134
Pengembangan permukiman dengan pola rusunawa ramah lingkungan sendiri melibatkan banyak pihak terkait dalam pelaksanaannya. Para pihak
stakeholders tersebut terdiri dari institusi pemerintah, pihak swasta, masyarakat, hingga akademisi yang terkait dengan permasalahan pengembangan permukiman,
khususnya rusunawa ramah lingkungan. Selain aktor pelaksana, pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan juga memiliki berbagai kendala
yang harus dipecahkan dan diselesaikan secara tuntas dan terpadu. Guna menggambarkan keadaan dan memecahkan berbagai permasalahan tersebut,
diperlukan suatu proses pengkajian sistem pengembangan rusunawa yang dapat menghasilkan model struktural yang memotret kompleksitas sistem yang dikaji.
Teknik interpretive structural modelling ISM dapat digunakan untuk keperluan pengkajian tersebut. Teknik ini menganalisis elemen sistem dan
menyajikannya dalam bentuk grafikal setiap hubungan langsung dari elemen sistem dan hierarkinya. Elemen sistem dapat berupa objek kebijakan, tujuan
program, dan lain-lain tergantung dari tujuan pemodelannya. Sedangkan hubungan langsung dapat bervariasi dalam suatu konteks yang mengacu pada
hubungan kontekstual antar elemen yang dianalisis. Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan melalui survai pakar menggunakan teknik ISM, diperoleh 2
dua elemen untuk penyusunan model pengembangan rusunawa yang terdiri dari: 1. Pelaku yang terlibat dalam pelaksanaan pengembangan rusunawa ramah
lingkungan; 2. Kendala utama dalam pencapaian pengembangan rusunawa ramah lingkungan.
Kedua elemen tersebut masing-masing selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah sub-elemen. Pada setiap elemen dilakukan pembagian menjadi sejumlah
sub-elemen sampai memadai. Identifikasi hubungan kontekstual antar sub-elemen dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan responden pakar. Struktur sub-
elemen dalam suatu elemen akan diuraikan sebagai berikut di bawah ini.
4.6.1 Elemen Pelaku atau Institusi Terkait Sistem Pengembangan
Rusunawa Melalui Konstruksi Ramah Lingkungan
Komponen sub-elemen pelaku yang terlibat dalam pelaksanaan pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan terdiri dari: 1
135
Pemerintah Pusat; 2 Pemerintah Provinsi; 3 Pemerintah Kota Batam; 4 Kementerian Pekerjaan Umum; 5 Kementerian Perumahan Rakyat; 6 Dinas
Pekerjaan Umum; 7 pengelola rusunawa; 8 pelaku usaha; 9 akademisi; 10 praktisi; 11 masyarakat; 12 Lembaga Swadaya Masyarakat. Secara
operasional, pemerintah pusat diwakili oleh sektor yang paling terkait dengan pengembangan rusunawa ramah lingkungan, yaitu Bappenas Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional dan Kementerian Keuangan. Kedua lembaga ini sebagai wakil pemerintah pusat, sangat berperan dalam merencanakan dan
menganggarkan pengembangan rusunawa ramah lingkungan di tingkat pusat. Penilaian pakar terhadap hubungan kontekstual antar sub-elemen komponen
pelaku yang terlibat dalam pelaksanaan pengembangan rusunawa. Tabel 39 memperlihatkan bahwa sub-elemen Kementerian Pekerjaan Umum dan
Kementerian Perumahan Rakyat menjadi sub-elemen kunci dari elemen pelaku karena mempunyai daya pendorong paling besar dan tingkat ketergantungan
paling rendah. Hal ini memberikan makna bahwa dalam pengembangan rusunawa ramah lingkungan, pelaku yang paling menentukan adalah Kementerian Pekerjaan
Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat. Hasil temuan ini mengindikasikan bahwa untuk mendorong pengembangan rusunawa ramah lingkungan harus
diberikan perhatian yang lebih fokus kepada kedua sub-elemen ini sedemikian
rupa sehingga pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan menjadi fokus program kedua kementerian tersebut.
