Tingkat Kemandirian Fiskal Propinsi Jawa Barat

ekonomi dan budaya, 2 Kesehatan, yaitu rendahnya kualitas Puskesmas, belum optimalnya peran Polindes dan masih rendahnya pola hidup bersih dan sehat, 3 Daya beli, kemampuan daya beli masyarakat di Propinsi Jawa Barat tergolong rendah dan pertumbuhannya lebih rendah daripada indikator IPM lainnya. Daya beli merupakan kunci utama kesejahteraan masyarakat. Kalau masyarakat memiliki daya beli tinggi mereka akan bisa membiayai pendidikan dan menjaga kesehatan dengan baik.

4.7 Tingkat Kemandirian Fiskal Propinsi Jawa Barat

Penyerahan kewenangan pemerintahan secara luas, nyata dan bertanggung jawab dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah kemudian disertai dengan penyerahan sumber-sumber pembiayaan dan keuangan. Implikasinya daerah diharapkan lebih mandiri dalam melaksanakan pemerintahan baik dari sisi perencanaan, pembangunan, serta pembiayaannya. Undang-Undang No 25 Tahun 1999 menempatkan pemerintah daerah mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan kebijakan anggarannya. Pemerintah daerah dalam menyusun anggarannya harus berorientasi pada prinsip anggaran berimbang dan dinamis. Anggaran yang berimbang berarti seluruh pengeluaran daerah harus dibiayai dari penerimaan daerah itu sendiri. Dengan demikian daerah harus mandiri dalam pengelolaan keuangannya. Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa pendapatan asli daerah PAD Propinsi Jawa Barat meningkat dari tahun 2002 hingga tahun 2006. Penerimaan Propinsi Jawa Barat didominasi oleh pendapatan asli daerah. Hal ini menunjukkan bahwa Propinsi Jawa Barat cukup mandiri dalam pembiayaan pembangunannya karena sumbangan pendapatan asli daerah terhadap total penerimaan daerah sebesar 68,41 persen atau lebih dari 50 persen. Sedangkan ketergantungan terhadap pemerintah pusat yang dilihat dari besarnya DAU cukup rendah yaitu hanya sebesar 13,81 dari total penerimaan daerah. Tabel 4.3 Realisasi Penerimaan Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat dalam milyar Jenis Pendapatan Propinsi Jawa Barat 2002 2003 2004 2005 2006 Bagian Pendapatan Asli Daerah • Pajak Daerah • Retribusi Daerah • Bagi Hasil Usaha Milik Daerah • Pendapatan Lainnya Yang Sah Dana Perimbangan • Bagi Hasil Pajak • Bagi Hasil Bukan Pajak • DAU • DAK • Dana Perimbangan Dari Propinsi Penerimaan Lainnya Yang Sah Pinjaman 1551,49 1435,02 10,59 40,49 65,44 990,04 332,91 104,49 393,88 - - 158,76 - 2170,59 2008,48 13,60 60,11 88,39 1093,89 412,31 106,70 574,88 - - - - 2846,80 2688,35 24,81 69,06 64,57 1197,66 487,50 136,38 573,77 - - - - 3604,76 3385,93 26,38 88,20 104,23 1220,12 542,26 107,199 570,66 - - - - 3748,40 3449,10 29,85 111,99 157,44 1298,79 601,79 131,24 565,75 - - - - Total Pendapatan 2757,33 3264,28 4044,06 4824,88 5047,19 Sumber : BPS Propinsi Jawa Barat Pajak daerah merupakan sumber pendapatan asli daerah terbesar bagi Pemerintah Propinsi Jawa Barat karena menyumbang 93,08 persen PAD selama tahun 2002 hingga 2006. Rata-rata pajak daerah Propinsi Jawa Barat sebesar 2593,37 milyar rupiah, dengan persentase pertumbuhan pajak daerah Propinsi Jawa Barat adalah sebesar 25,41 persen maka pajak sangat potensial sebagai sumber pendapatan asli daerah. Selain pajak daerah sebagai pendapatan asli daerah juga terdapat retribusi daerah, BUMD, dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah. Retribusi daerah merupakan sumber pendapatan asli daerah yang terkecil dalam menyumbang PAD Propinsi Jawa Barat yaitu hanya sebesar 0.74 persen terhadap total pendapatan asli daerah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN