98
7.2 Metode Penelitian
7.2.1 Pengumpulan data
Pengumpulan  data  dalam  rangka  analisis  kebijakan  pengembangan  industri  surimi dilaksanakan  pada  rentang  waktu  antara  Bulan  Maret  sampai  dengan  April  Tahun  2007.
Pengumpulan  data  dilakukan  melalui  wawancara  dan  kuesioner  terhadap  stakeholder perusahaan  penangkapan  dan  pengolahan  surimi,  pengambil  kebijakan  serta  pakarahli
dibidang penangkapan dan pengolahan surimi.
7.2.2 Analisis data
Analisis  kebijakan  dalam  pengolahan  surimi  dilakukan  melalui  penggabungan  antara metode  SWOT  dengan  Analytical  Hierarchy  Process    AHP.  Langkah  pertama  yang
dilakukan adalah mengindetifikasi komponen SWOT melalui wawancara kuesioner terhadap responden  yang merupakan pengambil kebijakan  pada suatu instansi ataupun  yang dianggap
pakarahli  pada  bidang  pengolahan  surimi.  Adapun  jumlah  responden  yang  diwawancarai yang  terdiri  dari  pengambil  kebijakan,  pakar  dan  pelaku  bisnis  bidang  penangkapan  dan
pengolahan.  Selanjutnya,  setelah  komponen  SWOT  teridentifikasi,  maka  komponen  tersebut diolah  lebih  lanjut  dengan  metoda  AHP.  Dalam  analisa  melalui  AHP  digunakan  software
Expert Choice dan dilakukan melalui beberapa proses yakni sebagai berikut: 1  Matriks pendapat individu
Untuk  menyusun  prioritas  dilakukan  identifikasi  terhadap  intensitas  masalah  yang merupakan faktor dominan. Teknik komparasi berpasangan menerapkan penilaian para pakar
berdasarkan  skala  komparasi  berpasangan,  sehingga  membentuk  matriks  segi  nxn. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mendapatkan prioritas yang dicari berdasarkan nilai
eigen  vector  dan  untuk  mendapatkan  konsistensi  penilaian  diukur  berdasarkan  nilai  eigen value.
Jika  C1,  C2, C3,….Cn  adalah  set  elemen  suatu  tingkat  keputusan  dalam  hirarki,  maka kuantifikasi  pendapat  dari  hasil  komparasi  berpasangan  setiap  elemen  terhadap  elemennya
akan  membentuk  matriks  pendapat  individu:    A  yang  berukuran  n  x  n.  eleven  Ci, dibandingkan dengan elemen Cj,  maka aij merupakan nilai matriks pendapat hasil komparasi
99
yang mencerminkan nilai tingkat kepentingan Ci, terhadap Cj, Nilai matriks aij = 1aij, yaitu nilai kebalikan dari matriks aij, jika 1=j, maka nilai matriks aij=aji.
Formulasi matriks A yang berukuran n x n dengan elemen C1, C2, …….Cn untuk ij = 1,2,3…….n dan ij merupakan nilai matriks pendapat hasil komparasi berdasarkan nilai tingkat
kepentingan Ci,Cj untuk ij = 1,2,3…n 1           a2          a3       a4……………….an
1a2      1            a23      a24……………….a2n 1a3       1a22       1       a34……………….a3n
.               .              .         .                            . .               .              .         .                            .