Tabel 39 Matriks interaksi tunggal terstruktur SSIM elemen pelaku
No. 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 1
V V A A V V V V V V V 2
O O O O V O V O V V 3
A A O V V O A V V 4
O V V V V V V V 5
V V V V V V V 6
V V O X V V 7
O V O X X 8
O X V V 9
O V V 10
V V
11 X
12
136
Keterangan: No. 1 sampai dengan 12 adalah sub-elemen 1 sampai dengan sub-elemen 12
V = jika sub-elemen ke-i baris lebih penting dari sub-elemen ke-j kolom A = jika sub-elemen ke-j lebih penting dari sub-elemen ke-i
X = jika sub-elemen ke-i sama penting dengan sub-elemen ke-j O = jika sub-elemen ke-i sama-sama tidak penting dengan sub-elemen ke-j
Matriks interaksi tunggal terstruktur atau structural self interaction matrix SSIM elemen pelaku tersebut menjadi dasar pembuatan matrik RM atau
reachability matrix. Matrik RM dibuat berdasarkan notasi-notasi V 1,0, A 0,1, X 1,1, dan O 0,0. Hasil matrik RM elemen pelaku disajikan dalam Tabel 40.
Tabel 40 Hasil reachability matrix RM elemen pelaku
No. 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1
2 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 3 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1
4 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 5 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1
6 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 7 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1
8 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 9 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1
10 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 11 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1
12 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1
Keterangan: No. 1 sampai dengan 12 adalah sub-elemen 1 sampai dengan sub-elemen 12
Selanjutnya matrik RM ini diperiksa transitivity rule-nya dan dikoreksi hingga membentuk matriks yang tertutup. Hasil perbaikan ini ditampilkan dalam
Tabel 39 sebagai matriks RM revisi. Matriks ini juga menunjukkan ranking setiap sub-elemen pelaku berdasarkan daya pendorong driver power yang dimilikinya.
Sub-elemen 4 Kementerian Pekerjaan Umum dan 5 Kementerian Perumahan Rakyat merupakan urutan teratas, diikuti oleh 1 Pemerintah Pusat
Bappenas dan Kemenkeu pada urutan kedua. Urutan ketiga ditempati oleh 4
sub-elemen, terdiri dari: 3 Pemerintah Kota Batam; 6 Dinas Pekerjaan Umum; 8 pelaku usaha; dan 10 praktisi. Urutan terakhir ditempati oleh: 7 pengelola
rusunawa; 9 akademisi; 11 masyarakat; 12 Lembaga Swadaya Masyarakat.
137
Hal ini juga menunjukan tingkatan hirarki level struktur pelaku terkait pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan.
Tabel 41 Hasil reachability matrix RM revisi elemen pelaku
No. 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 Drv
R 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 10 2
2 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 5 - 3 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 3
4 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 11 1 5 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 11 1
6 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 3 7 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 4 4
8 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 3 9 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 4 4
10 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 3 11 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 4 4
12 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 4 4 Dep 3 4 7 1 1 7 12 7 12 7 12
12 L 3 - 2 4 4 2 1 2 1 2 1 1
Keterangan: No. 1 sampai dengan 12 adalah sub-elemen 1 sampai dengan sub-elemen 12
Drv = daya pendorong
R = peringkat
Dep = ketergantungan
L = level atau hierarki
Gambaran klasifikasi setiap sub-elemen pelaku berdasarkan daya pendorong dan tingkat ketergantungan disajikan secara lebih jelas pada Gambar 52.
