GAMBARAN UMUM PRODUK MINYAK SAWIT Kelapa sawit dan Produk Turunannya

49 emulsifier, bahan pengawet, vitamin A dan D dan sebagainya. Margarin mempunyai tekstur padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah, dan bersifat plastis. Untuk produk oleokimia, minyak sawit dapat diolah menjadi fatty acid, metil ester, gliserol, fatty alkohol, dan berbagai macam produk surfaktan seperti terlihat pada Gambar 13. Asam lemak fatty acid dihasilkan melalui proses hidrolisis trigliserida dengan air. Jenis asam lemak yang terkandung pada minyak sawit diantaranya yaitu kaprat, laurat, miristat, palmitat, stearat, oleat, linoleat dan linolenat. Berdasarkan sistem prosesnya, proses hidrolisis dibedakan atas dua macam yaitu batch dan kontinyu. Proses hidrolisis secara batch umumnya menggunakan katalis zinc, magnesium atau calcium oxide. Konsentrasi katalis yang digunakan sekitar 2-4 persen, dan sejumlah kecil zinc ditambahkan untuk memperbaiki warna asam lemak.Konversi lebih dari 95 persen dicapai setelah reaksi berlangsung 6 - 10 jam. Hasil proses kemudian dipindahkan ke settling tank dimana dua lapisan asam lemak pada lapisan atas dan glycerin pada lapisan bawah dipisahkan melalui proses distilasi. Proses hidrolisis untuk sistem kontinyu yang umum digunakan dalam produksi fatty acid adalah sistem single- stage countercurrent . Air ditambahkan dari bagian atas reaktor sebanyak 40 – 50 persen dari berat minyak yang diproses, dengan suhu tinggi mencapai 250 – 260 o C. Proses konversi hidrolisis dapat mencapai lebih dari 99 persen. Proses berlangsung selama 2 – 3 jam. Sumber: SBRC 2011 Gambar 13. Teknologi proses pengolahan minyak sawit menjadi produk oleokimia Proses produksi fatty alkohol umumnya dilakukan dengan cara hidrogenasi asam lemak rute asam lemak, metil ester rute metil ester dan waxester. 50 Teknologi terbaru adalah jalur waxester. Pada proses ini feedstock akan mengalami proses splitting hidrolisis sehingga menghasilkan water glycerin dan crude fatty acid . Crude fatty acid kemudian difraksinasi, sedangkan water glycerin akan diproses menjadi glycerin. Fatty acid yang sudah difraksinasi, kemudian diesterifikasi pada suhu dan tekanan atmosfir. Sesudah dipisahkan dari air maka bubur ester dihidrogenasi pada reactor fixed bed. Produk hidrogenasi ini kemudian dialirkan melalui fixed bed katalis menjadi fatty alkohol yang kemudian dimurnikan melalui proses distilasi. Untuk produk bioenergi, minyak sawit dapat diolah menjadi seperti biodiesel, green gasoline, green olefin, green diesel, green jet, biooil, biopellet, biobriket, syngas, etanol, gas metan dan pembangkit listrik tenaga biomassa seperti terlihat pada Gambar 14. Metil ester biodiesel dapat dihasilkan melalui proses esterifikasitransesterifikasi trigliserida. Transesterifikasi adalah penggantian gugus alkohol dari suatu ester dengan alkohol lain dalam suatu proses yang menyerupai hidrolisis. Namun berbeda dengan hidrolisis, pada proses transesterifikasi yang digunakan bukanlah air melainkan alkohol. Umumnya katalis yang digunakan adalah sodium metilat, NaOH atau KOH.Metanol lebih umum digunakan karena harganya lebih murah, walaupun tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan jenis alkohol lainnya seperti etanol.Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan.Untuk mendorong reaksi agar bergerak ke kanan agar dihasilkan metil ester biodiesel maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu produk yang dihasilkan harus dipisahkan Hambali et al ., 2008. Sumber: SBRC 2011 Gambar 14. Teknologi proses pengolahan kelapa sawit menjadi bioenergi Minyak sawit OleinStearin PFAD TungkuBoiler PanasListrik Pengarangan Pemampatan Pirolisis Gasifikasi Indirect liquifaction Direct Esterifikasi transesterifikasi Proses anerobikmikrobiologi Bio briketbiopelet Syngas Gas fuel Bio oil Biodiesel Gas metan Limbah Padat tandan kosong, MF, cangkang, pelepah, batang Limbah Cair Fermentasi Etanol Kelapa Sawit Green Gasoline Green Olefin Cataliytic DeoksigenasiSelective CrackingIsomerisasi Green Diesel Green Jet DeoksigenasiIsomerisasi 51 Berbagai produk dapat dihasilkan dari industri hilir minyak sawit Gambar 15. Namun, hingga saat ini baru terdapat sekitar 47 jenis produk hilirsawit yang telah diproduksi di Indonesia, sementara Malaysia telah mampu memproduksi lebih dari 105 jenis produk hilir sawit. Sumber: SBRC 2011 Gambar 15. Pohon industri minyak sawit Perkembangan Produk Kelapa Sawit Indonesia Perkebunan Kelapa Sawit Sebagai produk perkebunan unggulan, perkembangan produksi kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan produksi ini dipengaruhi oleh perkembangan luas areal kebun kelapa sawit. Luas areal kebun kelapa sawit di Indonesia pada tahun 1988 hanya sekitar 863 ribu ha. Luas areal perkebunan sawit ini meningkat pada tahun 2012 menjadi 9.07 ha seperti terlihat pada Gambar 16. Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia ini dimiliki oleh perkebunan rakyat 43.7 persen, perkebunan negara 8.4 persen dan perkebunan swasta 47.8 persen Kementerian Pertanian, 2013. Seiring dengan peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit, produksi tandan buah segar kelapa sawit Indonesia juga mengalami peningkatan seperti terlihat pada Gambar 17. Pada tahun 1988 produksi tandan buah segar kelapa sawit hanya 8.15 juta ton, namun pada tahun 2012 produksi tandan buah segar kelapa sawit ini mengalami peningkatan menjadi sekitar 112 juta ton. 52 Sumber : Kementerian Pertanian 2013 Gambar 16. Perkembangan Luas Areal Kebun Kelapa Sawit Indonesia Dari sisi harga, harga tandan buah segar kelapa sawit cendererung mengalami kenaikan, namun mengalami penurunan pada tahun tertentu seperti terlihat pada Gambar 18. Harga tandan buah segar pada tahun 1988 berada pada kisaran Rp 377 per kg. Dan mengalami kenaikan cukup tinggi pada tahun 1998 mencapai Rp 1971 per kg dan kemudian mengalami penurunan pada tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 2005 harga tandan buah segar kembali mengalami kenaikan dan mencapai Rp 1252 per kg pada tahun 2011. Peningkatan harga tanda buah segar ini dipengaruhi oleh terjadinya peningkatan permintaan minyak sawit untuk kebutuhan pangan, oleokimia dan bioenergi. Namun pada tahun 2012 harga tandan buah segar kembali mengalami penurunan mencapai Rp 828 per kg yang disebabkan oleh turunnya permintaan minyak sawit sebagai akibat krisis ekonomi global yang dialami oleh Eropa dan Amerika. Sumber : Kementerian Pertanian 2013 Gambar 17. Perkembangan Produksi TBS Kelapa Sawit 53 Sumber : Kementerian Pertanian 2013 Gambar 18. Perkembangan Harga TBS Kelapa Sawit Minyak Kelapa Sawit Produksi minyak sawit Indonesia setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Peningkatan produksi ini dipengaruhi oleh peningkatan areal perkebunan kelapa sawit dan peningkatan produksi tandan buah segar kelapa sawit. Saat ini minyak kelapa sawit menjadi komoditas unggulan perkebunan Indonesia sebagai salah satu penyumbang devisa negara di sektor non migas. Pada Gambar 19 terlihat tren peningkatan produksi minyak sawit Indonesia. Produksi minyak sawit Indonesia pada tahun 1988 hanya mencapai 1.71 juta ton dan naik menjadi 23.5 juta ton pada tahun 2012 atau naik lebih dari 13 kali dalam 24 tahun terakhir. Sumber : Kementerian Perindustrian 2013 Gambar 19. Perkembangan Produksi Minyak Kelapa Sawit Indonesia 54 Peningkatan konsumsi minyak nabati dunia terutama konsumsi minyak sawit ikut mempengaruhi peningkatan produksi minyak sawit Indonesia. Pada tahun 2000 konsumsi minyak sawit dunia hanya 21.9 ton atau pangsa pasar 21.9 persen dari konsumsi minyak nabati dunia dan dalam 12 tahun bertambah sebesar 31.8 juta ton sehingga meningkat menjadi 53.7 ton atau pangsa pasar 34.1 persen dari konsumsi minyak nabati dunia seperti yang terlihat pada Tabel 8. Dalam 12 tahun terakhir konsumsi minyak sawit dunia telah mengalahkan konsumsi minyak kedelai dimana minyak kedelai hanya menguasai pangsa pasar dikisaran 27 persen. Peningkatan konsumsi minyak sawit dunia juga disebabkan oleh harga minyak sawit yang lebih murah dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Tabel 8.Perkembangan Konsumsi Minyak Nabati Dunia Juta Ton Minyak Nabati 2000 2010 2012 Jumlah Jumlah Jumlah Minyak Kedelai 25.6 27.7 40.7 27.8 42.5 27.0 Minyak Sawit 21.9 23.7 47.8 32.7 53.7 34.1 Minyak Canola 14.5 15.7 23.5 11.1 23.5 14.9 Minyak Bunga Matahari 9.7 10.5 11.8 8.1 13.7 8.7 Minyak Inti Sawit 2.7 2.9 5.7 3.9 6.4 4.0 Minyak Nabati Lain 18.1 19.6 16.8 16.4 17.6 11.3 Total 92.5 100 146.3 100 157.4 100 Sumber : USDA 2013 Produksi minyak sawit Indonesia yang mencapai 23.5 juta ton di atas dihasilkan dari 608 pabrik pengolahan kelapa sawit dengan kapasitas produksi total 34280 ton TBSjam. Pabrik pengolahan kelapa sawit ini tersebar di 22 propinsi dengan jumlah terbanyak 140 buah ada di propinsi Riau. Produksi minyak kelapa sawit ini sebesar 8.88 juta ton 37.08 persen dihasilkan oleh perkebunan rakyat, 2.73 juta ton 11.60 persen dihasilkan oleh perkebunan negara dan 12.06 juta ton 51.32 persen dihasilkan oleh perkebunan swasta. Dengan harga minyak sawit sebesar Rp. 10000 per kg pada tahun 2011 maka kontribusi minyaksawit terhadap perekonomian nasional mencapai sekitar Rp. 230.9 Trilyun atau sekitar 3.1 persen dari produk domestik bruto nasional. Dari sisi permintaan, permintaan domestik terhadap minyak sawit dari tahun 1988 sampai 2012 cenderung berfluktuasi yang tidak terlalu besarseperti terlihat pada Gambar 20. Pada tahun 1988 permintaan minyak sawit domestik mencapai0.86 juta ton dan terus naik mencapai 2.23 juta ton pada tahun 1992 dan mengalami penurunan pada tahun 1993.Permintaan domestik terhadap minyak sawit mencapai jumlah tertinggi pada tahun 2011 yang mencapai 6.03 juta ton. Mulai tahun 2006 terjadi peningkatan permintaan minyak sawit domestik yang cukup signifikan dari 1.48 juta ton 2005 menjadi 5.25 juta ton pada tahun 2006 dan puncaknya pada tahun 2011 mecapai 6.03 jutan ton. Hal ini dikarenakan mulai dikembangkannya industri hilir minyak sawit. Ini menunjukkan sejak berkembangnya industri hilir minyak sawit sejak tahun 2006 permintaan minyak kelapa sawit domestikmengalami peningkatan yang cukup besar. 