Jenis dan Sumber Data dimana:

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi: 1 Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD 16 kabupaten dan 6 kota di Jawa Barat, terdiri dari: sisi penerimaan yang meliputi Pendapatan Asli Daerah PAD yaitu pajak, retribusi, laba badan usaha milik daerah dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah, Dana Perimbangan yaitu: Dana Alokasi Umum DAU; 2 Data Indeks Pembangunan Manusia IPM, terdiri dari: Angka Harapan Hidup AHH, Angka Melek Huruf AMH, Rata-rata Lama Sekolah RLS, Paritas Daya Beli PPP dan Indeks Pembangunan Manusia IPM. Data-data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik BPS Pusat Jakarta dan BPS Jawa Barat, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Bappeda Jawa Barat, hasil-hasil penelitian terdahulu, jurnal-jurnal, fasilitas internet, dan bahan literatur lainnya untuk melengkapi data-data yang diperlukan.

3.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua metode analisis yaitu analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Pengolahan data yang digunakan untuk menganalisis seluruh analisis dalam penelitian ini menggunakan program software Microsoft Excel 2003 dan E-views 4.1. Hasil pengolahan data disajikan pada bagian lampiran. Untuk menjelaskan hasil analisis, dikutip beberapa bagian dan dituliskan dalam bab hasil dan pembahasan.

3.2.1 Metode Deskriptif

Metode deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna Walpole, 1995. Proses deskripsi data pada dasarnya meliputi upaya penelusuran dan pengungkapan informasi yang relevan yang terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam bentuk yang lebih ringkas dan sederhana, sehingga pada akhirnya mengarah pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan pembangunan manusia IPM dan tingkat kemandirian fiskal Propinsi Jawa Barat. Analisis deskriptif dilakukan dengan membaca tabel dan grafik untuk melihat kecenderungan dari perkembangan data-data komponen atau variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

3.2.2 Analisis Panel Data

Menurut Gujarati 1978, data panel pooled data atau yang disebut juga data longitudinal merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Data cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu sedangkan data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu. Metode data panel merupakan suatu metode yang digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data time series atau cross section. Kelebihan yang diperoleh dari penggunaan data panel adalah:

1. Dapat mengendalikan keheterogenan individu atau unit cross section.

2. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas diantara

variabel, memperbesar derajat bebas dan lebih efisien.

3. Dapat lebih baik untuk mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat

dideteksi dalam model data cross section maupun time series. 4. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model perilaku behavioural models yang kompleks dibandingkan dengan model data cross section atau time series.

5. Panel data lebih baik untuk studi dynamic of adjustment.

Untuk menganalisis tingkat kemandirian daerah serta hubungan antara Indeks Pembangunan Manusia IPM dengan tingkat kemandirian fiskal dilakukan secara kuantitatif. Data yang digunakan adalah data panel atau pooled data pooling cross section-time series regression. Unit cross section yang digunakan adalah 16 kabupaten dan 6 kota. Unit time series yang digunakan yaitu 2002, 2003, 2004, 2005 dan 2006. Estimasi model yang menggunakan data panel dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu metode kuadrat terkecil pooled least square, metode efek tetap fixed effect dan metode efek random random effect.

3.2.2.1 Metode Pooled Least Square

Metode kuadrat terkecil biasa diterapkan dalam data yang berbentuk pool merupakan pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel. Misalkan terdapat persamaan berikut ini: Y it = α + β j x j it + it untuk i = 1, 2, ..., N dan t = 1, 2, ..., T 3.1 dimana N adalah jumlah unit cross section individu dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengasumsikan komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cross section sebagai berikut. Y it = α + β j x j it + it untuk i = 1, 2, ..., N 3.2 Yang akan berimplikasi diperoleh sebanyak T persamaan yang sama. Begitu juga sebaliknya, kita juga akan dapat memeperoleh persamaan deret waktu time series sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi dengan α dan β konstan sehingga akan diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi. Akan tetapi dengan demikian tidak dapat melihat perbedaan antar individu maupun antar waktu.

