68.3 2004 unan Manus ng layak njang. Penc sitif dari t at dari tahu ah 68,33 pe ngka IPM P asional sebe ropinsi Jaw 9,6. Pada ta 4 dari 33 pr wa Barat ha erjadi selisi m tercapain i melanjutk 36 2005 sia Propinsi untuk me capaian IPM tahun ke t un 2002 hin ersen atau Propinsi Jaw esar 68,7. H wa Barat se ahun 2004 ropinsi di In anya 70,28 s ih yang cuk nya target IP kan sekolah 69.35 5 Jawa Barat engukur ti M Propinsi tahun. Rata gga 2006 a tergolong d wa Barat a Hal ini tidak ebesar 69,35 dan 2005 a ndonesia. sedangkan t kup besar a PM, dipeng h dengan a 70.28 2006 t ngkat Jawa a-rata adalah dalam adalah k jauh 5 dan angka target antara garuhi alasan ekonomi dan budaya, 2 Kesehatan, yaitu rendahnya kualitas Puskesmas, belum optimalnya peran Polindes dan masih rendahnya pola hidup bersih dan sehat, 3 Daya beli, kemampuan daya beli masyarakat di Propinsi Jawa Barat tergolong rendah dan pertumbuhannya lebih rendah daripada indikator IPM lainnya. Daya beli merupakan kunci utama kesejahteraan masyarakat. Kalau masyarakat memiliki daya beli tinggi mereka akan bisa membiayai pendidikan dan menjaga kesehatan dengan baik.

4.7 Tingkat Kemandirian Fiskal Propinsi Jawa Barat