PENDAHULUAN Evaluasi Kebijakan Ekonomi Ekspor Minyak Sawit Dan Produk Turunannya Ke Pasar Amerika Serikat
3 Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128PMK.0112011 tentang
Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Berdasarkan peraturan tersebut, untuk harga referensi CPO sampai USD 750 per
ton, tarif Bea Keluar sebesar 0 persen dan tarif Bea Keluar di atas mengalami perubahan setiap kenaikan harga referensi sebesar USD 50 per ton. Untuk kondisi
harga referensi CPO yang berkisar antara USD 1000 – 1050, maka tarif Bea Keluar CPO dan produk turunannya berdasarkan peraturan baru adalah sebagai
berikut: CPO sebesar 15 persen, RBD Refined Bleached DeodorizedPalm Olein sebesar 7 persen, RBD Palm Oil 5 peren, RBD Palm Stearin 5 persen dan Biofuel
sebesar 2 persen seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1. Dalam rangka lebih meningkatkan kegiatan investasi langsung di industri hilir kelapa sawit guna
mendorong pertumbuhan ekonomi, serta untuk pemerataan pembangunan dan percepatan pembangunan bagi usaha tertentu, pada tahun 2011 pemerintah juga
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 522011 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Atau
Daerah-Daerah Tertentu. Berdasarkan peraturan tersebut, Perusahaan yang menanamkan modal di industri kelapa sawit diberikan fasilitas pajak penghasilan
sebagai berikut:
1. Pengurangan penghasilan neto sebesar 30 persen dari jumlah penanaman modal, dibebankan selama enam tahun, masing-masing sebesar 5 persen per
tahun 2. Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat
3. Pengenaan pajak penghasilan atas deviden yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10 persen atau tarif yang lebih rendah menurut
persetujuan penghindaran pajak berganda yang berlaku 4. Kompensasi kerugian yang lebih lama dari lima tahun tetapi tidak lebih dari
10 tahun. Tabel 1. Tarif Bea Keluar Produk Minyak Sawit Indonesia Harga Referensi
USD 1000 – 1050
Produk Peraturan Menteri Keuangan RI
No. 752012
CPO 15 RBD Palm Olein
7 RBD Palm Oil
5 RBD Palm Stearin
5 Biodiesel 2
Sumber: Kementerian Keuangan RI, 2012 Dengan adanya kedua peraturan tersebut, pemerintah mengharapkan mulai
tahun 2012 terjadi peningkatan ekspor produk turunan CPO yang bernilai tambah yang lebih tinggi dan berkembangnya industri hilir kelapa sawit di Indonesia.
Keberhasilan di atas pada akhirnya akan meningkatkan devisa negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Berdasarkan
data Malaysia Palm Oil Council
MPOC tahun 2010, 2011 dan 2012 tujuan ekspor terbesar minyak dan produk sawit Indonesia dan
Malaysia adalah Asia Pasifik dan Afrika. Pada tahun 2012 saja ekspor Indonesia ke Asia Pasifik dan Afrika sebesar 3.67 juta ton dan 1.37 juta ton, sementara
4 Malaysia sebesar 6.38 juta ton dan 1.53 juta ton. Untuk pasar ekspor ke kawasan
Amerika, Indonesia kalah jauh dari Malaysia yang mampu mengekspor minyak sawit sebesar 1.1 juta ton sedangkan Indonesia hanya 341 ribu ton. Hal ini
menunjukkan bahwa tarif bea keluar minyak sawit Indonesia dan produk turunannya berdasarkan kebijakan tarif bea keluar sebelumnya belum mampu
meningkatkan daya saing produk sawit Indonesia,walaupun harga produk minyak sawit Indonesia lebih rendah dibandingkan harga minyak sawit malaysia yang
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan Volume Ekspor dan Harga Minyak Sawit Indonesia dan Malaysia
Kawasan Volume Ekspor Minyak Sawit ’000 Ton
2010 2011 2012 Indonesia Malaysia Indonesia Malaysia Indonesia Malaysia
Asia Pasifik 2 857
5 717 3 476
6 985 3 666
6 381 Timur Tengah
845 2 123
586 2 054
843 1 583
Afrika 1 176
1 335 1 328
1 662 1370
1 530 Amerika
184 1 237
329 1 244
341 1 125
Harga rata- rataton US
871.0 867.5 1 041.9 1
076.5 920.7 939.8 Sumber: MPOC, 2013 USDA, 2013
Harga rata-rata minyak sawit Indonesia sejak tahun 2011 sampai 2012 berturut-turut sebesar USD 1 041.9 dan USD 920.7 per ton dimana harganya
lebih rendah dibandingkan harga minyak sawit Malaysiaberturut-turut USD 1 076.5 dan USD 939.8 per ton dengan selisih harga yang terus mengalami fluktuasi.