1an        1a2n    1a3n   1a4n…………….1
2  Matriks pendapat gabungan Matriks Pendapatan Gabungan merupakan susunan matriks baru yang eleven matriknya
gij  berasal  dari  rataan  geometrik  atau  “geometric  means”  elemen  matriks  pendapat  individu aij yang rasion konsistensinya CR memenuhi persyaratan. Persamaan untuk mendapat nilai
rataan geometriks dinyatakan dengan rumus:
Keterangan: gij
=
elemen  matriks  pendapat  gabungan  pada  baris  ke-i  dan kolom ke-j
aij k
=
elemen  matriks  pendapat  individu  dengan  rasion konsistensi CR yang memenuhi persyaratan ke-k
1,j
=
1,2,3………………..n k
=
1,2,3……………….m m
=
jumlah  matriks  pendapat  individu  dengan  CR  memenuhi persyaratan
100
3  Pengolahan horizontal Pengolahan  horizontal  digunakan  untuk  menyusun  prioritas  semua  eleven  keputusan
pada setiap tingkat hirarki. Tahapan perhitungan yang dilakukan pada pengolahan horizontal ditunjukan pada persamaan berikut :
1  Perkalian baris Z dengan rumus berikut:
k = 1
2  Perhitungan vektor prioritas atau vektor eigen dengan rumus berikut:
i=1             k=1
VP = VPi untuk 1 =1,2,3…………….n 3  Perhitungan Nilai Eigen maksimum
λmaks dengan rumus berikut: VA =
a
ij X VP, dengan VA = vai VB =
VP VA
dengan VB = Vbi λ maks = 1n  ∑ vbi, untuk 1 = 1,2,3,….n
4  Perhitungan Indeks Konsistensi CI dengan rumus sebagai berikut: CI =
1 max
− −
n n
λ
5 Perhitungan Rasio Konsistensi CR dengan rumus sebagai berikut : CI =
RI CI
Keterangan : RI adalah random indeks
101
Nilai  indeks  acak  bervariasi  dengan  ordo  matriks  yang  telah  dilakukan  Oak  Ridge laboratory dari matriks berordo 1 – 15 ditunjukkan dalam Tabel 24.
Tabel 24  Nilai indeks acak matriks berordo 1 – 15, dengan contoh 100 Orde n
Indeks Acak RI Orde n
Indeks Acak RI 1
0.00 8
1.41 2
0.00 9
1.45 3
0.58 10
1.49 4
0.90 11
1.51 5
1.12 12
1.54 6
1.24 13
1.56 7
1.32 14
1.57 15
1.59
Sumber : Oak Ridge laboratory yang diacu dalam Saaty 1993
4 Pengolahan vertikal Pengolahan  vertikal  digunakan  untuk  menyusun  prioritas  pengaruh  setiap  eleven  pada
tingkat  hirarki  keputusan  tertentu  terhadap  fokus  utama  ultimate  goal.  Jika  Cvij didefinisikan  sebagai  nilai  prioritas  pengaruh  eleven  ke-j,  pada  tingkat  -1,  terhadap  fokus
utama dengan humus sebagai berikut: CV
ij
= 1
, 1
,
1
− −
∑
=
i t
VW x
i t
s t
ij
CH
Untuk  i   =    1,2,3,…….n j   =    1,2,3,…….r
t   =     1,2,3…….s Keterangan:
CH  ij t,i-1
=  Nilai  prioritas  pengaruh  eleven  ke-j  pada  tingkat  ke-i terhadap  eleven  ke-t  pada  tingkat  di  atasnya  i-1  yang
diperoleh dari hasil pengolahan horizontal VW
t,i-1 =  Nilai  prioritas  pengaruh  eleven  ke-j  pada  tingkat  ke-i
terhadap sasaran utama yang  diperoleh dari hasil pengolahan horizontal
p =  Jumlah tingkat hirarki keputusan
r =  Jumlah eleven yang ada pada tingkat ke-i
s =  Jumlah eleven yang ada pada tingkat ke-j
102
Apabila  di  dalam  hirarki  keputusan  terdapat  dua  faktor  yang  tidak  berhubungan keduanya tidak saling mempengaruhi, maka nilai prioritas sama dengan nol. Vektor prioritas
untuk tingkat ke-i CV didefinisikan dengan rumus sebagai berikut : sCV = Cvij, untuk j =123……………..r
5 Revisi pendapat Revisi pendapat dapat dilakukan jika rasio konsistensi CR pendapat cukup tinggi, dan
dianggap  konsistensi  jika  mempunyai  nilai  sama  dengan  0.1,  sedangkan  nilai  akurasi  data ditunjukkan  dengan  nilai  RMS  dari  baris
a
ij  dan  perbandingan  nilai  bobot  baris  terhadap kolom WiWj dengan rumus sebagai berikut:
7.3 Hasil Penelitian
7.3.1  Identifikasi komponen SWOT Tahap awal dalam melakukan analisis kebijakan menyangkut pengembangan industri
surimi  di  Provinsi  Papua  Barat  adalah  melalui  identifikasi  komponen  SWOT StrengthsKekuatan,  WeaknessesKelemahan,  OpportunitiesPeluang,  ThreathsAncaman.