55 Sumber : Kementerian Perindustrian 2013 Gambar 20. Perkembangan Permintaan Minyak Kelapa Sawit Domestik Indonesia Harga minyak sawit yang tiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan turut menjadi daya tarik yang mendorong peningkatan luas areal kebun sawit di Indonesia sehingga tingkat produksi minyak sawit Indonesia juga mengalami peningkatan.Pada Gambar 21 terlihat pada tahun 1988 harga minyak sawit domestik masih sekitar Rp. 755 per kg. Peningkatan drastis harga sawit terjadi pada tahun 1998 dimana minyak sawit domestik meningkat menjadi Rp 3942 per kg yang pada tahun 1997 hanya berharga Rp 1424 per kg. Sejak mulai berkembangnya industri produk turunan minyak sawit sejak tahun 2006, harga minyak sawit domestik terus mengalami peningkatan yang sempat mencapai Rp 10 ribu per kg atau mengalami peningkatan 143 persen dibandingkan harga tahun 2006. Namun mengalami penurunan menjadi Rp 7600 per kg pada tahun 2012 yang disebabkan oleh belum pulihnya krisis ekonomi global sehingga menyebabkan penurunan permintaan terhadap produk minyak sawit Indonesia. Sumber : Kementerian Perindustrian 2013 Gambar 21. Perkembangan Harga Minyak Kelapa Sawit Domestik Indonesia 56 Harga ekspor minyak sawit di pasar Internasional turut mempengaruhi harga harga minyak sawit domestik. Seperti terlihat pada Gambar 22 pada saat harga ekspor minyak sawit USD 1041 per ton pada tahun 2011, harga domestik juga turut meningkat menjadi Rp 10 ribu per kg. Sumber : Kementerian Perindustrian 2013 Gambar 22. Perkembangan Harga Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia Dengan meningkatnya areal perkebunan sawit dan produksi tandan buah segar menyebabkan terjadinya peningkatan produksi minyak sawit Indonesia. Karena masih rendahnya penyerapan minyak sawit oleh domestik yang disebabkan oleh belum berkembangnya industri produk turunan sawit di Indonesia, menyebabkan minyak sawit mentah Indonesia lebih banyak diekspor seperti terlihat pada Gambar 23. Ekspor minyak sawit Indonesia pada tahun 1988 baru sekitar 0.85 juta ton. Dengan meningkatnya permintaan pasar ekspor membuat ekspor minyak kelapa sawit Indonesia pada tahun 2012 meningkat menjadi 18.15 juta ton atau naik hampir 20 kali lipat jika dibandingkan dengan tahun 1988. Sumber : Kementerian Perindustrian 2013 Gambar 23. Perkembangan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia 57 Perkembangan Industri Produk Turunan Minyak Sawit Indonesia Industri refinery, oleochemical fatty acid, fatty alcohol, glycerin, dan biodiesel, merupakan industri produk turunan minyak sawit yang memiliki nilai tambah lebih baik dibandingkan minyak sawit mentah. Perkembangan industri produk turunan tersebut turut mempengaruhi pendapatan nasional yang dapat digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan bangsa Indonesia. Berikut ini akan dijelaskan perkembangan industri produk turunan minyak sawit di Indonesia yang memiliki nilai tambah yang lebi baik yang terdiri dari Industri Refinery minyak goreng, Industri Fatty Acid, Fatty alcohol, Biodiesel dan Glycerin . Industri Refinery Minyak Goreng Industri refineryminyak goreng dari kelapa sawit merupakan konsumen minyak kelapa sawit CPO paling besar. Industri refineryminyak goreng rata-rata menyerap sekitar 80 persen dari total konsumsi CPO secara nasional. Data Kementrian Perdagangan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa kapasitas terpasang industri refineryminyak goreng Indonesia adalah sebesar 15.4 juta ton. Gambar 24. Peta penyebaran pabrik refineryminyak goreng sawit Indonesia tahun2010 Kementrian Perdagangan, 2010. Pabrik refineryminyak goreng di Indonesia telah berkembang di 13 propinsi.Wilayah terluas terdapat di Sumatera, diikuti Jawa, Sulawesi dan Kalimantan.Lima propinsi terluas berturut-turut adalah Sumatera Utara 30.46 persen, Riau 24.83 persen, DKI Jakarta 13.01 persen, Jawa Timur 9.62 persen dan Sumatera Selatan 7.18 persen. Penyebaran industri refineryminyak goreng tidak hanya pada lokasi sentra produksi tetapi juga pada sentra konsumsi di Jawa.Sebaran produksi di sentra konsumsi terkait dengan status minyak goreng sebagai consumer goods. Dengan status demikian, membawa bahan baku CPO dari sentra produksi ke sentra konsumsi memiliki risiko lebih rendah 58 dibandingkan membawa minyak goreng dari sentra produksi ke sentra konsumsi. Namun demikian dari aspek lingkungan akan lebih baik jika industri minyak goreng juga berada di lokasi sentra produksi agar nilai tambah industri dapat diterima daerah sentra produksi sebagai kompensasi eksplorasi yang terjadi di daerah tersebut. Peta penyebaran