Pada tahun 2010 selisih harga rata-rata minyak sawit Indonesia dan Malaysia adalah USD 3.5 per ton, pada tahun 2011 sebesar USD 34.6 dan tahun 2012
sebesar USD 19.1 per ton.
Tabel 3. Perbandingan Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia dan Malaysia ke Amerika Serikat
Negara Volume Ekspor ’000 ton
2010 2011 2012 Jumlah Jumlah Jumlah
Indonesia 37 3.47 31 2.85 42 3.92 Malaysia
1 028 96.53
1 055 97.15
1 029 96.08
Total 1
065 100 1 086
100 1 071 100
Nilai Ekspor USD ’000
Indonesia 32 899
33 015 38 547
Malaysia 891 790
1 135 707 967 430
Sumber: MPOC, 2013 Kemendag, 2013 diolah
Pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa untuk pangsa pasar Amerika Serikat, pada tahun 2012 saja Malaysia menguasai pasar ekspor kelapa sawit dan produk
turunan sebesar 96.08 persen dengan nilai perdagangan sebesar USD 967.4 juta sedangkan produk Indonesia hanya memperoleh 3.92 persen dengan nilai
perdagangan hanya sebesar USD 38.5 juta dari total volume ekspor kedua negara
5 atau Malaysia menguasai 85 persen pasar ekspor minyak sawit ke Amerika
Serikat. Volume ekspor Indonesia ke Amerika Serikat sempat mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 3.85 persen, namun mengalami peningkatan
pada tahun 2012. Apabila Indonesia mampu meningkatkan ekspor minyak sawit dan produk turunannya ke Amerika Serikat dengan volume dan nilai yang besar
akan meningkatkan penerimaan devisa negara dan secara langsung akan meningkatkan pengembangan industri hilir kelapa sawit, selain itu pasar Amerika
Serikat akan menjadi pintu masuk untuk memudahkan produk sawit Indonesia masuk pasar negara-negara Amerika Selatan. Disamping itu pasar ekspor minyak
sawit Indonesia perlu ditingkatkan untuk mengatasi kelebihan produksi minyak sawit Indonesia yang diperkirakan akan mencapai produksi 40 juta ton pada tahun
2020. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian untuk menganalisis perkembangan dan potensi ekspor minyak sawit Indonesia dan produk turunannyake Amerika
Serikat.
Perumusan Masalah
Selama sepuluh tahun terakhir total volume ekspor Indonesia ke Amerika Serikat berfluktuatif. Berdasarkan data BPS yang diperlihatkan pada Tabel 4, pada
tahun 2008 nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat adalah USD 13 037 juta dengan kontribusi 9.51 persen dari total ekspor. Jika dibandingkan dengan nilai
ekspor tahun 2007, peningkatan ekspor sebesar 12.25 persen ini disebabkan oleh membaiknya perkekonomian Amerika Serikat sehingga penyerapan produk impor
dari Indonesia juga mengalami peningkatan.