Komponen  kekuatan dan kelemahan merupakan hasil analisis lingkungan internal, sedangkan komponen    peluang  dan    ancaman    adalah  hasil  analisa  lingkungan  eksternal  yang  sifatnya
tidak bisa dikendalikan.
1 Komponen S Kekuatan
1 Kebijakan dan legalitas
Pemanfaatan  HTS  menjadi  Surimi  mendapatkan  dukungan  dari  pemerintah  yang tertuang  dalam  UU  No.31  Tahun  2004  tentang  Perikanan  pasal  24,  menyebutkan  bahwa
pemerintah mendorong peningkatan nilai tambah produksi hasil perikanan dan sekaligus akan membatasi ekspor bahan baku industri pengolahan ikan untuk menjamin  ketersediaan bahan
baku di dalam negeri.  Hasil riset yang dilakukan kerjasama antara Dinas Perikanan dan
103
Kelautan  Provinsi  Papua  dan  Sucofindo  yang  dituangkan  dalam  pedoman  umum “Perencanaan  Pengelolaan  dan  Pemanfaatan  Hasil  tangkap  sampingan  Pukat  Udang  di  Laut
Arafura” menggambarkan bahwa urutan prioritas pengembangan jenis pengolahan yang dikaji secara menyeluruh adalah surimi, tepung ikan, fillet beku, ikan segar dan tradisional. Analisis
tersebut  mengindikasikan  bahwa  pengolahan  ikan  HTS  menjadi  surimi  merupakan  alternatif terbaik  ditinjau  dari  segi  teknologi,  pemasaran,  bahan  baku,  investasi  dan  sumberdaya
manusia. Berdasarkan  Code  of  Conduct  for  Responsible  Fisheries  CCRF  article  11
menyebutkan  bahwa  negara  harus  mendukung  berlangsungnya  pengolahan,  distribusi  dan pemasaran  ikan  agar  dapat  meningkatkan  pemanfaatan  HTS  dengan  tetap  konsisten  pada
praktek pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab. Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai institusi nasional yang bertanggung jawab dalam bidang kelautan dan perikanan telah
mengeluarkan  Peraturan  Menteri    nomor  PER.05MEN  2008  tentang  Usaha  Perikanan Tangkap.  Salah  satu  pasal  pada  peraturan  tersebut  dinyatakan  bahwa  ijin  penangkapan  ikan
diberikan kepada perusahaan penangkapan ikan yang memiliki unit pengolahan ikan di dalam negeri. Hasil tangkapan yang dihasilkan wajib didaratkan seluruhnya di pelabuhan pangkalan
kecuali ikan hidup, tuna untuk sashimi atau ikan lain yang menurut sifatnya tidak memerlukan pengolahan.  Peraturan  tersebut  ditindak  lanjuti  dengan  Keputusan  Direktur  Jenderal
Pengolahan  dan  Pemasaran  Hasil  Perikanan  nomor  KEP  033DJ-P2HP2008  tentang  Jenis Ikan  Laut  Hasil  Tangkapan  Yang  Menurut  Sifatnya  Tidak  Memerlukan  Pengolahan.  Pada
peraturan tersebut dijelaskan kembali bahwa seluruh ikan hasil tangkapan wajib didaratkan di pelabuhan  pangkalan  untuk  memenuhi  kebutuhan  bahan  baku  unit  pengolahan  ikan  atau
konsumsi dalam negeri serta wajib mengalami penanganan dan atau pengolahan. Kedua  peraturan  tersebut  menjadi  stimulus  bagi  pengusaha  untuk  berinvestasi
membangun  industri  pengolahan  ikan,  dan  secara  tidak  langsung  membuka  peluang  bagi perkembangan industri surimi yang memanfaatkan hasil tangkap sampingan.
2 Bahan baku by-catch melimpah
Rasio HTS yang dihasilkan oleh kapal pukat udang adalah 1 : 12, artinya untuk setiap 1 satu ton udang akan menghasilkan 12 lima ton HTS. Adapun produksi udang per tahun
diperkirakan  sebesar  60.000  ton  per  tahun,  sehingga  HTS  yang  dihasilkan  diperkirakan sebesar 300.000 ton per tahun. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi ikan
HTS pukat udang di Laut Arafura diperkirakan sebesar 399.082 tontahun Purbayanto et al. 2004.