Pengelompokan ini menghasilkan 5 kelompok sub-elemen yang menempati 4 kuadran yang tersedia. Kelompok pertama terdiri dari 4 Kementerian Pekerjaan
Umum dan 5 Kementerian Perumahan Rakyat, serta kelompok kedua yang hanya terdiri dari 1 Pemerintah Pusat menempati kuadran IV atau kuadran
independent. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kelompok ini memiliki kekuatan pendorong yang besar terhadap keberhasilan pengembangan rusunawa ramah
lingkungan. Meskipun berada pada kuadran yang sama, berdasarkan independensi dan daya pendorongnya 4 Kementerian Pekerjaan Umum dan 5
Kementerian Perumahan Rakyat sebagai sektor paling terkait, masih memiliki
138
daya pendorong yang lebih baik dibandingkan 1 Pemerintah Pusat Bappenas dan Kemenkeu.
Kuadran III atau kuadran linkage ditempati oleh 4 sub-elemen, terdiri dari: 3 Pemerintah Kota Batam; 6 Dinas Pekerjaan Umum; 8 pelaku usaha; dan
10 praktisi. Hal ini menunjukkan bahwa keempat sub-elemen ini merupakan kelompok penghubung yang bisa mendorong keberhasilan pengembangan
konstruksi ramah lingkungan. Kelompok linkage ini memiliki karakteristik daya pendorong yang tinggi, tetapi sekaligus memiliki tingkat kebergantungan
dependensi yang tinggi juga. Setiap sub-elemen dalam kelompok ini saling bergantung, serta bergantung juga kepada kelompok independent Pemerintah
Pusat, Kementerian PU, dan Kementerian Pera pada kuadran IV. Hal ini juga mengindikasikan bahwa bagi siapa saja yang berkaitan dengan pengembangan
rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan harus menelaah secara berhati- hati karena hubungannya antar sub-elemen pada kelompok ini tidak stabil.
Ketidak stabilan hubungan antar elemen ini disebabkan karena keempat sub- elemen tersebut memiliki daya dorong yang tinggi dan sekaligus memiliki tingkat
ketergantungan satu sama lain yang tinggi.
Gambar 52 Klasifikasi elemen pelaku berdasarkan tingkat ketergantungan dan daya pendorongnya
[II] DEPENDENT [I] AUTONOMOUS
[III] LINKAGE [IV] INDEPENDENT
139
Kuadran II atau kuadran dependent ditempati oleh: 7 pengelola rusunawa; 9 akademisi; 11 masyarakat; 12 Lembaga Swadaya Masyarakat. Kelompok
ini memiliki daya pendorong yang relatif kecil dan tingkat ketergantungan tinggi baik antar sub-elemen, maupun terhadap kelompok lain. Hal ini bisa menunjukan
bahwa kelompok ini tidak memiliki kemampuan dan kapabilitas dalam mendorong keberhasilan pengembangan rusunawa ramah lingkungan, atau
sesungguhnya mereka memiliki kemampuan dan kapabilitas, tetapi belum diberi peran secara signifikan dalam pengembangan rusunawa ramah lingkungan ini.
Selain semua pelaku di atas, masih ada sub-elemen 2 Pemerintah Provinsi yang menempati kuadran I atau kuadran autonomous. Kelompok pelaku pada
kuadran ini umumnya tidak terlalu terkait dengan keberhasilan pengembangan rusunawa ramah lingkungan. Meskipun Pemerintah Provinsi masih terkait dan
bisa dipengaruhi oleh kelompok pada kuadran IV Pemerintah Pusat, Kementerian PU, dan Kementerian Perumahan Rakyat. Selain itu, Pemerintah Provinsi juga
terkait dan mampu mempengaruhi kelompok pada kuadran II pengelola rusunawa, akademisi, masyarakat, dan LSM.