Tabel 4. Total Volume dan Nilai Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat
Tahun Volume Ton
Pertumbuhan Nilai USD Ribu
2002 6 542 820
7 558 636 2003
6 832 794 0.04
7 373 740 2004
7 371 006 0.08
8 767 280 2005
7 156 254 -0.03
9 868 476 2006
8 362 288 0.17
11 232 103 2007
8 550 450 0.02
11 614 230 2008
8 125 390 -0.05
13 036 867 2009
5 674 208 -0.30
10 850 023 2010
6 413 100 0.13
14 266 600 2011
4 879 500 -0.24
16 459 100 Rata-rata
6 990 781 -0.02
11 102 705 Sumber: BPS, 2012
Pada 2009 Indonesia hanya mampu meraih nilai ekspor sebesar USD 10 850 juta dengan kontribusi 9.31 persen dari total ekspor. Dibandingkan dengan
nilai ekspor tahun 2008, ekspor Indonesia mengalami penurunan sebesar 16.77 persen. Penurunan nilai ekspor di atas disebabkan oleh penurunan perekonomian
Amerika Serikat yang disebabkan oleh krisis keuangan di Amerika Serikat yang mengakibat berkurangnya penyerapan produk impor dari Indonesia baik dari
sektor migas maupun non migas. Sampai tahun 2011 nilai ekspor Indonesia ke
6 Amerika Serikat terus mengalami peningkatan dengan kontribusi 31.48 persen
2010 dan 15.37 persen 2011 dari total ekspor Indonesia, namun mengalami penurunan dari volume ekspor. Penurunan volume ekspor ke Amerika Serikat
disebabkan oleh terjadinya peningkatan nilai ekspor Indonesia yang cukup besar ke negera-negara ASEAN dan Asia terutama Cina dan Korea Selatan.
Dari sisi ekspor minyak sawit dan produk turunannya ke Amerika Serikat, ekspor Indonesia sangat kecil jika dibandingkan dengan Malaysia. Hal ini cukup
ironis dimana Indonesia sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia namun hanya menguasai sekitar 3 persen dari total pangsa pasar minyak sawit ke
Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh belum adanya lembaga khusus yang mewakili industri kelapa sawit Indonesia di Amerika Serikat, dan Indonesia tidak
melakukan promosi yang rutin untuk menjaga citra positif dari minyak sawit Indonesia dan produk turunannya Kardiman, 2011. Selain itu, kebijakan non
tarif yang diterapkan oleh pemerintah Amerika Serikat serta isu lingkungan turut menjadi kendala peningkataan volume ekspor minyak sawit Indonesia ke Amerika
Serikat. Padahal peluang ekspor minyak sawit dan produk turunannya ke Amerika Serikat masih sangat terbuka lebar karena permintaan minyak nabati di pasar
Amerika Serikat cukup besar dalam bentuk oleokimia dasar dan turunannya seperti fatty acid, metil ester, gliserol, fatty alcohol, dan berbagai macam produk
surfaktan. Amerika Serikat merupakan pasar yang cukup besar dengan jumlah penduduk terbesar ketiga di dunia. Untuk minyak makan saja pasar Amerika
serikat mengkonsumsi minyak nabati sebesar 9.5 juta ton pada tahun 2010 dan belum mencakup bahan baku untuk industri oleokimia dan bio-energi seperti
biodiesel.
Dari Tabel 5 terlihat bahwa pada tahun 2010 konsumsi minyak nabati rumah tangga dan industri Amerika Serikat adalah 13.26 juta ton, sedangkan
produksi dalam negerinya hanya 10.11 juta ton yang berasal dari minyak kedelai Soybean oil sebesar 8.69 juta ton, minyak jagung Corn oil sebesar 1.11 juta ton
dan minyak biji kapas Cottonseed oil sebesar 305 juta ton. Dengan demikian, Amerika Serikat mengimpor 3.14 juta ton minyak nabati untuk memenuhi
kebutuhan minyak nabati domestiknya yang bersumber dari minyak sawit 97.35 persen, minyak kedelai 2.14 persen, minyak jagung 0.2 persen dan minyak
biji kapas 0.26 persen. Tabel 5. Produksi dan konsumsi minyak nabati Amerika Serikat Ribu Ton
