Undang Undang Nomor 30 Tahun 2007

174 2. Menetapkan langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka peningkatan ekspor dan peningkatan investasi; 3. Mengkaji dan menetapkan langkah-langkah penyelesaian permasalahan strategis yang timbul dalam proses peningkatan ekspor dan peningkatan investasi; 4. Melakukan deregulasi dan debirokratisasi ekonomi, keterpaduan promosi pariwisata, perdagangan dan investasi, serta peningkatan penggunaan produksi dalam negeri. Peraturan ini juga menyatakan ketentuan tentang pembentukan Kelompok Kerja Pokja oleh Ketua Harian Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang diketuai oleh seorang Menteri. Ketua Harian dan Ketua Pokja dalam melaksanakan tugasnya dapat melibatkan MenteriKepala Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Daerah, serta Pimpinan Lembaga lain yang terkait serta pihak - pihak lain yang terdiri dari para pakar, akademisi, praktisi, asosiasi profesi, asosiasi pengusahaperusahaan dan lembaga swadaya masyarakat terkait yang dipandang perlu.

17. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006

Tentang Kebijakan Energi Nasional Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 merupakan dasar penetapan Kebijakan Energi Nasional sebagai pedoman dalam pengelolaan energi nasional untuk menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Kebijakan Energi Nasional bertujuan untuk mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Sasaran Kebijakan Energi Nasional yang tertuang dalam peraturan ini adalah: a. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 satu pada tahun 2025. b. Terwujudnya energi mix yang optimal pada tahun 2025, yaitu peranan masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional: 1 Minyak bumi menjadi kurang dari 20 dua puluh persen. 2 Gas bumi menjadi lebih dari 30 tiga puluh persen. 3 Batubara menjadi lebih dari 33 tiga puluh tiga persen. 4 Bahan bakar nabati biofuel menjadi lebih dari 5 lima persen. 5 Panas bumi menjadi lebih dari 5 lima persen. 6 Energi baru dan energi terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya, dan tenaga angin menjadi lebih dari 5 lima persen. 7 Batubara yang dicairkan liquefied coal menjadi lebih dari 2 dua persen. Peraturan ini memberi wewenang kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan Blueprint Pengelolaan Energi Nasional setelah dibahas dalam Badan Koordinasi Energi Nasional yang memuat sekurang-kurangnya : 1 Kebijakan mengenai jaminan keamanan pasokan energi dalam negeri; 2 Kebijakan mengenai kewajiban pelayanan publik public service obligation; dan 175 3 Pengelolaan sumber daya energi dan pemanfaatannya. Blueprint ini menjadi dasar bagi penyusunan pola pengembangan dan pemanfaatan masing-masing jenis energi.

18. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006

Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Biofuel Sebagai Bahan Bakar Lain Instruksi ini ditetapkan presiden dalam rangka percepatan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati biofuel sebagai bahan bakar lain. Instruksi ini ditujukan kepada 13 Menteri serta Gubernur dan WalikotaBupati agar mengambil langkah- langkah untuk melaksanakan percepatan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati biofuel sebagai bahan bakar lain, meliputi : 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; 3. Menteri Pertanian; 4. Menteri Kehutanan; 5. Menteri Perindustrian; 6. Menteri Perdagangan; 7. Menteri Perhubungan; 8. Menteri Negara Riset dan Teknologi; 9. Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; 10. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara; 11. Menteri Dalam Negeri; 12. Menteri Keuangan; 13.Menteri Negara Lingkungan Hidup; 14. Gubernur; 15. BupatiWalikota.