Hubungan kontekstual dan level hierarki elemen pelaku pengembangan rusunawa ramah lingkungan disajikan pada Gambar 53. Struktur hierarki tersebut
menunjukkan bahwa sub-elemen Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat berada pada posisi tertinggi yaitu pada level 4. Hal ini
menunjukkan bahwa sub-elemen tersebut merupakan sub-elemen yang memiliki kekuatan penggerak dan pengaruh terbesar terhadap sub-elemen lain yang berada
di level yang lebih rendah. Hal yang menarik pada level ini adalah meskipun menjadi penggerak utama keberhasilan pengembangan rusunawa ramah
lingkungan, tetapi kedua sub-elemen dalam level ini tidak saling terkait. Ketidakterkaitan antar Kementerian PU dan Kementerian Perumahan
Rakyat ini bisa mengindikasikan bahwa masih adanya ego sektor yang mengakibatkan lemahnya komunikasi dan koordinasi antar kedua kementerian ini
Kelemahan ini masih bisa ditutupi dengan keberadaan Pemerintah Pusat Bappenas dan Kemenkeu
pada level kedua tertinggi level 3 yang terkait terhadap keduanya. Pemerintah Pusat harus bisa mendorong komunikasi dan
koordinasi antar kedua kementerian ini. Selain itu, Pemerintah Pusat harus bisa
140
mendorong kedua kementerian ini untuk saling membuka diri dan menghilangkan ego sektor. Sehingga di masa mendatang permasalahan ini bisa teratasi guna
keberhasilan pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan. Pemerintah Kota Batam, Dinas Pekerjaan Umum, pelaku usaha dan praktisi
yang berada pada level 2 merupakan kelompok penghubung yang bisa mendorong keberhasilan. Sementara level terakhir level 1 ditempati pengelola rusunawa,
akademisi, masyarakat dan LSM. Semua sub-elemen dalam kedua level ini saling terkait dan memiliki peranan saling mendukung dalam mencapai keberhasilan
pengembangan rusunawa dengan konstruksi ramah lingkungan.
Gambar 53 Level hirarki dan hubungan dalam elemen pelaku.
141
4.6.2 Kendala Utama Terkait Sistem Pengembangan Rusunawa Melalui
Konstruksi Ramah Lingkungan
Komponen sub-elemen kendala utama yang menghambat pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan terdiri dari: 1 kurangnya
sosialisasi; 2 terbatasnya kualitas sumber daya manusia; 3 kurang tersedianya sumber daya alam; 4 lemahnya pengawasan; 5 terbatasnya bahan bangunan
ramah lingkungan; 6 rendahnya inovasi; 7 terbatasnya teknologi; 8 belum semua kontraktor paham; 9 keterbatasan peralatan; 10 belum semua daerah ada
beton mutu tinggi; 11 keraguan masyarakat; 12 sulitnya mengurus perizinan; 13 kurangnya bantuan perbankan; 14 belum adanya sop standart operating
procedure pelaksanaan; 15 belum adanya sop standart operating procedure pemeliharaan; 16 gagal konstruksi; dan 17 pekerjaan terlambat.
Tabel 42 Matriks interaksi tunggal terstruktur SSIM elemen kendala utama
No. 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 13
14 15
16 17
1 V O V V V V V V O V V V V V V V
2 O V O V V X V V V O V V V V V
3 A X X A A O X A V V V V A X
4 V V V A V V X O V V V V V
5 X A A A X A O V V V A X
6 A A A X A V V V V A X
7 A A V A V V V V X V
8 V O V V V V V V V
9 V A V V V V X V
10 A V V V V A
X 11
O O O O O O 12
X X X A A 13
X X A A 14
X A A 15
A A 16
V 17
Keterangan: No. 1 sampai dengan 12 adalah sub-elemen 1 sampai dengan sub-elemen 12
V = jika sub-elemen ke-i baris lebih penting dari sub-elemen ke-j kolom A = jika sub-elemen ke-j lebih penting dari sub-elemen ke-i
X = jika sub-elemen ke-i sama penting dengan sub-elemen ke-j O = jika sub-elemen ke-i sama-sama tidak penting dengan sub-elemen ke-j
142
Tabel 42 memperlihatkan penilaian pakar terhadap hubungan kontekstual antar sub-elemen komponen kendala utama yang menghambat pelaksanaan
pengembangan rusunawa. Hubungan kontekstual antar kendala tersebut disusun dalam matriks interaksi tunggal terstruktur atau structural self interaction matrix
SSIM elemen pelaku. Tabel 43 Hasil reachability matrix RM elemen kendala utama
No. 1
2 3
4 5
6 7
8 9 10
11 12
13 14 15 16 17
1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 2 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
3 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 4 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1
5 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 6 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1
7 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 8 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
9 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 10 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1
11 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0
13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 16 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1
17 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1
Keterangan:No. 1 sampai dengan 12 adalah sub-elemen 1 sampai dengan sub-elemen 12
Matriks interaksi tunggal terstruktur atau structural self interaction matrix SSIM elemen kendala utama tersebut menjadi dasar pembuatan matrik RM atau
reachability matrix. Matrik RM dibuat berdasarkan notasi-notasi V 1,0, A 0,1, X 1,1, dan O 0,0. Hasil matrik RM elemen pelaku disajikan dalam Tabel 43.
