Energi Bahan Bangunan T
36
Dalam memilih bahan bangunan, yang harus dipertimbangkan pertama kali adalah energi yang terkuras dalam proses pembangunan tersebut. Besarnya energi
yang digunakan akan berpengaruh pada tingkat ramah lingkungan suatu bangunan Moughtin, 2005. Berdasarkan kandungan energinya, bahan bangunan terbagi ke
dalam tiga kelompok; rendah, sedang, dan tinggi. Kandungan energi bahan bangunan diukur dalam kilowatt-jam per kilogram, sebagaimana Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan energi bahan bangunan Moughtin, 2005
Bahan Kandungan Energi KWhKg
Bahan Berenergi Rendah Pasir, agregat
Kayu Beton
Batako Beton Ringan
Bahan Berenergi Sedang Eternit
Batu Bata Kapur
Semen Mineral Fibre
Kaca Porselain Perlengkapan Sanitasi
Bahan Berenergi Tinggi Plastik
Baja Timbal
Besi Tembaga
Alumunium 0.01
0.1 0.2
0.4 0.5
1.0 1.2
1.5 2.2
3.9 6.0
6.1
10.0 10.0
14.0 15.0
16.0 56.0
Kandungan energi suatu bahan bangunan berkaitan dengan dampaknya terhadap lingkungan. Misalnya, energi yang terkandung pada tanah, lumpur, atau
tanah liat adalah nol, namun ketika dibakar menjadi batu bata akan menjadi 0,4 – 1,2 kWhkg. Umumnya, semakin kecil kandungan energinya, maka semakin kecil
pula polusi yang dihasilkan. Pertimbangan lain dalam pemilihan bahan bangunan ramah lingkungan adalah energi yang dihabiskan untuk memindahkan bahan
tersebut dari tempat pengolahan ke tempat pembangunan. Misalnya, kayu, energi yang dihabiskan untuk mengangkut kayu dari hutan mungkin akan lebih besar
dari energi yang terkandung dalam kayu itu sendiri. Dengan demikian pembuatan bangunan ramah lingkungan dapat melibatkan bahan-bahan lokal, satu-satunya
kendala adalah ketersediaannya Amourgis, 1991.
37
Bangunan-bangunan tersebut dapat menghemat energi selama masa pemakaiannya. Pohon merupakan unsur penyerap karbon yang juga banyak
digunakan dalam dalam suatu bangunan, maka pelestarian pohon merupakan hal yang sangat penting. Dengan menyeimbangkan penanaman pohon dan emisi
karbon yang digunakan saat membuat suatu bangunan, maka pengembangan bangunan dapat berjalan dengan sehat dan lancar. Misalnya, rumah biasa dengan
tiga kamar tidur menghabiskan energi sebesar 20 ton karbondioksida dan membutuhkan 20 pohon selama periode 40 tahun Moughtin, 2005. Perencanaan
penanaman pohon dapat menghasilkan suatu gerakan baru bagi ketahanan lingkungan. Namun, pemakaian energi adalah satu-satunya dampak dari suatu
pembangunan. Proses alami yang seimbang ditandai dengan adanya siklus alam yang menghasilkan sedikit limbah dan sampah. Analogi siklus dan proses alam
telah menjadi pemicu bagi pengembangan teknik penilaian siklus kehidupan LCA-life cycle assessment. LCA atau tolak ukur polusi dan kehijauan
merupakan desain pembangunan yang memiliki metode yang paling sesuai dengan desain ekologis.
Energi dibutuhkan mulai dari pengambilan material bahan bangunan tersebut di alam, proses pembuatan, pengangkutan, pemasangan, pemeliharaan
sampai pembongkarannya. Dalam proses menghasilkan energi tersebut akan mengeluarkan emisi CO2 yang berpotensi mempengaruhi perubahan iklim
globlal. Oleh karena itu perlu dipikirkan media penyimpan CO2 tersebut baik di tanaman, tanah sampai air. Proses pemanfaatan energi, pelepasan emisi CO2
sampai penyimpanannya dinamakan tolak ukur energi energy footprint . Sabbarudin 2011 menyatakan bahwa kebutuhan energi konstruksi yang
dianggap wajar untuk bangunan perumahan adalah 240 kWhm2.