70
Teknologi pengolahan yang paling tepat dilakukan adalah memanfaatkan berbagai jenis ikan by-catch pukat udang tersebut menjadi surimi melalui metode pencampuran dengan
komposisi tertentu sehingga diperoleh surimi dengan kualitas yang sesuai standar yang diinginkan pasar. Melihat kondisi tersebut, maka teknologi pengolahan surimi yang paling
tepat dikembangkan di Propinsi Papua Barat adalah dengan cara pengolahan terputus, yaitu pengolahan yang dilakukan di atas kapal terbatas hanya pada proses menghasilkan lumatan
daging ikan minced fish beku sedangkan pengolahan lanjutan hingga menjadi surimi dilakukan setelah minced fish sampai di darat. Untuk itu, dilakukan analisa teknologi tersebut
terhadap mutu surimi yang dihasilkan.
5.2 Metode Penelitian
5.2.1. Pengumpulan data Pengumpulan data untuk analisis mutu surimi dilakukan melalui penelitian di Balai
Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan BPPMHP, Muara Baru – Jakarta, pada bulan April dan Mei Tahun 2007. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah
minced fish beku 8 dari jenis ikan HTS yang dibawa dari Sorong – Papua Barat. Proses pengolahan dilakukan dalam dua tahap, yaitu proses pengolahan minced fish beku di atas
kapal penangkap udang, dan dilanjutkan menjadi surimi setelah minced fish beku sampai di Jakarta.
5.2.2. Analisis data
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui mutu surimi beberapa jenis ikan demersal hasil tangkap sampingan dengan melakukan pengolahan surimi menggunakan metode
terputus. Analisis terhadap mutu surimi dilakukan terhadap sifat fisik dan kimia surimi yang berasal dari bahan baku “minced fish” selama penyimpanan beku. Analisis mutu surimi yang
dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu surimi dari bahan baku “minced fish” hasil campuran 8 jenis ikan hasil tangkap sampingan HTS yang merupakan
jenis-jenis ikan demersal non ekonomis, yaitu : ikan bambangan Lutjanus sp, tigawaja, kurisi Nemiptherus nematophorus, beloso Saurida tumbil, lencam Lethrinus sp, biji
nangka Openeus sp, pisang-pisang
Caesio chrysozonus
dan swanggi Priacanthus tayenus, selain itu juga untuk mengetahui rendemen dari masing-masing jenis ikan.
71
Teknik pengolahan terdiri dari 2 tahap, yaitu pengolahan minced fish di kapal, yaitu dengan cara bahan baku yang diterima dibuang kepala dan isi perut kemudian dimasukkan ke
dalam meat bone separator untuk memisahkan daging ikan dari tulang, kulit dan duri hingga dihasilkan minced fish dan kemudian dikemas dan dibekukan. Pengolahan hingga menjadi
surimi dilanjutkan setelah sampai di darat. Desain analisis pengolahan surimi dengan metode pengolahan terputus terlihat pada Gambar 17.
Metode pencampuran dibedakan menjadi 2 perlakuan, yaitu : Perlakuan I merupakan campuran 8 jenis ikan HTS, dengan perbandingan masing-masing jenis adalah 1 : 1
sedangkan perlakuan II merupakan campuran 8 jenis ikan HTS dengan perbandingan yang berdasarkan pada persentase hasil tangkapan Sumiono 2002, yaitu : bambangan dan
gulamah masing-masing 20, kurisi, beloso dan lencam masing-masing 15 serta biji nangka, pisang-pisang, dan swanggi masing-masing 5 Tabel 13. Minced fish dibekukan
secara cepat “quick freezing” dengan menggunakan “contact plate freezer” dan disimpan pada suhu antara -18 sd -20
o
C.
DI KAPAL
DI DARAT
Diulang 2 x
Gambar 17 Metodologi penelitian pengolahan surimi dengan cara terputus.