Selanjutnya matrik RM ini diperiksa transitivity rule-nya dan dikoreksi hingga membentuk matriks yang tertutup. Hasil perbaikan ini ditampilkan dalam
Tabel 40 sebagai matriks RM revisi. Matriks ini juga menunjukkan ranking setiap
143
sub-elemen kendala utamanya berdasarkan daya pendorong driver power yang dimilikinya.
Tabel 44 Hasil reachability matrix revisi elemen kendala utama
No. 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 Drv R 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17 1
2 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 2 3 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 9 5
4 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 3 5 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 9 5
6 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 9 5 7 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 12 4
8 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 2 9 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 12 4
10 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 9 5 11 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 3
12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 4 6 13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 4 6
14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 4 6 15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 4 6
16 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 12 4 17 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 9 5
Dep 1 3 13 5 13 13 8 3 8 13 5 17 17 17 17 8 13 L 6 5 2 4 2 2 3 5 3 2 4 1 1 1 1 3 2
Keterangan: No. 1 sampai dengan 12 adalah sub-elemen 1 sampai dengan sub-elemen 12
Drv = daya pendorong
R = peringkat
Dep = ketergantungan
L = level atau hierarki
Sub-elemen 1 kurangnya sosialisasi merupakan urutan teratas, diikuti oleh 2 terbatasnya kualitas sumber daya manusia dan 8 belum semua kontraktor
paham. Urutan ketiga ditempati oleh 2 sub-elemen, terdiri dari: 4 lemahnya pengawasan; dan 11 keraguan masyarakat. Urutan keempat ditempati oleh: 7
terbatasnya teknologi; 9 keterbatasan peralatan; dan 16 gagal konstruksi. Urutan kelima ditempati oleh 5 sub-elemen, yaitu: 3 kurang tersedianya sumber
144
daya alam; 5 terbatasnya bahan bangunan ramah lingkungan; 6 rendahnya inovasi; 10 belum semua daerah ada beton mutu tinggi; dan 17 pekerjaan
terlambat. Urutan terakhir ditempati oleh: 12 sulitnya mengurus perizinan; 13 kurangnya bantuan perbankan; 14 belum adanya sop standart operating
procedure pelaksanaan; 15 belum adanya sop standart operating procedure pemeliharaan. Hal ini juga menunjukan tingkatan hirarki level struktur kendala
utama terkait pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah lingkungan.
Gambar 54 Klasifikasi elemen kendala utama berdasarkan tingkat ketergantungan dan daya pendorongnya.