104
3 Daya serap tenaga kerja tinggi
Pengolahan  HTS  menjadi  surimi  mengindikasikan  terbukanya  lapangan  kerja  baru yang  merupakan  salah  satu  cara  untuk  menurunkan  tingkat  pengangguran  di  Provinsi  Papua
Barat  dikarenakan industri surimi tergolong industri padat karya, sehingga  akan melibatkan banyak  tenaga  kerja  baik  pada  pengolahan  HTS  menjadi  surimi  maupun  pada  tahap
pembuatan produk-produk olahan berbahan baku surimi. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi pemerintah  provinsi  Papua  Barat  dalam  mengurangi  tingkat  pengangguran  yang  mencapai
88.165 orang tahun 2002.
4 Nilai tambah bagi pelaku usaha dan masyarakat
Kendala  keterbatasan  palka  dan  rendahnya  nilai  ekonomis  apabila  HTS  dibawa  ke darat  menyebabkan  pemanfaatan  HTS  tidak  optimal,  selama  ini  HTS  yang  dimanfaatkan
hanya  sebesar  3,71,  yang  terdiri  dari  jenis  ikan  ekonomis  penting,  yaitu  kakap,  tenggiri, kerapu,  dll,  sedangkan  selebihnya  dibuang  ke  laut.  Pemanfaatan  tersebut  hanya  terbatas
sebagai  bonus  bagi  ABK  sekaligus  dimanfaatkan  untuk  konsumsi  ABK,  sehingga  tidak memberikan  nilai  tambah.  Melalui  pengolahan  HTS  menjadi  surimi,  HTS  yang  sekiranya
dibuang ke laut, pada akhirnya memiliki nilai tambah yang dapat menjadi sumber pendapatan baru  baik  bagi  pengusaha  maupun  masyarakat.  Bagi  pengusaha  pengolahan  HTS  menjadi
surimi  merupakan  sumber  investasi  baru  yang  dapat  menghasilkan  sumber  pendapatan  yang baru pula. Peraturan menteri ini didukung oleh  keputusan Direktur Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran  Hasil  Nomor  :  KEP.033DJ-P2HP2008  tentang  jenis  ikan  laut  hasil  tangkapan yang  menurut  sifatnya  tidak  memerlukan  pengolahan,  dimana  jenis-jenis  ikan  yang
merupakan  HTS  dan  sesuai  untuk  bahan  baku  surimi  dilarang  untuk  diekspor  dalam  bentuk utuh dan harus diolah.
2 Komponen W Kelemahan
1 Infrastruktur lemah
Infrastruktur  pendukung  masih  lemah  dan  belum  sepenuhnya  tersedia,  seperti kebutuhan  energi  listrik  untuk  mesin-mesin  industri  yang  masih  kurang  termasuk  untuk
mesin-mesin pengolahan surimi, jalur transportasi masih sangat terbatas yang berpengaruh
105
dalam  proses  distribusi  dan  pemasaran,  kurangnya  suplai  air  bersih  yang  merupakan komponen  penting  dalam  dan  lain  sebagainya.  Infrastruktur  tersebut  merupakan  prasarana
pendukung  berlangsungnya  industri  pengolahan  HTS  menjadi  surimi,  sehingga  apabila ketersediaannya terbatas maka proses industri akan mengalami hambatan.
2 Keterampilan SDM lokal terbatas
Mengingat  pengolahan  surimi  masih  tergolong  sedikit  di  Indonesia,  sehingga pengetahuan akan hal tersebut juga masih terbatas, terlebih bagi masyarakat di Provinsi Papua
Barat yang banyak bermukim di daerah pedalaman.
3 Manajemen pengumpulan bahan baku terbatas
HTS  yang  pada  umumnya  dibuang  ke  laut  disebabkan  oleh  terbatasnya  palka  kapal sebagai  tempat  penyimpanan  di  atas  kapal  sehingga  pengusaha  pada  umumnya
memerintahkan kepada ABK untuk membuang HTS di laut. Hal ini mengindikasikan bahwa manajemen pengumpulan HTS sebagai supply bahan baku akan terhambat.
4 Teknologi pengolahan surimi terbatas
Pengolahan  surimi  yang  umum  dilakukan  saat  ini  adalah  untuk  bahan  baku  yang terdiri dari satu jenis ikan HTS saja, sehingga untuk pengolahan lebih dari 1 satu jenis ikan
belum  dilakukan  dikarenakan  teknologi  yang  masih  terbatas.  Kenyataan  di  lapangan menunjukkan bahwa HTS terdiri atas campuran antara ikan ekonomis dan non ekonomis baik
yang dalam keadaan utuh maupun yang tidak utuh.