Jenis Minyak nabati
2009 2010 Produksi Konsumsi Produksi Konsumsi
Cottonseed Oil
285 13 866
305 13 262
Soybean Oil 8 711
8 699 Corn Oil
1 090 1 115
Total 10 086
10 119
Sumber: Biro Sensus Amerika Serikat, 2010 Populasi 2010 = 308 745 538, Populasi Feb 2012 = 312 955 603
Kebutuhan minyak nabati pasar Amerika pada masa yang akan datang cukup besar, dengan konsumsi per kapita 42.96 kg pada tahun 2010, maka pada
tahun 2012 konsumsi masyarakat Amerika Serikat akan minyak nabati mencapai
7 13.4 juta ton sedangkan produksi minyak nabati Amerika Serikat hanya sekitar
10.1 juta ton 2010 yang berasal dari minyak kedelai 8.7 juta ton, minyak jagung 1.16 juta ton dan minyak biji kapas 305 ribu ton, sehingga ada peluang
untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati AS sebesar 3.3 juta ton oleh negara produsen minyak nabati. Selain itu kebijakan ”Green Car” pada industri otomotif
Amerika Serikat yang mewajibkan industri otomotif untuk memproduksi kendaraan ramah lingkungan yang menggunakan bahan bakar nabati biofuel
akan turut meningkatkan konsumsi minyak nabati, salah satunya minyak sawit yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel. EPA Environmental
Protection Agency
Amerika Serikat pada awal tahun 2012 mengeluarkan notifikasi yang meramalkan bahwa kebutuhan biodiesel Amerika Serikat mulai
tahun 2022 adalah 5.5 juta ton per tahun dan 1.5 juta ton di antaranya akan dipasok dari
CPO. Ini merupakan peluang pasar yang cukup besar bagi negara-
negara penghasil minyak nabati termasuk Indonesia. Walaupun Amerika Serikat merupakan penghasil minyak kedelai ketiga
terbesar di dunia dengan pangsa pasar 11.46 persen setelah Argentina dan Brazil, ekspor minyak sawit Indonesia dan produk turunannya masih sangat berpeluang
masuk ke Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan harga minyak sawit dan produk turunannya lebih rendah dibandingkan dengan harga minyak nabati lainnya
sehingga harganya lebih kompetitif seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2 dan 3.
Sumber: World Bank dan IMF 2013 diolah
Gambar 2. Pergerakan harga minyak nabati di pasar dunia.
8 Fluktuasi harga produk turunan minyak sawit juga cenderung mengikuti
tren perubahan harga minyak sawit CPO. Selama tahun 2008 – 2009 harga Palm Methyl Ester
PME dibawah Soybean Methyl Ester SME yang banyak terdapat di negara Amerika dan Rapeseed Methyl Ester RME yang banyak terdapat di
negara Eropa. Dari aspek harga dan bahan baku daya saing produk turunan minyak sawit Indonesia cukup baik di pasar dunia. Pada tahun 2022 harga minyak
sawit diramalkan berkisar USD 550ton sedangkan harga minyak kedelai berkisar USD 725 per ton, hal ini juga memperlihatkan bahwa harga minyak sawit masih
sangat kompetitif untuk masa yg akan datang.
Pasar ekspor minyak sawit dan produk turunannya ke Amerika Serikat selama ini dikuasai oleh Malaysia, padahal produsen minyak sawit terbesar di
dunia adalah Indonesia. Perkembangan ekspor minyak sawit Indonesia selama ini banyak dipengaruhi oleh konsumsi dalam negeri, dalam rangka mencapai
kestabilan harga sehingga konsistensi kebijakan ekspor tidak terlalu baik dibandingkan dengan Malaysia Purwanto, 2002. Untuk itu perlu dilakukan
kajian lebih lanjut untuk membandingkan kebijakan-kebijakan perdagangan yang mempengaruhi perkembangan ekspor minyak sawit dan produk turunannya antara
Indonesia dan Malaysia yang merupakan produsen terbesar minyak sawit dunia.