pabrik minyak goreng sawit dapat dilihat pada Gambar 24. Tabel 9. Pelaku usaha terbesar industri refineryminyak goreng di Indonesia No Nama Perusahaan Lokasi Kapasitas Terpasang TonTahun 1 PT. Agrindo Indah Persada Medan - Sumut 120 000 2 PT. Agro Makmur Raya Medan - Sumut 300 000 3 PT. Berlian Eka Sakti Tangguh Medan - Sumut 225 000 4 PT. Bintang Tenera Medan - Sumut 30 000 5 PT. Wilmar Nabati Indonesia Medan - Sumut 1 800 000 6 PT. Indah Pontjan Medan - Sumut 90 000 7 PT. Indo Karya Internusa Medan - Sumut 300 000 8 PT. Intibenua Perkasatama Medan - Sumut 780 000 9 PT. Musim Mas Medan - Sumut 750 000 10 PT. Nagamas Palmoil Lestari Medan - Sumut 780 000 11 PT. Nubika Jaya Medan - Sumut 300 000 12 PT. Pacific Palmindo Industri Medan - Sumut 420 000 13 PT. Permata Hijau Sawit Medan - Sumut 180 000 14 PT. Socfin Indonesia Medan - Sumut 99 000 15 PT. Smart Tbk Medan - Sumut 120 000 16 PT. Mitra Perkasa Palm Oil Medan - Sumut 120 000 17 PT. Multimas Nabati Asahan Asahan - Sumut 750 000 18 PT. Sawit Asahan Tetap Utuh Asahan - Sumut 15 000 19 PT. Pamina Adolina Pebaungan – Sumut 90 000 20 PT. Incasi Raya Padang - Sumbar 300 000 21 PT. Sari Dumai Sejati Dumai - Riau 450 000 22 PT. Sinar Alam Permai Palembang - Sumsel 900 000 23 PT. Kurnia Tunggal Nugraha Jambi 90 000 24 PT. Asianagro Agung Jaya Marunda- Jakarta 1 000 000 25 PT. Smart Tbk Marunda- Jakarta 300 000 26 PT. Mikie Oleo Nabati Industri Bekasi - Jabar 300 000 27 PT. Royal Cikampek - Jabar 300 000 28 PT. Hasil Abadi Surabaya - Jatim 300 000 29 PT. Megasurya Mas Sidoarjo - Jatim 450 000 30 PT. Multi Nabati Sulawesi Bitung - Sulut 240 000 31 PT. Smart Tbk Kalimantan Barat 300 000 Lain-lain 3 201 000 Total 15 400 000 Sumber : GIMNI, 2011 Pada Tabel 9 berikut disajikan daftar pelaku usaha industri refinery minyak goreng beserta kapasitas produksi dan lokasinya.Produksi minyak goreng Indonesia menunjukkan peningkatan setiap tahun dengan rata-rata peningkatan 10.6 persen. Peningkatan tersebut sejalan dengan peningkatan 59 permintaan akibat naiknya pendapatan dan jumlah penduduk di Indonesia. Grafik perkembangan produksi minyak goreng Indonesia disajikan pada Gambar 25. Gambar 25. Grafik perkembangan produksi oleinminyak goreng Indonesia Kementrian Perindustrian, 2011. Industri Fatty Acid Di Indonesia pada tahun 2011 terdapat sembilan industri fatty acid yang tersebar di beberapa daerah, yaitu Medan, Kuala Tanjung, Batam, Tangerang, Rantau Prapat, Bekasi, dan Gresik. Kapasitas terpasang industry fatty acid pada tahun 2011 mencapai 996 ribu ton. Nama perusahaan produsen fatty acid beserta kapasitas produksinya disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Produsen Fatty Acid di Indonesia Tahun 2011 No Nama Perusahaan Lokasi Kapasitas Terpasang TonTahun 1. PT. SOCI MAS Medan 90 000 2. PT. Ecogreen Medan dan Batam 45 000 3. PT. Musim Mas Medan 320 000 4. PT. Domba Mas Kuala Tanjung 60 000 5. PT. Flora Sawita Medan 50 000 6. PT. Cisadane Raya Chemical Tangerang 90 000 7. PT. Nubika Jaya Rantau Prapat 130 000 8. PT. Sumi Asih Bekasi 91 000 9. Wilmar Group Gresik 120 000 Total 996 000 Sumber : Apolin 2011 Pada tahun 2007 produksi fatty acid Indonesia sebesar 754180 ton. Produksi real fatty acid saat ini mencapai kisaran 90 persen dari kapasitas aktual. 60 Produk fatty acid Indonesia secara keseluruhan mengalami pertumbuhan yang fluktuatif, namun trend-nya cenderung meningkat rata-rata sebesar 9.41 persen per tahun. Fluktuasi produksi terkait dengan pengaruh produksi fatty acid dunia yang menggunakan bahan baku talloowbase. Saat ini konsumen dunia lebih menyukai fatty acid berbahan baku organik yang berasal dari palm stearin dan PKO. Dampaknya, permintaan fatty acid berbahan baku tallowbase cenderung turun. Namun demikian, jika harga bahan baku organik mengalami kenaikan sampai level tertentu, produsen fatty acid akan beralih menggunakan bahan baku tallowbase dan saat itu produksi berbahan baku organik mengalami penurunan. Menurut CIC pada tahun 2012 produksi fatty acid Indonesia sebesar 1100850 ton. Produk fatty acid Indonesia secara keseluruhan mengalami pertumbuhan dengan peningkatan rata-rata sebesar 16 persen per tahun. Perkembangan produksi fatty acid disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Perkembangan Produksi Fatty Acid Tahun 2003 - 2012 Tahun Produksi Ton Perubahan 2003 350 203 2004 476 700 36 2005 504 080 6 2006 745 307 48 2007 754 180 3 2008 754 180 2009 754 180 2010 896 000 5 2011 896 000 2012 1 100 850 23 Sumber: Kementrian Perindustrian, 2010, APOLIN, 2012, CIC, 2013 Industri Fatty Alcohol Di Indonesia pada tahun 2011terdapat tiga industri fatty alcohol.Ketiganya berada di Provinsi Sumatera Utara. Total kapasitas terpasang fatty alcohol adalah 320 ribu tontahun. Kapasitas riil sudah mendekati 100 persen dimana pada tahun 2007 produksi ril mencapai 300 ribu ton. Nama perusahaan produsen fatty alcohol dan kapasitas produksinya disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Produsen fatty alkohol di Indonesia Tahun 2011 No. Nama Perusahaan Lokasi Kapasitas Produksi TonTahun 1. PT. Ecogreen Medan dan Batam 180 000 2. PT. Musim Mas Medan 100 000 3. PT. Domba mas Kuala Tanjung 40 000 Total 320 000 Sumber : Apolin, 2011 61 Perilaku produksi fatty alcoholsama halnya dengan perilaku produksi fatty acid yaitu mengikuti harga bahan baku di pasar dunia. Bahan baku fatty alcohol menggunakan PKO dan CNO coconut oil. Saat ini kebutuhan bahan baku berupa PKO masih bisa dipenuhi, namun ke depan akan menjadi barang langka. Oleh karena itu perlu ada kebijakan pembatasan ekspor PKO, setidaknya produksi PKO dari produksi saat ini sekitar 2 juta ton, hanya diperuntukkan untuk kebutuhan industri oleochemical dalam negeri.Menurut APOLIN industri fatty alcohol berproduksi sebesar kapasitas terpasang, sehingga pada tahun 2010 produksi fatty alkohol sebesar 320.000 ton. Produk fatty alcohol Indonesia secara keseluruhan mengalami pertumbuhan yang fluktuatif, namun trend-nya cenderung meningkat rata-rata sebesar 14 persen per tahun. Perkembangan produksi fatty alcohol disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Perkembangan ProduksiFatty alcohol Tahun 2003 - 2012 Tahun Total Ton Perubahan 2003 176 099 2004 111 159 -37 2005 136 482 23 2006 260 000 91 2007 300 000 15 2008 300 612 2009 331 943 2010 336 414 7 2011 358 717 6 2012 413 242 15 Sumber : Kementrian Perindustrian, 2009, APOLIN, 2011, CIC, 2013 Industri Biodiesel Biodiesel merupakan bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak nabati melalui proses transesterifikasi, esterifikasi, maupun proses esterifikasi–transesterifikasi. Pada tahun 2011 terdapat 24 produsen biodiesel di Indonesia.Kapasitas terpasang industri biodiesel pada tahun 2011 mencapai 3.4 juta Kiloliter per tahun. Dari total produksi biodiesel tersebut, PT Wilmar Bioenergi memiliki kapasitas terpasang terbesar yaitu sebesar 1.6 juta kiloliter, diikuti PT Musim Mas sebesar 420 ribu kiloliter dan PT Cemerlang Energi Perkasa sebesar 400 ribu kiloliter. Pada saat ini, permasalahan pengembangan industri biodiesel di dalam negeri adalah masalah pemasaran di dalam negeri yang terkendala pada tingginya harga CPO dan turunnya harga minyak bumi dunia, sehingga industri biodiesel tidak mampu bersaing dengan petrodiesel.Kondisi produksi biodisel di Indonesia masih under capacity. Menurut APROBI, industri biodiesel saat ini berproduksi hanya sekitar 20 persen dari kapasitas terpasang, sehingga produksi biodiesel Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 688288 ton. Dengan potensi bahan baku dan kemampuan teknologi yang dimiliki, Indonesia dapat meningkatkan produksi lebih tinggi lagi. Namun, produknya kalah bersaing di 62 pasar domestik karena menghadapi produk substitusinya yaitu minyak solar.Kapasitas terpasang industri biodiesel berdasarkan produsen dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Kapasitas terpasang industri Biodiesel di Indonesia tahun 2007 - 2010 No Nama Perusahaan Lokasi 2007 2008 2009 2010 1 PT Energi Alternatif Jakarta 300 7 000 7 000 2 PT Eternal Buana Chemical Industries Tangerang 40 000 40 000 3 PT Indo Biofuels Energi Merak 20 000 60 000 60 000 60 000 4 PT Anugrah Inti Gemanusa Gresik 40 000 40 000 5 PT Eterindo Nusa Graha Gresik Tangerang 120 000 120 000 40 000 40 000 6 PT Wilmar Bioenergi Indonesia Dumai 700 000 700 000 700 000 1 000 000 7 PT Wilmar Nabati Indonesia Gresik 600 000 600 000 8 PT Sumi Asih Oleo - Chemical Bekasi 100 000 100 000 100 000 100 000 9 PT Darmex Biofuels Bekasi 150 000 150 000 10 PT Pelita Agung Agrindustri Bengkalis 200 000 200 000 200 000 11 PT Musim Mas Deli Serdang 70 000 70 000 70 000 Batam 350 000 350 000 12 PT Multi Kimia Inti Pelangi Bekasi 14 000 14 000 14 000 13 PT Cemerlang Energi Perkasa Dumai 400 000 400 000 14 PT Pasadena Biofuels Mandiri Cikarang 10 240 10 240 15 PT Kenzie Megapolitan Makassar 5 000 16 PT Ganesha Energi Medan 10 000 17 PT Sintong Abadi Asahan, Sumut 35 000 18 PT Prima Nusa Palma Energi Jakarta 24 000 19 PT Bioenergi Pratama Jaya Berau, Kaltim 6 000 6 000 20 Wahana Abdi Tritatehnika Sejati Bogor 132 200 21 Alia Mada Perkasa Tangerang 11 000 22 Damai Sejahtera Sentosa Cooking Surabaya 120 000 23 PTPN XIII Kalimantan 12 000 12 000 24 PTPN IV Medan 5000 5 000 5 000 Total 940 000 1 269 300 2 804 240 3 441 440 Sumber : APOLIN, 2011, APROBI, 2011 Industri Glycerin Glycerin merupakan produk samping industri pengolahan fatty acid, fatty alcohol dan biodiesel. Pengolahan fatty acid, fatty alcohol dan biodiesel akan menghasilkan sekitar 10 persencrude glycerin. Crude glycerin ini dapat dimurnikan sehingga mempunyai nilai tambah lebih tinggi. Kapasitas terpasang industri glycerin Indonesia pada tahun 2011 mencapai 142 700 tontahun. Produsen Glycerin Indonesia dari industri fatty acid dan fatty alcohol pada tahun 2011 disajikan pada Tabel 15. Willmar Group dan