Gambaran klasifikasi setiap sub-elemen kendala utama berdasarkan daya pendorong dan tingkat ketergantungan disajikan secara lebih jelas pada Gambar
54. Pengelompokan ini menghasilkan 6 kelompok sub-elemen yang menempati 4 kuadran yang tersedia. Kelompok pertama terdiri dari 4 level tertinggi ranking
teratas menempati kuadran IV atau kuadran independent. Kelompok di kuadran IV terdiri dari sub-elemen: 1 kurangnya sosialisasi; 2 terbatasnya kualitas
[IV] INDEPENDENT [III] LINKAGE
[II] DEPENDENT [I] AUTONOMOUS
145
sumber daya manusia; 8 belum semua kontraktor paham; 4 lemahnya pengawasan; dan 11 keraguan masyarakat; 7 terbatasnya teknologi; 9
keterbatasan peralatan; dan 16 gagal konstruksi. Kelompok pada kuadran IV menunjukkan bahwa setiap sub-elemen dalam
kelompok ini memiliki independensi yang tinggi atau tidak terlalu tergantung dari sub-elemen dari kelompok lainnya. Selain itu, posisi setiap sub-elemen
menunjukkan besarnya daya pendorong terhadap penyelesaian kendala lainnya dalam mencapai keberhasilan pengembangan rusunawa melalui konstruksi ramah
lingkungan. Dalam kelompok ini, sub elemen 1 kurangnya sosialisasi menjadi elemen kunci yang memiliki indepedensi dan daya pendorong tertinggi. Elemen
kunci ini, menjadi pendorong semua sub-elemen di semua kelompok dalam mengatasi kendala utama yang ada. Dalam kuadran ini masih terdapat 3
kelompok lainnya yang didorong oleh elemen kunci, sekaligus mendorong kelompok sub-elemen pada tingkat berikutnya yang menempati kuadran III dan
IV. Kelompok kedua menempati kuadran III atau kuadran linkage, terdiri dari
level 5, yaitu sub-elemen: 3 kurang tersedianya sumber daya alam; 5 terbatasnya bahan bangunan ramah lingkungan; 6 rendahnya inovasi; 10 belum
semua daerah ada beton mutu tinggi; dan 17 pekerjaan terlambat. Setiap sub- elemen pada kelompok ini menjadi penghubung linkage keberhasilan
pengembangan rusunawa ramah lingkungan. Kelompok linkage ini memiliki karakteristik daya pendorong yang tinggi, tetapi sekaligus memiliki tingkat
kebergantungan dependensi yang tinggi juga. Setiap sub-elemen dalam kelompok ini saling bergantung, serta bergantung juga kepada kelompok
independent.
146
Gambar 55 Level hirarki dan hubungan dalam elemen kendala utama Kelompok terakhir menempati kuadran II atau kuadran dependent yang juga
merupakan level terendah rangking terakhir, terdiri dari sub-elemen: 12 sulitnya mengurus perizinan; 13 kurangnya bantuan perbankan; 14 belum
adanya sop standart operating procedure pelaksanaan; 15 belum adanya sop standart operating procedure pemeliharaan. Sub-elemen dalam kelompok ini
147
menjadi kendala terakhir yang harus dipecahkan dengan cara menyelesaikan kendala yang lebih esensial pada level di atasnya. Semua kendala yang ada harus
dipecahkan secara menyeluruh, karena setiap elemen saling berkait dan saling bergantung. Semua sub-elemen tidak ada yang masuk ke dalam kuadran I
autonomous yang menunjukkan bahwa semua kendala utama yang ada memiliki keterkaitan satu sama lain, baik dari sisi kebergantungan maupun dari sisi daya
pendorongnya.
4.7 Sistem Dinamik Pengelolaan Rusunawa Melalui Konstruksi Ramah
Lingkungan
Pemukiman sebagai salah satu kebutuhan pokok penduduk, khususnya di Pulau Batam memiliki keterkaitan dengan berbagai sektor kehidupan lainnya.