Bahan Baku
Pembekuan suhu – 18ºC Penyimpanan minced fish pada suhu -18 sd -20
o
C Interval waktu penyimpanan : 1, 2, 3, 4,5 minggu
Thawing Leaching dalam larutan garam 0,3, suhu 5 - 10ºC
Straining Pencampuran 8 jenis ikan 2 perlakuan dan
Penambahan cryoprotectant STPP 0,2 dan gula 3
Surimi
Pengujian : gelstrength, uji lipat, uji gigit, protein larut garam, WHC Pemisahan daging dengan alat Meatbone separator
Pengepresanan Potong kelapaisi perut
72
Tabel 13 Komposisi rasio perbandingan ikan Jenis ikan
Rasio perbandingan ikan Perlakuan I
Perlakuan II
Bambangan Lutjanus sp 12,5
20 Tigawaja
Johnius dussumieri
12,5 20
Kurisi Nemiptherus sp 12,5
15 Beloso
Saurida sp
12,5 15
Lencam
Lethrinus sp
12,5 15
Biji nangka
Openeus sp
12,5 5
Pisang-pisang
Caesio chrysozonus
12,5 5
Swangi Priacanthus tayenus 12,5
5
Total 100
100
Pada masing-masing interval waktu, minced fish beku diproses menjadi surimi dan dilakukan pengujian untuk mengetahui mutu surimi pada titik-titik penyimpanan tersebut.
Analisis mutu surimi dilakukan untuk melihat perubahan sifat fisik dan kimia, antara lain gelstrength, uji lipat, uji gigit, protein larut garam PLG dan WHC sesuai dengan interval
waktu penyimpanan “minced fish” beku, yaitu 1, 2, 3, 4 dan 5 minggu.
1 Rendemen bahan baku
Bahan baku ikan ditimbang sebagai berat awal A, selanjutnya diolah menjadi surimi B. Selanjutnya rendemen dihitung dengan menggunakan rumus :
2 Uji Lipat folding test Suzuki 1981
Uji lipat merupakan salah satu pengujian mutu gel ikan yang bersifat subyektif. Sebelum dilakukan uji lipat, surimi harus disiapkan terlebih dahulu dengan cara surimi
ditimbang sebanyak 300 gram kemudian dimasukkan ke dalam food processor, dilumatkan, ditambahkan garam sebanyak 0,3 dan air dingin 30, aduk adonan hingga rata dan
homogen. Adonan yang telah homogen dimasukkan ke dalam selongsong dan selanjutnya dipanaskan. Proses pemanasan terdiri dari dua kali, yaitu pemasanan pertama pada suhu 40
o
C dan pemanasan kedua 90
o
C dengan waktu pemanasan masing-masing 20 menit. Setelah dingin, selanjutnya dilakukan pengujian dengan cara memotong sampel dengan ketebalan + 3
mm dan disajikan dalam wadah. Pengujian ini menggunakan panelis terlatih sebanyak 7 orang yang berasal dari Balai Besar Pengendalian dan Pengembangan Hasil Perikanan. Cara
73
pengujiannya adalah sebagai berikut : potongan sample yang diterima panelis diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk, kemudian dilipat untuk diamati ada tidaknya retakan pada
potongan sampel. Nilai mutu uji lipat dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Nilai mutu uji lipat Mutu
Keterangan AA
Tidak retak setelah dilipat empat A
Sedikit retak setelah dilipat empat B
Tidak retak setelah dilipat dua C
Sedikit retak setelah dilipat dua D
Patah seluruhnya setelah dilipat dua Sumber : Suzuki 1981
3
Uji gigit teeth cutting test Suzuki 1981
Uji gigit memberikan taksiran panelis secara subyektif. Persiapan sampel dan panelis uji gigit sama dengan uji lipat. Sampel dipotong dengan ketebalan + 5 mm, selanjutnya
diletakkan diantara gigi seri atas dan bawah dan panelis menekan sampel dengan mengunakan kedua gigi seri tersebut untuk melihat kekuatan gel sampel. Nilai uji gigit dapat dilihat pada