PT Musim Mas merupakan produsen glycerin dari fatty acid dan fatty alcohol terbesar di Indonesia dengan kapasitas terpasang 30000 tontahun, kemudian diikuti oleh PT Ecogreen dan PT Nubika Jaya dengan kapasitas terpasang masing-masing perusahaan sebesar 24000 tontahun dan 20000 tontahun. Sedangkan produsen glycerin dari industri biodiesel biodiesel disajikan pada Tabel 16. Produsen 4 besar penghasil glycerin 63 dari biodiesel adalah Willmar Group. PT Musim Mas, PT Cemerlang Energi Perkasa dan PT Pelita Agung Agrindustri dengan kapasitas produksi terpasang masing-masing 28 800 ton, 7 560 ton, 7 200 ton dan 3 600 ton per tahun. Tabel 15. Produsen glycerin di Indonesia tahun 2011 dari Industri Fatty Acid dan Fatty alcohol No Nama Perusahaan Lokasi Kapasitas Terpasang TonTahun 1. PT. SOCI MAS Medan 9 000 2. PT. Ecogreen Medan dan Batam 24 000 3. PT. Musim Mas Medan 30 000 4. PT. Domba Mas Kuala Tanjung 4 600 5. PT. Flora Sawita Medan 5 100 6. PT. Cisadane Raya Chemical Tangerang 10 000 7. PT. Nubika Jaya Rantau Prapat 20 000 8. PT. Sumi Asih Bekasi 10 000 9. Wilmar Group Gresik 30 000 Total 142 700 Sumber : Apolin 2011 Pada tahun 2010 produksi glycerin sebesar 183 586 ton. Produksi glycerin merupakan hasil samping dari industry fatty acid dan fatty alkohol serta industri biodiesel. Dari industri fatty acid dan fatty alkohol produksi glycerin sebesar 121 640 dan dari industri biodiesel adalah sebesar 61 946 kilo liter. Rata-rata pertumbuhan produksi fatty acid sebesar 28.2 persen per tahun. Perkembangan produksi fatty acid disajikan pada Tabel 17. Tabel 16. Produsen glycerin di Indonesia tahun 2011 dari Industri Biodiesel No Nama Perusahaan Kapasitas Lokasi KlTahun 1 PT Energi Alternatif 126 Jakarta 2 PT Eternal Buana Chemical Industries 720 Tangerang 3 PT Indo Biofuels Energi 1 080 Merak 4 PT Anugrah Inti Gemanusa 720 Gresik 5 PT Eterindo Nusa Graha 720 Gresik 6 PT Wilmar Bioenergi Indonesia 18 000 Dumai 7 PT Wilmar Nabati Indonesia 10 800 Gresik 8 PT Sumi Asih Oleo - Chemical 1 800 Bekasi 9 PT Darmex Biofuels 2 700 Bekasi 10 PT Pelita Agung Agrindustri 3 600 Bengkalis 11 PT Musim Mas 1 260 Deli Serdang 6 300 Batam 64 No Nama Perusahaan Kapasitas Lokasi KlTahun 12 PT Cemerlang Energi Perkasa 7 200 Dumai 13 PT Pasadena Biofuels Mandiri 184 Cikarang 14 PT Kenzie Megapolitan 90 Makassar 15 PT Ganesha Energi 180 Medan 16 PT Sintong Abadi 630 Asahan, Sumut 17 PT Prima Nusa Palma Energi 432 Jakarta 18 PT Bioenergi Pratama Jaya 108 Berau, Kaltim 19 Wahana Abdi Tritatehnika Sejati 2 380 Bogor 20 Alia Mada Perkasa 198 Tangerang 21 Damai Sejahtera Sentosa Cooking 2 160 Surabaya 22 PTPN XIII 216 Kalimantan 23 PTPN IV 90 Medan Total 61 694 Sumber : Apolin 2011 Produksi glycerin mulai tahun 2003 terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2003 Indonesia hanya mampu memproduksi glycerin sebanyak 35577 ton dan meningkat 138.8 persen pada tahun 2006. Jika dibandingkan dengan tahun 2003, produksi glycerin meningkat 416 persen. Tabel 17. Perkembangan produksi glycerin tahun 2003 - 2010 Tahun Produksi Ton Perubahan 2003 35 577 2004 51 222 43.98 2005 55 290 7.94 2006 84 956 53.66 2007 131 919 55.28 2008 128 265 -2.77 2009 155 894 21.54 2010 183 586 17.76 Pertumbuhan 28.20 Sumber : Kementrian Perindustrian, 2010 APOLIN, 2011 dan APROBI 2011 Perkembangan Produk Minyak Sawit Malaysia Perkebunan Kelapa Sawit Malaysia Kelapa Sawit merupakan salah satuproduk perkebunan unggulan di Malaysia dengan kontribusi 5-6 persen dari GDP Malaysia. Hampir sama dengan Indonesia, perkembangan produksi kelapa sawit di Malaysia juga terus mengalami peningkatan setiap tahunnya walaupun tidak sebesar peningkatan luas area 65 perkebunan di Indonesia. Peningkatan produksi ini dipengaruhi oleh perkembangan luas areal kebun kelapa sawitnya. Luas areal kebun kelapa sawit di Malaysia pada tahun 1988 hanya sekitar 1.80 juta ha. Luas areal perkebunan sawit ini meningkat pada tahun 2012 menjadi 5.08 juta ha seperti terlihat pada Gambar 26. Sumber : USDA 2013 Gambar 26. Perkembangan Luas Areal Kebun Kelapa Sawit Malaysia Minyak Kelapa Sawit Malaysia Produksi minyak sawit Malaysia setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Peningkatan produksi ini dipengaruhi oleh peningkatan areal perkebunan kelapa sawit dan peningkatan produksi tandan buah segar kelapa sawit. Saat ini minyak kelapa sawit menjadi komoditas unggulan perkebunan Malaysia sebagai salah satu penyumbang devisa negara di sektor non migas. Pada Gambar 27 terlihat tren peningkatan produksi minyak sawit Malaysia. Produksi minyak sawit Malaysia pada tahun 1988 hanya mencapai 5.6 juta ton dan naik menjadi 19.3 juta ton pada tahun 2012 atau naik lebih dari 3 kali dalam 24 tahun terakhir. Sumber : USDA 2013 Gambar 27. Perkembangan Produksi Minyak Kelapa Sawit Malaysia 66 Dari sisi permintaan, permintaan domestik terhadap minyak sawit dari tahun 1988 sampai 2012 cenderung mengalami peningkatan seperti