Tabel 2.4 Kualifikasi Kemampuan Keuangan Daerah
Skala Persentase PAD thdp TPD
Kualifikasi
1 0,00 - 10,00
Sangat Kurang 2
10,01 - 20,00 Kurang
3 20,01 - 30,00
Sedang 4
30,01 - 40,00 Cukup
5 40,01 - 50,00
Baik 6
50,00 Sangat Baik
Sumber: Tim Fisipol UGM Balitbang Depdagri dalam Triastuti 2005
2.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian Aisyah 2004 mengenai Keterkaitan antara Indikator Pembangunan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia dalam Perekonomian Indonesia, analisis
antar wilayah menghasilkan kesimpulan bahwa daerah yang kaya sumber daya alam dan daerah kantong-kantong industri, perdagangan dan jasa memiliki nilai PDRB per kapita
yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang tidak memiliki kelebihan ini. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa daerah yang kaya atau daerah dengan
pembangunan ekonomi tinggi ternyata indeks pembangunan manusianya cenderung sama dengan daerah lain yang pembangunan ekonominya sedang. Hubungan
pembangunan ekonomi dan indikator-indikator indeks pembangunan manusia tahun 1996 dan 1999 semua mempunyai nilai yang positif dan signifikan pada taraf 10 persen,
sedangkan hubungan antara pembangunan ekonomi tahun 2001 dan indikator-indikator indeks pembangunan manusia tahun 2002 mempunyai nilai yang positif tetapi tidak
signifikan pada taraf 10 persen.
Penelitian Haryanto 2003 tentang Kemandirian Daerah: Sebuah Perspektif dengan Metode Path Analysis, dapat disimpulkan bahwa esensi utama dari pelaksanaan
otonomi daerah yang sudah berjalan selama 4 tahun di Indonesia adalah mewujudkan kemandirian daerah. Selama ini kemandirian daerah yang kuat diukur dari struktur PAD
yang antara lain terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah dan BUMD, namun muncul permasalahan baru apakah diluar struktur PAD terdapat variabel yang juga
mempengaruhi tingkat kemandirian. Sebagai proxy dari kemandirian daerah digunakan variabel kapasitas fiskal daerah sedangkan variabel independen yang digunakan adalah
pajak daerah, retribusi daerah, PDRB jasa dan Bagi Hasil daerah. Dari hasil olah data dengan menggunakan metode path analysis di dapatkan hasil bahwa variabel Pajak
Daerah PD dan Bagi Hasil Pajak BHP memiliki hubungan signifikan terhadap Kapasitas Fiskal Daerah. Sementara itu varabel Retribusi Daerah dan PDRB jasa tidak
terbukti mempengaruhi Kapasitas Fiskal Daerah secara signifikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Landiyanto 2005 tentang Kinerja Keuangan dan Strategi Pembangunan Kota Di Era Otonomi Daerah: Studi kasus Kota Surabaya
menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Surabaya memiliki ketergantungan yang tinggi pada pemerintah pusat, yang disebabkan oleh belum optimalnya penerimaan dari PAD
Kota Surabaya. Oleh Karena itu, Pemerintah Kota Surabaya perlu meningkatkan penerimaan sumber daya dan penerimaan Kota Surabaya agar lebih dapat menyokong
PAD.
Penelitian yang dilakukan oleh Puspandika 2007 mengenai Analisis Ketimpangan Pembangunan Di Era Otonomi Daerah : Hubungan Antara Pertumbuhan
Ekonomi Dengan Kesejahteraan Masyarakat menunjukkan bahwa nilai indeks ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia berada pada tingkat yang tinggi.
Faktor paling berpengaruh terhadap tingkat pembangunan manusia adalah pengeluaran riil per kapita sedangkan PDRB per kapita tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pembangunan manusia. Antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia
tidak terdapat hubungan kausalitas, tetapi korelasi antara keduanya bersifat positif.
Penelitian yang dilakukan oleh Yunitasari 2007 yang berjudul Analisis Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Dengan Indeks Pembangunan Manusia
Propinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa variabel PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah terhadap sektor pendidikan, kebijakan otonomi daerah mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap pembangunan manusia, sedangkan variabel Indeks Pemberdayaan Jender IDJ berpengaruh positif terhadap pembangunan manusia tetapi
tidak signifikan. Kemudian kemiskinan dan pengeluaran pemerintah untuk kesehatan
memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap pembangunan manusia.
2.6 Kerangka Pemikiran