Perkembangan pemukiman terutama didorong oleh pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Kota Batam sendiri menurut data statistik memiliki
pertumbuhan penduduk sebesar 8,1 pada tahun 2010 dan rata-rata 9,32 pada kurun 5 tahun terakhir , yang didorong oleh pertumbuhan alami dan pertumbuhan
tenaga kerja yang masuk dari luar Pulau Batam. Fenomena masuknya para tenaga kerja migran ini, telah mendorong tumbuhnya pemukiman bermasalah
perumahan liar - ruli, perumahan kumuh di berbagai wilayah Kota Batam. Keberadaan Kota Batam sebagai pusat pertumbuhan ekonomi tentu saja
akan menarik berbagai kalangan untuk terlibat dan mendapatkan manfaat dari sisi ekonomi. Para pendatang, terutama tenaga kerja telah mendorong pertumbuhan
penduduk Kota Batam, sekaligus meningkatkan kebutuhan pemukiman sebagai sarana tempat tinggalnya. Keberadaan tenaga kerja ini akan mendorong
pertumbuhan ekonomi di Kota Batam, tetapi juga bisa menimbulkan masalah sosial dan lingkungan. Hal ini disebabkan sebagian besar 65 penduduk di
Kota Batam bekerja pada sektor industri yang tersebar di 1.548 perusahaan. Keberadaan tenaga kerja yang mendorong lonjakan pertumbuhan penduduk
ini juga mengakibatkan berbagai masalah sosial dan lingkungan. Kebutuhan pemukiman bagi para tenaga kerja mendorong tumbuhnya perumahan
bermasalah. Hal ini menjadi masalah sosial, sekaligus masalah lingkungan karena lahan yang digunakan banyak yang berasal lahan hijau di Kota Batam.
148
Guna menunjang infrastruktur pemukiman bagi penduduk yang terus berkembang dan menghilangkan pertumbuhan rumah bermasalah tersebut,
pemerintah daerah bersama pemerintah pusat terus mengembangkan pemukiman yang bersifat vertikal, seperti rusunawa dan rusunami. Hal ini untuk
mengantisipasi terbatasnya lahan yang ada di Pulau Batam. Pengembangan rusunawa dan rusunami merupakan salah satu solusi
memecahkan permasalahan sosial akibat tumbuhnya perumahan bermasalah ruli. Kondisi ruli yang kumuh, padat, kurang terjaga sanitasi dan kenyamanannya,
sering menimbulkan permasalahan sosial. Kertidakteraturan ruli juga bisa mengganggu penataan ruang yang dilakukan pemerintah kota, serta menimbulkan
permasalahan lingkungan, seperti kesalahan penggunaan lahan dan timbulan limbah domestik. Pembangunan rusunawa sebagai salah satu alternatif teknologi
bisa memecahkan berbagai hal, antara lain keterbatasan lahan, efisiensi penggunaan bahan ramah lingkungan, dan pemanfaatan tenaga kerja terampil.
Diagram sebab akibat dalam causal loop pengembangan kawasan permukiman Kota Batam, khususnya pengembangan rusunawa melalui konstruksi
ramah lingkungan disajikan pada bab sebelumnya Bab III. Secara umum diagram sebab akibat tersebut menggambarkan berbagai parameter terkait sistem
pengembangan pemukiman. Sistem ini sendiri terdiri dari beberapa sub-sistem yang dapat dikelompokkan berdasarkan isu terkait pembangunan berkelanjutan.
Sub-sistem tersebut terdiri dari sub-sistem sosial-kependudukan, sub-sistem lingkungan fisik, dan sub-sistem perekonomian daerah. Ketiganya
menggambarkan tiga pilar pembangunan berupa aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan ekologi dalam pengembangan pemukiman secara berkelanjutan di
Kota Batam. Guna melakukan simulasi terhadap model yang dibangun, diagram sebab
akibat tersebut menjadi dasar perancangan stock-flow diagram SFD. Diagram SFD ini disusun dengan bantuan perangkat lunak Powersim Studio 5.0. Diagram
yang disajikan dalam Gambar 56 ini menggambarkan aliran energi, materi, dan informasi terkait pengembangan pemukiman di Kota Batam.