Tabel 15. Tabel 15 Nilai mutu uji gigit
Nilai Sifat Kekenyalan
10 Amat sangat kuat
9 Sangat kuat
8 Kuat
7 Cukup kuat
6 Dapat diterima
5 Dapat diterima, sedikit kuat
4 Lemah
3 Cukup lemah
2 Sangat lemah
1 Tekstur seperti bubur
Sumber : Suzuki 1981 4
Kekuatan gel gel strength Suzuki 1981
Kekuatan gel gel strength merupakan salah satu karakteristik fisik dari surimi. Seperti halnya pada uji lipat dan uji gigit sampel, pengujian harus terlebih dahulu disiapkan
74
dengan cara yang sama. Gel strength diukur dengan menggunakan alat Texture Analyzer. Alat ini menggunakan probe dengan luas 0,1923 cm
2
. Sampel diletakkan di bawah probe, kemudian dilakukan penekanan dengan beban 97 gram. Selama proses penekanan tersebut,
pada kertas dengan panjang satu satuan ruas 5,045 cm akan terbentuk kurva dengan ketinggian T dan lebar L tertentu yang kemudian diukur dengan menggunakan jangka
sorong. Dengan alat ini, kekuatan gel ditetapkan dalam gramcm
2
dan dihitung dengan menggunakan rumus :
5 Protein larut garam salt soluble proteins-s-p Park et al. 1996
Penentuan protein larut garam salt soluble protein dilakukan dengan metode Kjeldahl, mula-mula sample ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dihomogenisasi dalam 20
ml larutan garam 3 dingin selama 1menit dalam ice bath. Campuran didiamkan selama 3 menit, kemudian dihomogenisasi lagi selama 1 menit. Selanjutnya disentrifuse lagi selama 10
menit pada 3020 x g. Filtrat dipisahkan dan disentrifuse lagi selama 10 menit pada 3020 x g. Sebanyak 1 ml supernatant digunakan untuk menentukan kadar protein dengan metode
Kjeldahl. S-s-p dinyatakan sebagai persen berat sampel dan persen total protein. 4
Water Holding CapacityWHC McCord et al. 1998
Sampel dengan berat yang ditentukan disentrifuse pada 4500 rpm selama 15 menit. Supernatan dipisahkan dan bagian padatan ditimbang W1, selanjutnya bagian padatan
ditentukan kadar airnya dengan mengeringkan dalam oven seperti prosedur penentuan kadar air. Berat setelah dikeringkan ditimbang W2
5.3 Hasil Penelitian Pada penelitian terhadap 8 jenis ikan HTS, yaitu ikan bambangan, tiga waja, kurisi,
beloso, lencam, biji nangka, pisang-pisang dan swanggi di amati juga rendemen surimi yang
75
dihasilkan dari masing-masing jenis ikan. Berdasarkan hasil pengujian terhadap rendemen berbagai jenis ikan HTS, terlihat bahwa rata-rata rendemen surimi untuk masing –masing
jenis ikan sebesar 32 Tabel 16. Dengan pemisahan bagian daging edible portion dari tulang dan kulit dengan alat pemisah daging meat bone separator akan menambah efisiensi
sehingga dapat meminimalkan berat dan volume ikan-ikan HTS.
Tabel 16 Rendemen surimi beberapa jenis ikan HTS Jenis Ikan
Rendemen
Bambangan Lutjanus sp 30,56
Tigawaja
Johnius dussumieri
30,23 Kurisi Nemiptherus sp
38,73 Beloso
Saurida sp
34,47 Lencam
Lethrinus sp
30,47 Biji nangka
Openeus sp
32,13 Pisang-pisang
Caesio chrysozonus
31,56 Swangi Priacanthus tayenus
30,73
Rata-rata 32,00
Bila rendemen surimi yang dihasilkan rata-rata sebesar 32 , maka dari jumlah HTS ikan demersal yang didaratkan dan dapat diolah menjadi surimi adalah sebesar 128.000 ton
32 dari total tangkapan HTS, maka diperkirakan akan dihasilkan surimi minimal 41.000 ton per tahun.