3.2.2.2 Model Efek Tetap Fixed Effect

Masalah terbesar dalam pendekatan metode pooled least square adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi secara umum sering dilakukan adalah dengan memasukan variabel boneka dummy variable untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu. Secara umum, pendekatan fixed effect dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut: Y it = α i + β j x j it + e it

3.3 dimana:

Y it = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i α i = intersep yang berubah-ubah antar cross section unit β j = parameter untuk variabel ke j x j it = variable bebas j di waktu t untuk unit cross section i e it = komponen error di waktu t untuk unit cross section i Dengan menggunakan pendekatan ini akan terjadi degree of freedom sebesar NT-N-K. keputusan memasukkan variabel boneka ini harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Tidak dapat kita pungkiri, dengan melakukan penambahan variabel boneka ini akan dapat mempengaruhi banyaknya degree of freedom yang akhirnya akan mempengaruhi keefisienan dari parameter yang diestimasi. Pada model fixed effect, estimasi dapat dilakukan tanpa pembobot no weighted atau Least Square Dummy Variabel LSDV dan dengan pembobotan cross section weight atau General Least Square GLS. Tujuan dilakukannya pembobotan adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section Gujarati, 1978.

3.2.2.3 Metode Efek Random

Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap memiliki konsekuensi berkurangnya degree of freedom yang akhirnya dapat mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Oleh karena itu, dalam model data panel dikenal pendekatan yang ketiga yaitu model efek acak. Model ini dapat dijelaskan melalui persamaan berikut: Y it = α it + β j x j it + u it 3.4 dimana α it diasumsikan sebagai variabel random dari rata-rata nilai intersep α i Nilai intersep untuk masing-masing individu dapat dituliskan: α it = α i + it i = 1, 2, ..., N 3.5 dimana α i adalah rata-rata intersep, it adalah random error yang tidak bisa diamati yang mengukur perbedaan karakteristik masing-masing individu. Bentuk model efek acak ini kemudian dapat ditulis dengan rumus: Y it = α it + β j x j it + it + u it 3.6 Y it = α it + β j x j it + ω it 3.7 dimana: ω it = it + u it Bentuk ω it terdiri dari dua komponen error term yaitu i sebagai komponen cross section dan u it yang merupakan gabungan dari komponen time series error dan komponen error kombinasi. Bentuk model efek acak akhirnya dapat ditulis dengan rumus: Y it = α it + β j x j it + ω it dengan 3.8 ω it = i + v t + w it dimana: i ~ N 0, = komponen cross section error v i ~ N 0, v = komponen time series error w i ~ N 0, = komponen error kombinasi asumsinya adalah bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Dengan menggunakan model efek acak, maka dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan oleh model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter akan menjadi semakin efisien.

3.2.3 Uji Kesesuaian Model

Untuk menguji kesesuaian atau kebaikan model dari ketiga metode pada teknik estimasi model dengan data panel digunakan Chow Test dan Hausman Test. Chow Test digunakan untuk menguji kesesuaian model antara model yang diperoleh dari pooled least square dengan model yang diperoleh dari metode fixed effect. Selanjutnya dilakukan Hausman Test terhadap model yang terbaik yang diperoleh dari hasil Chow Test dengan model yang diperoleh dari metode random effect.

3.3.3.1 Chow Test

Chow Test dimana beberapa buku menyebutnya sebagai pengujian F-statistik adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effect. Sebagaimana yang diketahui bahwa terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut : H : Model Pooled Least Square H 1 : Model Fixed Effect Dasar penolakan terhadap hipotesa nol H adalah dengan menggunakan F- statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow : ESS 1 -ESS 2 N-1 CHOW = 3.9 ESS 2 NT – N – K dimana : ESS 1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect ESS 2 = Residual Sum Square hasil pendugaan pooled least square N = Jumlah data cross section T = Jumlah data time series K = Jumlah variabel penjelas Statistik Chow Test mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas N-1, NT – N – K jika nilai CHOW statistics F-stat hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap Hipotesa Nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, dan begitu juga sebaliknya. Pengujian ini disebut sebagai Chow Test karena kemiripannya dengan Chow Test yang digunakan untuk menguji stabilitas parameter stability test.