3 Komponen O Peluang
1
Potensi pasar luas
Perkembangan surimi saat ini sangat pesat, mengingat surimi merupakan bahan baku untuk  olahan  fish  jelly  seperti  seperti  imitation  crab  meat,  fish  ball,  fish  cake  dan  bentuk
olahan  lainnya.  Surimi  sudah  merupakan  produk  internasional  dengan  tingkat  permintaan yang  setiap  tahun  mengalami  peningkatan.  Adapun  negara-negara  pengimpor  surimi  adalah
Jepang,  Amerika  Serikat,  Eropa,  Korea  Selatan,  Taiwan,  Asia  Tenggara  dan  Rusia.  Namun
106
permintaan tertinggi adalah Eropa terutama Perancis dan Spanyol dengan jumlah permintaan mencapai 18.000 hingga 20.000 ton per tahun. Permintaan tersebut tidak hanya terbatas pada
surimi saja tetapi juga pada produk lanjutanturunan dari surimi.
2 Peningkatan devisa ekspor
Potensi  pasar  surimi  yang  masih  didominasi  oleh  pasar  luar  negeri  sangat memungkinkan untuk dilakukannya ekspor ke negara pengimpor. Hal ini berarti pemanfaatan
HTS untuk memproduksi surimi merupakan peluang besar untuk menambah devisa negara.
3 Kebiasaan konsumsi masyarakat lokal
Masyarakat  Papua  Barat  merupakan  masyarakat  yang  memiliki  kebiasaan mengkonsumsi  ikan-ikan  ekonomis  dari  kelompok  udang,  tuna,  tongkol  dan  cakalang,
sedangkan  ikan-ikan  ekonomis  lainnya  cenderung  kurang  diminati  terlebih  lagi  ikan  rucah, sehingga kebutuhan konsumsi masyarakat lokal  Papua Barat bukan merupakan pesaing bagi
industri surimi.
4 Komponen T Ancaman
1
Investasi teknologi relatif mahal
Selain  padat  karya,  industri  surimi  juga  tergolong  padat  modal  yakni  untuk membangun  teknologi  pengolahannya  dibutuhkan  modal  atau  imvestasi  yang  besar.  Hal  ini
merupakan ancaman dikarenakan alternatif pengolahan HTS yang lain seperti ikan asin tidak memerlukan  modal  yang  besar.  Faktor  penyebab  mahalnya  teknologi  adalah  teknologi
pengolahan  surimi  masih  harus  diimpor  dan  belum  diproduksi  di  dalam  negeri.  Mahalnya teknologi pengolahan surimi dapat mengakibatkan kurangnya minat investor untuk bergabung
dalam usaha surimi tersebut.
2 Kebiasaan resistensi pelaku usaha dan masyarakat
Resistensi  yang dimaksud adalah kecenderungan  pelaku usaha dan masyarakat untuk bertahan pada satu bidang usaha saja  yang selama ini dirasakan  cukup menguntungkan, dan
akan menimbulkan kesan tertutup pada usaha lain. Hal ini merupakan ancaman karena  akan menimbulkan  efek  kurang  diminatinya  usaha  pengolahan  surimi  oleh  pelaku  usaha.  Dengan
107
kata  lain,  akan  ada  kemungkinan  industri  surimi  tidak  diminati  sebagai  akibat  kurangnya informasi dan pengetahuan tentang surimi.
3 Kompetitor pengolah surimi
Produsen  surimi  terbesar  adalah  Thailand  yang  secara  teknologi  dan  kualitas  surimi yang  dihasilkan  adalah  berstandar  internasional.  Selain  Thailand,  beberapa  negara  penghasil
surimi lainnya adalah Singapura. Di Indonesia, baru terdapat 5 lima industri surimi dengan dengan kegiatan berada di Indonesia barat 4 empat buah dan Indonesia timur 1 satu buah.
Keberadaan  pelaku  usaha  tersebut  merupakan  ancaman  bagi  pengembangan  industri  surimi apabila tidak diiringi dengan kemampuan bersaing.