Sumber: MPOB, 2012
Gambar 3. Perkembangan Harga SME, PME dan RME di Pasar Dunia Dengan target produksi minyak sawit 40 juta ton pada tahun 2020 dan
permintaan domestik hanya sekitar 20 juta ton, Indonesia perlu meningkatkan ekspor dan mencari pasar baru untuk minyak sawit dan produk turunannya agar
tidak terjadi kelebihan penawaranexcess supply minyak sawit, salah satunya pasar Amerika Serikat. Salah satu faktor yang menentukan peluang peningkatan
ekspor minyak sawit Indonesia adalah terjadinya perubahan konsumsi minyak nabati dunia yang makin memperbesar pangsa konsumsi minyak sawit Saragih,
1998. Selain itu juga adanya pengalihan konsumsi masyarakat dari minyak
9 kedelai ke minyak sawit di beberapa negara. Dengan terjadinya peningkatan
ekspor minyak sawit Indonesia ke Amerika Serikat akan memudahkan produk sawit Indonesia untuk memasuki pasar ke negara-negara di kawasan Amerika
lainnya dan pada akhirnya akan meningkatkan devisa nasional yang berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Indonesia perlu memperluas pasar seperti ke Amerika Serikat untuk meningkatkan ekspor minyak sawit dan produk turunnannya dan tidak hanya
bergantung pada pasar ekspor konvensional Cina, India dan Eropa. Apabila Eropa mengalami krisis ekonomi, ekspor minyak sawit Indonesia ke Eropa akan
mengalami penurunan yang juga terimbas ke penurunan permintaan minyak sawit oleh Cina. Hal ini terbukti dari data BPS pada tahun 2012 bahwa ekspor non
migas Indonesia hanya mencapai USD 153.1 Milyar atau hanya mengalami pertumbuhan sebesar 5.52 persen, sedangkan secara nasional Indonesia
mengalami defisit ekspor sebesar USD 1.6 Milyar. Gejala penurunan ekspor minyak sawit Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor konvensional akibat krisis
ekonomi Eropa sudah mulai terlihat sejak tahun 2010 seperti telihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Volume Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke Pasar Konvensional
Negara Volume Ekspor Minyak Sawit ’000 Ton
2007 2008 2009 2010 2011
Cina 1 441.1
1 766.9 2 645.4
2 174.4 2 032.8
India 3 305.7
4 789.7 5 496.3
5 290,9 4 980
Belanda 829.3
1 295.9 1 364.3
1 197.3 873
Jerman 504.9 404.8 461.5 379.3 2 636
Sumber: BPS, 2012 Selain itu, dengan memperluas pasar ke Amerika Serikat diversifikasi
pasar akan mempermudah atau menjadi pintu gerbang bagi ekspor produk sawit Indonesia ke negara-negara Amerika Latin. Berdasarkan data USDA 2014
konsumsi minyak sawit Brazil, Mexico dan Kolombia dari tahun 2007 sampai 2013 terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan konsumsi minyak sawit
masing-masing negara sebesar 52.38 persen, 40.79 persen dan 98.95 persen. Dari sisi impor minyak sawit, negara-negara tersebut juga mengalami peningkatan
sejak tahun 2007. Pada tahun 2013 impor minyak sawit negara Brazil, Mexico dan Kolombia mengalami kenaikan masing-masing 42.41 persen, 37.61 persen dan
420.83 persen dibandingkan dengan tahun 2007 Tabel 7. Ini juga menunjukkan negara Amerika Latin berpotensi menjadi negara tujuan untuk peningkatan ekspor
minyak sawit Indonesia.
Menurut Purwanto 2002, perilaku ekspor minyak sawit di Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkembangan produksi dan pajak ekspor. Peningkatan
produksi dan penurunan pajak ekspor memberikan dampak yang positif bagi ekspor minyak sawit Indonesia. Selain itu, kegiatan promosi dan pemasaran akan
ikut mempengaruhi ekspor produk minyak sawit Indonesia dan produk turunannya. Selama ini Indonesia lemah dalam hal promosi dan pemasaran
minyak sawit keluar negeri dikarenakan sibuk dengan urusan minyak sawit dalam negeri sehingga tidak fokus kegiatan promosi ke pasar luar negeri. Padahaldi era
globalisasi saat ini diperlukan langkah-langkah baru untuk meningkatkan volume ekspor nasional. Sebelum menyusun langkah-langkah tersebut, perlu dirumuskan
10 faktor-faktor penting yang mempengaruhi peningkatkan ekspor minyak sawit dan
produk turunannya ke Amerika Serikat.