terlihat pada Gambar 28. Permintaan domestik ini didominasi oleh permintaan industri pengolahan domestik Malaysia untuk diolah menjadi produk turunan minyak sawit yang bernilai tambah lebih tinggi seperti oleokimia, biodiesel dan produk akhir lainnya. Saat ini Malaysia mampu mengolah minyak sawit menjadi 105 produk turunan. Pada tahun 1988 permintaan minyak sawit domestik Malaysia mencapai 0.763 juta ton dan terus naik mencapai 3.2 juta ton pada tahun 2012. Sumber : USDA2013 Gambar 28. Perkembangan Permintaan Minyak Kelapa Sawit Domestik Malaysia Harga minyak sawit yang tiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan turut menjadi daya tarik yang mendorong peningkatan luas areal kebun sawit di Malaysia sehingga tingkat produksi minyak sawit Malaysia juga mengalami peningkatan. Pada Gambar 29 terlihat pada tahun 2000 harga minyak sawit domestik masih sekitar RM 1 100 per ton. Peningkatan drastis harga sawit terjadi pada tahun 2011 dimana minyak sawit domestik Malaysia meningkat menjadi RM 3219 per ton. Sumber : MPOB 2013 Gambar 29. Perkembangan Harga Minyak Kelapa Sawit Domestik Malaysia 67 Harga ekspor minyak sawit di pasar Internasional turut mempengaruhi harga harga minyak sawit domestik. Seperti terlihat pada Gambar 30 pada saat harga ekspor minyak sawit USD 1076 per ton pada tahun 2011, harga domestik juga turut meningkat menjadi RM 3219 per ton. Sumber : USDA2013 Gambar 30. Perkembangan Harga Ekspor Minyak Kelapa Sawit Malaysia Dengan meningkatnya areal perkebunan sawit dan produksi tandan buah segar menyebabkan terjadinya peningkatan produksi minyak sawit Malaysia. Pada Gambar 31. Ekspor minyak sawit Malaysia pada tahun 1988 sekitar 4.7 juta ton. Dengan meningkatnya permintaan pasar ekspor membuat ekspor minyak kelapa sawit Malaysia pada tahun 2012 meningkat menjadi 18 juta ton atau naik hampir empat kali lipatjika dibandingkan dengan tahun 1988. Sumber : USDA 2013 Gambar 31. Perkembangan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Malaysia 68

6. KINERJA INDUSTRI PRODUK TURUNAN MINYAK SAWIT Industri Produk Turunan Sawit Dunia

Industri Refinery Minyak Goreng Sekitar seperempat dari minyak sawit yang diproduksi oleh setiap Negara digunakan di dalam negeri dan sisanya diekspor. Asia, Uni Eropa dan Afrika merupakan Negara importir utama minyak sawit. Beberapa industri refinery minyak goreng sawit yang penting di dunia berada di Amerika Serikat, Belanda, Bergia, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Pemain utama dari industri refinery di Amerika Serikat adalah California Oils Corporation dan Fuji Vegetable Oil Inc. Pemain utama dari industri refinery di Indonesia adalah PT Astra Agro Lestari Tbk., PT Indofood Sukses Makmur Tbk., PT Musim Mas dan PT Perusahaan Perkebunan London Sumatera Indonesia Tbk. Industri refinery di Malaysia ada 16 perusahaan sedangkan Singapura dan Thailand memiliki industri refinery masing- masing 2 dan 1 perusahaan seperti yang terlihat pada Lampiran 1. Fatty Acid Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan kapasitas produksi Fatty Acid di kawasan Asia Tenggara. Produsen-produsen di kawasan ini membentuk usaha patungan dengan perusahaan-perusahaan besar fatty acid di AS, Eropa dan Jepang, yang kemudian produksinya diekspor kembali ke perusahaan- perusahan induk tersebut, sehingga pada akhirnya banyak perusahaan induk tersebut di AS, Eropa dan Jepang mengalihkan produksinya ke kawasan Asia Tenggara dikarenakan biaya produksi secara keseluruhan ternyata menjadi lebih rendah. Beberapa produsen fatty acid dunia disajikan pada Lampiran 2. Fatty Alcohol Selama sepuluh tahun terakhir, pasar global fatty alcohol tumbuh rata-rata 4.0 persen per tahun. Konsumsi meningkat terutama di kawasan di mana ketersediaan fatty alcohol meningkat, sebagai akibat dari peningkatan kapasitas dan fasilitas produksi yang baru. Cina, Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, dan Asia merupakan pasar fatty alcohol potensial. Pada tahun 2009 Amerika Utara menyumbang 27 persen dari permintaan fatty alcohol global sedangkan Eropa Barat menyumbang 35 persen dari permintaan fatty alcohol global selama periode waktu yang sama. Diharapkan pertumbuhan permintaan di negara-negara seperti Brazil, Rusia, India dan Cina akan meningkat pada tahun-tahun berikutnya, sedangkan produksi diperkirakan akan bergeser lebih jauh ke Cina dan Asia Tenggara sejalan dengan peningkatan pertumbuhan regional. Produsen fatty alcohol yang merupakan pesaing terkemuka untuk produk fatty alcohol sintetis berbasis petrokimia adalah Shell Chemicals dari Belanda, Sasol dari Afrika Selatan dan BASF Jerman. Sedangkan produsen fatty alcohol alami oleochemical based, adalah Cognis Jerman, Kao Corporation Jepang, Liaoning HuaXing Cina, Ecogreen Oleochemicals Indonesia dan Procter Gamble Amerika Serikat. Pada Lampiran 3 berikut disajikan produsen fatty alcohol dunia. 