7.3.2  Penentuan alternatif strategi Berdasarkan  hasil  identifikasi  komponen  SWOT,  diperoleh  beberapa  alternatif
strategi terkait dengan upaya pengembangan industri surimi yakni sebegai berikut:
1 Diversifikasi surimi SO
Strategi  diversifikasi  surimi  merupakan  strategi  yang  dihasilkan  dalam  upaya memanfaatkan kekuatan strengths yang dimiliki guna mengisi peluang opportunities yang
ada.  Strategi  ini  memanfaatkan  bahan  baku  dan  kebijakan  pemerintah  serta  potensi  pasar dalam rangka meningkatkan penyerapan tenaga kerja, peningkatan konsumsi dan nilai tambah
bagi  pelaku  usaha.  Diversifikasi  surimi  adalah  upaya  dalam  proses    pengolahan  baik  secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal berarti diversifikasi dilakukan dalam hal proses
pembuatan  surimi  dilakukan  dengan  memanfaatkan  bahan  baku  yang  berasal  dari  berbagai jenis  ikan  terutama  ikan-ikan  hasil  tangkap  sampingan  by-catch  pukat  udang,  yang
komersial  maupun  non  komersil.  Adapun  diversifikasi  secara  vertikal  berarti  pengolahan surimi menjadi berbagai macam produk olahan seperti baso, sosis dan lain sebagainya.
2 Peningkatan infrastuktur dan ketrampilan SDM WO
Strategi  peningkatan  infrastruktur  dan  keterampilan  sumberdaya  manusia  merupakan strategi yang digunakan dalam menyiasati kelemahan yang dimiliki agar tetap dapat mengisi
atau memanfaatkan peluang usaha yang ada.  Hal ini berarti adanya infrastruktur yang masih
108
lemah  serta  ketrampilan  SDM  lokal,  manajemen  pengumpulan  bahan  baku  dan  teknologi pengolahan  yang  juga  masih  terbatas  harus  dapat  dimanfaatkan  sedemikian  rupa  agar  dapat
mengisi potensi pasar yang ada sekaligus guna meningkatkan devisa. Selain itu, peluang lain yang  dapat  dimanfaatkan  adalah  adanya  kebiasaan  masyarakat  lokal  yang  memiliki
kecenderungan  menyukai  ikan  ekonomis  penting,  sedangkan  ikan  non  ekonomis  penting kurang  diminati.  Mengingat  peralatan  mesin  yang  masih  diimpor  dengan  harga  yang  sangat
tinggi,  maka  pengembangan  permesinanan  surimi  dalam  negeri  harus  dipacu  untuk mengurangi bagian investasi yang besar.
3 Clean technology  ST
Clean  technology  adalah  upaya  pemanfaatan  ikan  secara  keseluruhan  dalam  bentuk bahan  baku  atau  seluruh  bagian  dari  ikan  termasuk  daging  dan  tulang  sehingga  dapat
dijadikan komoditi yang bernilai tambah. Strategi  clean  technology  merupakan  strategi  yang  dilakukan  dalam  upaya  mengatasi
ancaman  yang  ada  melalui  pengoptimalan  kekuatan  yang  ada.  Hal  ini  berarti  perlu  adanya pemanfaatan  bahan  baku,  dukungan  kebijakan  dan  legalitas  serta  adanya  perolehan  nilai
tambah  guna  mengatasi  tingginya  nilai  investasi  teknologi,  adanya  kompetitor  pengolah surimi serta kecenderungan resistensi pelaku usaha.
4 Pemberdayaan masyarakat, efisiensi serta efektivitas usaha WT
Pemberdayaan masyarakat lokal yang pada umumnya masih minim pengetahuan tentang pengolahan surimi serta membangun etos kerja yang bertujuan meningkatkan ketrampilan dan
bermuara pada efisiensi dan efektifitas usaha merupakan strategi yang perlu dilakukan dalam mengelola kelemahan yang dimiliki guna mengatasi berbagai ancaman yang dihadapi.
7.4 Pembahasan Hasil  identifikasi  komponen  SWOT  yang  selanjutnya  menghasilkan  4  empat  strategi
yang  tersusun  dalam  suatu  hirarki  strategi  pengembangan  industri  surimi  dalam  rangka pemanfaatan by-catch pukat Udang di Provinsi Papua Barat seperti yang terlihat pada Gambar
14,  dianalisa menggunakan Analytical Hierarcy Process AHP.
109
7.4.1  Analisis prioritas faktor