Intepretasi Model Hubungan PAD dengan DAU KabupatenKota di Propinsi Jawa Barat .1 Uji Kesesuaian Model

5.2.1.2 Intepretasi Model

Pada hasil estimasi dapat dilihat bahwa pendapatan asli daerah PAD berpengaruh secara signifikan terhadap dana alokasi umum DAU kabupatenkota di Propinsi Jawa Barat pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien regresi dari variabel PAD sebesar 0,7113. Artinya jika terjadi kenaikan PAD sebesar 1 persen maka akan meningkatkan DAU sebesar 0,7113 persen. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang telah dikemukakan sebelumnya. Salah satu landasan pengalokasian DAU kepada daerah adalah untuk mengatasi permasalahan ketimpangan horizontal. Beberapa daerah kabupatenkota memiliki kemampuan menghimpun pendapatan asli daerah yang bervariasi tergantung dari kondisi kekayaan alam dan sumber daya manusia yang beragam antar daerah. Oleh karena itu diperlukan peran pemerintah pusat untuk mengurangi ketimpangan antar daerah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum. Daerah yang mampu secara mandiri menyediakan pelayanan publik akan menerima DAU yang kecil dan sebaliknya bagi daerah yang terbatas kemampuan keuangan daerahnya untuk menyediakan pelayanan publik akan menerima porsi DAU dengan lebih besar. Dari hasil estimasi dijelaskan bahwa jika terjadi peningkatan PAD maka akan meningkatkan DAU. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa pemberian DAU pada setiap kabupatenkota di Jawa Barat selama tahun 2002-2006 tidak mencerminkan aspek keadilan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yaitu DAU sebagai alat pemerataan di Propinsi Jawa Barat. Daerah dengan PAD besar tidak selalu menerima DAU yang lebih kecil atau daerah dengan PAD kecil tidak selalu menerima DAU yang lebih besar. Menurut hasil penelitian Sidik et al. 2002, pada dasarnya ada dua hal yang menyebabkan belum tercapainya DAU tersebut. Pertama, model formula perumusan DAU masih jauh dari sempurna. Kedua, yang berpengaruh lebih dominan yaitu kentalnya pertimbangan non ekonomi dalam penentuan besaran atau jumlah DAU. Kepentingan politis cenderung lebih dominan terutama dalam tahap-tahap penting penentuan formula DAU, sehingga keputusan lebih bersifat politis dan mengganggu sasaran pemerataan dalam perumusan DAU.

5.3 Perkembangan Tingkat Kemandirian Fiskal KabupatenKota di Propinsi Jawa Barat