3.3.3.2 Hausman Test

Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model random effect. Seperti yang diketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengandung suatu unsur trade-off yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukkan variabel dummy. Namun, penggunaan metode random effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Husman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut : H : Model Random Effect H 1 : Model Fixed Effect Sebagai dasar penolakan hipotesa nol maka digunakan Statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan dengan : m = β – bM – M 1 -1 β – b ~ χ 2 K 3.10 Dimana β adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor statistik variabel random effect, M adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed effect model dan M 1 adalah matriks kovarians untuk dugaan random effect model. Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari χ 2 – Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, dan begitu pula sebaliknya.

3.2.4 Evaluasi Model

Untuk menghasilkan model yang efisien dan konsisten, maka perlu dievaluasi berdasarkan kriteria ekonomi apakah hasil estimasi terhadap model regresi tidak terjadi masalah heteroskedastisitas, multikolinearitas dan autokorelasi. Selain itu juga perlu dilihat seberapa baik model dalam mengestimasi dengan melihat dari koefisien determinasi.

3.3.4.1 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi berfungsi untuk menunjukkan seberapa baik model yang diperoleh bersesuaian dengan data aktual goodness of fit, mengukur berapa presentase variasi dalam peubah terikat mampu dijelaskan oleh informasi peubah bebas. Kisaran nilai koefisien determinasi adalah 0 ≤ R 2 ≤ 1. Model dikatakan semakin baik apabila nilai R 2 mendekati 1 atau 100 persen.

3.3.4.2 Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah hubungan linier yang kuat antara variabel-variabel bebas dalam persamaan regresi berganda. Gejala multikolinearitas ini dapat dideteksi dari nilai R 2 tinggi tetapi tidak terdapat atau sedikit sekali koefisien dugaan yang berpengaruh nyata dan tanda koefisien regresi tidak sesuai dengan teori Gujarati, 1978. Multikolinearitas dalam pooled data dapat diatasi dengan pemberian pembobotan cross section weight atau GLS, sehingga parameter dugaan pada taraf uji tertentu t- statistik maupun F-hitung menjadi signifikan.

3.3.4.3 Autokorelasi

Suatu model dikatakan memiliki autokorelasi jika terjadi error dari periode waktu time series yang berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi ini akan menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten. Autokorelasi menyebabkan estimasi standart error dan varian koefisien regresi yang diperoleh akan underestimate. Sehingga R 2 akan besar serta uji-t dan uji-F menjadi tidak valid. Autokorelasi yang kuat dapat menyebabkan dua variabel yang tidak berhubungan menjadi berhubungan. Bila OLS digunakan, maka akan terlihat koefisien signifikansi dan R 2 yang besar atau juga disebut sebagai regresi lancung atau palsu Nachrowi, 2006. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan uji Durbin Watson DW yaitu dengan membandingkan nilai Durbin Watson dari model dengan DW tabel. Tabel 3.1 Kerangka Identifikasi Autokorelasi Nilai Dw Hasil 4-dl DW 4 Tolak H , korelasi serial negatif 4-dl DW 4-dl Hasil tidak dapat ditentukan 2 DW 4-du Terima H , tidak ada korelasi serial du DW 2 Terima H , tidak ada korelasi serial dl DW du Hasil tidak dapat ditentukan 0 DW dl Tolak H , korelasi serial positif Sumber : Irfany dan Holis 2007

3.3.4.4 Heteroskedastisitas

Dalam regresi linear berganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model tersebut BLUE adalah VAR ui = σ 2 konstan, semua varian mempunyai variasi yang sama. Pada umumnya, heteroskedastisitas diperoleh pada data cross section. Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka pada hasil regresi akan terjadi ”misleading” Gujarati, 1978. Untuk menguji adanya pelanggaran asumsi heteroskedastisitas, digunakan uji White - heteroskedasticity yang diperoleh dalam program Eviews. Dengan uji white, membandingkan Obs R-Squared dengan χ 2 Chi-Squared tabel, jika nilai Obs R- Squared lebih kecil daripada χ 2 – tabel maka tidak ada heteroskedastisitas pada model. Dalam pengolahan data panel dalam Eviews 4.1 yang menggunakan metode General Least Square Cross Section Weights, maka untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Squared Resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics Sum Squared Resid pada Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Perlakuan untuk pelanggaran tersebut adalah dengan mengestimasi GLS dengan White Heteroskedasticity.

3.2.5 Model Penelitian

Untuk menganalisis tingkat kemandirian fiskal daerah Secara ekonometrika dapat menggunakan persamaan berikut ini: ln DAU i,t = α + β 1 ln PAD it + ε it 3.11 dimana: DAU it = Dana Alokasi Umum Rupiah, PAD = Pendapatan Asli Daerah Rupiah, α = Intersep, β 1 = Slope, i = KabupatenKota ke-i, t = Periode waktu ke-t, ε = Errorsimpangan. Untuk menganalisis hubungan antara tingkat kemandirian dengan Indeks Pembangunan Manusia secara ekonometrika dapat menggunakan persamaan sebagai berikut : IPM i,t = α + β 1 PAD it + ε it 3.12 dimana: IPM it = Indeks Pembangunan Manusia IPM, PAD = Pendapatan Asli DaerahTotal Penerimaan Daerah TPD persen, α = Intersep, β = Slope, i = KabupatenKota ke-i, t = Periode waktu ke-t, ε = Errorsimpangan. Sedangkan untuk melihat hubungan antara komponen PAD terhadap Indeks Pembangunan Manusia secara ekonometrika dapat menggunakan persamaan sebagai berikut : IPM i,t = α+ β 1 PJK it + β 2 RTBS it + β 3 BHUMD it + β 4 LAIN it + ε it

3.13 dimana:

IPM it = Indeks Pembangunan Manusia IPM, PJK = Pajak DaerahTPD persen, RTBS = Retribusi DaerahTPD persen, BHUMD = Bagi Hasil Usaha Milik DaerahTPD persen, LAIN = Pendapatan asli lainnya yang sahTPD persen, α = Intersep, β = Slope, i = KabupatenKota ke-i, t = Periode waktu ke-t, ε = Errorsimpangan.

IV. GAMBARAN UMUM

Sejarah perkembangan Propinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa Jawa Barat merupakan propinsi pertama yang dibentuk di wilayah Indonesia staatblad Nomor : 378. Propinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950, tentang pembentukan Propinsi Jawa Barat. Dalam sejarah perkembangannya, telah banyak yang berubah baik dalam bidang pemerintahan, ekonomi, maupun kemasyarakatan di Jawa Barat. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000, Banten resmi keluar dari wilayah Jawa Barat dan ditetapkan menjadi propinsi Banten dengan daerahnya meliputi Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan KabupatenKota Tangerang serta Kota Cilegon. Dengan perubahan tersebut maka pada tahun 2002 wilayah administratif Jawa Barat terdiri dari 16 daerah Kabupaten antara lain Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, dan Bekasi; selain itu juga terdapat 9 Daerah Kota, yaitu Bogor, Sikabumi, Bandung, Cirebon, Depok, Bekasi, Tasikmalaya, Cimahi, dan Banjar. Daerah kabupaten dan Kota di Jawa Barat tersebut membawahi 592 Kecamatan, 1.799 Kelurahan, dan 4.006 desa BPS Jawa Barat, 2005. Jawa Barat merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki alam dan pemandangan yang indah serta memiliki berbagai potensi yang dapat diberdayakan, antara lain menyangkut sumber daya air, sumber daya alam dan pemanfaatan lahan, sumber daya hutan, sumber daya pesisir dan laut, serta sumber daya perekonomian BPS Jawa Barat, 2005.