Tabel 7. Volume Konsumsi dan Impor Minyak Sawit Negara Amerika Latin Tahun
Konsumsi Minyak Sawit Ribu Ton Brazil Mexico
Kolombia 2007 315 380 475
2008 340 412 577 2009 375 436 737
2010 400 459 787 2011 462 504 890
2012 493 545 885 2013 480 535 945
Impor Minyak Sawit Ribu Ton 2007 158 327 24
2008 128 359 44 2009 156 370 106
2010 181 373 103 2011 227 440 133
2012 250 462 121 2013 225 450 125
Sumber: USDA, 2014
Tujuan Penelitian
Dari penjelasan pada bagian latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan umum penelitian ini adalah melakukan evaluasi
kebijakan ekonomi terhadap ekspor minyak sawit dan produk turunannya ke pasar Amerika Serikat, sedangkan tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut :
1 Mengidentifikasi dan menganalisis perkembangan produksi, konsumsi domestik dan potensi ekspor minyak sawit Indonesia dan produk turunannya
ke Amerika Serikat. 2 Mengevaluasi faktor-faktor ekonomi pajak ekspor, nilai tukar, kebijakan
produksi yang mempengaruhi peningkatan volume ekspor minyak sawit Indonesia dan produk turunannya ke Amerika Serikat
3 Membandingkan kebijakan perdagangan kelapa sawit dan produk turunannya antara Indonesia dan Malaysia sebagai negara pesaing memasuki pasar
Amerika Serikat. 4 Merekomendasikan kebijakan peningkatan volume ekspor minyak sawit
Indonesia dan produk turunannya ke Amerika Serikat.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian evaluasi kebijakan ekonomi terhadapekspor minyak sawit Indonesia dan produk turunannya ke Amerika Serikatini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut :
11 1 Sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan strategi peningkatan ekspor
minyak sawit Indonesia dan produk turunannya ke Amerika Serikat. 2 Sebagai bahan pertimbangan tambahan bagi pemerintah untuk membuat
kebijakan peningkatan ekspor minyak sawit dan produk turunannya. 3 Sebagai rujukan pembanding dan stimulan bagi penelitian yang terkait
dengan pengembangan eksporminyak sawit dan produk turunnanya.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mengevaluasi kebijakan ekonomi terhadap ekspor minyak sawit Indonesia dan produk turunannya ke Amerika serikat. Adapun ruang
lingkup dan keterbatasan penelian adalah sebagai berikut: 1.
Komoditas dibatasi pada minyak sawit dan produk turunannya hasil produksi Indonesia.
2. Wilayah ekspor minyak sawit dan produk turunannya yang diteliti hanya
untuk pasar Amerika Serikat 3.
Identifikasi dan analisis perkembangan produksi, konsumsi domestik dan potensi ekspor minyak sawit Indonesia dan produk turunannya ke Amerika
Serikat. 4.
Evaluasi faktor-faktor pajak ekspor, nilai tukar, kebijakan produksiyang mempengaruhi peningkatan ekspor minyak sawit Indonesia dan produk
turunannya ke Amerika Serikat. 5.
Pada penelitian ini tidak membahas secara mendalam isu lingkungan terhadap ekspor produk sawit Indonesia.
6. Perbandingan kebijakan perdagangan kelapa sawit dan produk turunannya
antara Indonesia dan Malaysia 7.
Rekomendasi kebijakan peningkatan volume ekspor minyak sawit Indonesia dan produk turunannya ke Amerika Serikat.
Hasil Yang diharapkan
Hasil yang diharap dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Deskripsi perkembangan produksi, konsumsi domestik dan potensi ekspor
minyak sawit Indonesia dan produk turunannya ke Amerika Serikat. 2. Faktor-faktor ekonomi pajak ekspor, nilai tukar, kebijakan produksiyang
mempengaruhi peningkatan volume ekspor minyak sawit Indonesia dan produk turunannya ke Amerika Serikat
3. Analisis deskripsi perbandingan kebijakan perdagangan kelapa sawit dan produk turunannya antara Indonesia dan Malaysia.
4. Rekomendasi kebijakan peningkatan volume ekspor minyak sawit Indonesia dan produk turunannya oleofood, oleochemical dan bioenergy ke Amerika
Serikat.
12
Kebaruan dan Kontribusi Penelitian
Kebaruan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan metoda analisis deskriptif Structure, Conduct and
Performance untuk membandingkan industri sawit dan kebijakan
perdagangan kelapa sawit dan produk turunannya antara Indonesia dan Malaysia untuk pasar Amerika Serikat.
2. Pengembangan model peningkatan ekspor minyak sawit Indonesia dan produk turunannya ke Amerika Serikat dengan menggunakan persamaan
simultan. 3. Tersusunnya rekomendasi kebijakan peningkatan ekspor minyak sawit
Indonesia dan produk turunannya ke Amerika Serikat. Kontribusi hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
kepada pemerintah khususnya Kementrian Perdagangan dalam penyusunan program peningkatan ekspor komoditas minyak sawit Indonesia dan produk
turunannya ke Amerika Serikat.
13