69 Biodiesel Industri biodiesel dalam berapa tahun terakhir telah mengalami tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi seiring dengan meningkatnya konsumsi energi dunia dan keterbatasan ketersediaan minyak bumi. Produksi dan konsumsi konsumsi biodiesel dunia tumbuh rata-rata lebih dari 50 persen per tahun selama periode 2002 sampai 2010. Perkembangan industri biodiesel dalam beberapa tahun terakhir telah mengalami pergeseran dominasi global. Sekitar lima tahun yang lalu, Eropa adalah pemain dominan dalam industri biodiesel, lebih dari 83 persen dari kapasitas terpasang dunia dan 93 persen dari produksi dan konsumsi dunia biodiesel. Amerika Utara dan Asia kemudian mulai mengembangkan industri biodiesel mereka sendiri. Produsen biodiesel di dunia tersebar diberbagai belahan dunia. Produsen biodiesel didominasi oleh perusahaan dari Amerika Serikat. Pada Lampiran 4 disajikan produsen biodiesel dunia berbahan baku minyak nabati. Glycerin Sejak tahun 2007, Asia merupakan produsen dan konsumen glycerin murni terbesar di dunia, dimana produksi dan konsumsinya mencapai 44 persen dan 35 persen dari produksi dunia dan konsumsi dunia. Eropa Barat merupakan produsen dan konsumen terbesar kedua glycerin murni dengan tingkat produksi dan konsumsi mencapai 35 persen dan 28 persen dari produksi dunia. Amerika Utara adalah pasar terbesar ketiga glycerin murni. Ketiga wilayah tersebut menyumbang hampir 91 persen dari produksi dunia dan 82 persen dari konsumsi dunia. Diperkirakan pada tahun-tahun kedepan akan terjadi peningkatan pertumbuhan konsumsi di Amerika Serikat, China dan Thailand serta pertumbuhan yang signifikan di Eropa Barat. Hal ini terutama disebabkan meningkatnya permintaan glycerin dalam bentuk turunan produk baru, seperti epiklorohidrin, syngas dan propilen glikol. Kebutuhan dunia untuk glycerin disuplai oleh produsen yang tersebar diberbagai belahan dunia. Pada Lampiran 5 disajikan beberapa produsen glycerin berbahan baku minyak nabati yang ada di dunia. Perdagangan Dunia Industri Turunan Minyak Sawit Ekspor Indonesia Ekspor RBD Olein selama tahun 2006 sampai tahun 2010 mengalami kecenderungan meningkat dengan perkembangan rata–rata sebesar 10.7 persen per tahun. Volume ekspor yang cukup besar dan peningkatan ekspor ini menunjukkan peluang pasar luar negeri yang cukup besar. Perkembangan ekspor RBD Olein Indonesia tahun 2006 – 2010 disajikan pada Tabel 18. Pada tahun 2006 volume ekspor RBD Olein Indonesia sebesar 2.6 juta ton dengan nilai ekspor USD 1788 juta dan mengalami kenaikan sebesar 42.43 persen pada tahun 2010 dengan nilai ekspor menjadi USD 3231 juta. Dari tahun 2006 ekspor RBD Olein mengalami tren kenaikan setiap tahunnya, namun pada tahun 2010 volume ekspornya mengalami penurunan sebesar 9.35 persen dibandingkan tahun 2009. 70 Tabel 18. Perkembangan Ekspor RBD Olein Indonesia Tahun 2006 – 2010 Tahun Ekspor Ton Perkembangan Nilai USD 2006 2 614 239 1 788 516 749 2007 3 692 092 41.23 2 525 922 205 2008 3 831 411 3.77 3 600 652 156 2009 4 107 638 7.21 2 769 650 039 2010 3 723 508 -9.35 3 231 401 190 Sumber : Kementerian Perindustrian, 2011 RBD Stearin merupakan bahan baku industri margarin, shortening, CBS, vegetable ghee dan produk pangan lainnya. Volume ekspor stearin cukup besar mencapai 1.4 juta ton pada tahun 2010. Besarnya volume ekspor RBD Stearin ini menunjukkan peluang pasar yang cukup besar di pasar luar negeri. Ekspor RBD stearin selama tahun 2006 sampai 2010 berfluktuasi, namun mempunyai kecenderungan naik rata-rata sebesar 3.34 persen per tahun. Perkembangan ekspor RBD Stearin Indonesia tahun 2006 sampai 2010 disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Perkembangan Ekspor RBD Stearin Indonesia Tahun 2006-2010 Tahun Ekspor Ton Perkembangan Nilai USD 2006 1 389438 399 158 054 2007 936 135 -32.62 592 398 419 2008 1 121 388 19.79 882 484 586 2009 1 554 304 38.61 862 043 049 2010 1 361 530 -12.40 1 115 880 438 Sumber: Kementerian Perindustrian, 2011 Indonesia merupakan negara pengeskpor fatty acid. Perkembangan ekspor dan impor fatty acid Indonesia disajikan pada Tabel 20. Selama tahun 2003 sampai dengan tahun 2010 ekspor fattty acid meningkat 15.23 persen per tahun. Negara tujuan ekspor fatty acid di kawasan Asia adalah Jepang, Hongkong, Korea, Taiwan, China, Thailand dan India. Tujuan ekspor di kawasan Afrika adalah Kenya, Sudan, Tanzania, Tunisia, dan Morocco, di kawasan Eropa adalah Belanda, Jerman, Spayol dan Swedia dan di kawasan Amerika adalah Meksiko, Brazil dan Kanada. Perilaku ekspor fatty acid dipengaruhi harga bahan bakunya sejalan dengan perilaku produksi fatty acid. Walaupun di Indonesia telah ada produsen fatty acid, namun impor fatty acid juga terjadi. Impor tersebut diduga dari pengguna fatty acid di dalam negeri yang menggunakan fatty acid berbahan baku tallowbase untuk mendapatkan kualitas tertentu pada produk akhir yang berbeda dari fatty acid produksi Indonesia yang menggunakan bahan baku PKO dan palm stearin.