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa dengan mengolah HTS menjadi minced di atas kapal dan dilanjutkan dengan pengolahan surimi di darat akan mereduksi berat ikan
+ 50 - 60, dengan data tersebut maka penyediaan bahan baku bagi industri pengolahan surimi yang berlokasi jauh dari sumber bahan baku dapat dialihkan dari ikan menjadi minced
beku. Dengan memperkecil berat dan volume ikan maka biaya angkut bahan baku juga dapat diperkecil dan terbatasnya palka dapat diatasi.
Selain kesegaran bahan baku, mutu surimi juga dipengaruhi oleh komposisi kimia ikan, khususnya protein dan lemak Yongsawatdigul 2001. Protein miofibrilar aktin, miosin,
tropomiosin dan troponin yang merupakan bagian terbesar pada jaringan otot ikan dan bersifat larut dalam larutan garam netral. Gabungan aktin dan miosin membentuk fraksi
aktomiosin yang sangat berperan dalam pembentukan gel surimi Suzuki 1981. Perubahan sifat fisik dan sifat kimia dari bahan baku ikan campuran yang diolah menjadi surimi
dianalisis untuk mengetahui karakteristik mutu surimi masing-masing jenis. Data hasil uji
76
mutu surimi masing-masing jenis ikan berdasarkan parameter uji fisik, yaitu uji lipat dan uji gigit serta gel strength disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17 Data hasil pengujian parameter uji fisik surimi bahan baku
Jenis Ikan Gel strength
Nilai Uji Lipat
Nilai Uji Gigit
Tekstur meter grcm
2
Bambangan Lutjanus sp
AA 8
718,18
Tigawaja
Johnius dussumieri
AA 9
825,36
Kurisi Nemiptherus sp
A 7
629,30
Beloso
Saurida sp
AA 9
855,27
Lencam
Lethrinus sp
AA 9
1118,45
Biji nangka
Openeus sp
A 7
622,56
Pisang-pisang
Caesio chrysozonus
A 7
615,72
Swangi Priacanthus tayenus
AA 9
1163,51
Keterangan : SNI 01-2694-1992 : gelstrength minimal = 300 gcm
2
Uji lipat : AA = tidak retak jika dilipat empat; A = sedikit retak jika dilipat empat Uji gigit : 9 = sangat kuat; 8 = kuat; 7 = cukup kuat
Selain parameter uji fisik, dilakukan juga uji proksimat terhadap masing-masing bahan baku Tabel 18. Dari hasil analisa terlihat bahwa ikan kurisi, biji nangka dan pisang-pisang
memiliki kadar protein yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis ikan lainnya, yaitu berkisar antara 16,16 – 17,11 sedangkan ikan beloso, lencam dan swanggi memiliki kadar
protein yang tinggi, yaitu berkisar antara 20,85 – 21,39.
Tabel 18 Komposisi proksimat bahan baku beberapa jenis ikan HTS
Jenis ikan Parameter
Air Abu
Lemak Protein
Bambangan Lutjanus sp
75,83 1,78
2,74 17, 49
Tigawaja
Johnius dussumieri 76,40
1,53 2,64
17,39
Kurisi Nemiptherus sp
75,65 1,97
3,52 17, 11
Beloso
Saurida sp 74,55
0,98 2,03
21, 24
Lencam
Lethrinus sp 75,52
1,31 0,54
21,39
Biji nangka
Openeus sp 76,34
2,23 3,17
16,83
Pisang-pisang
Caesio chrysozonus 77,15
2,38 2,96
16,16
Swangi Priacanthus tayenus
74,87 1,64
1,21 20, 85
Perubahan sifat fisik dan sifat kimia surimi dari bahan baku minced fish hasil ikan campuran 8 jenis ikan dianalisis untuk mengetahui karakteristik mutu surimi ikan campuran
77
selama penyimpanan beku. Pengujian dilakukan terhadap perubahan komposisi proksimat selama penyimpanan beku disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19 Komposisi proksimat surimi selama penyimpanan beku
Waktu penyimpanan “
minced beku” minggu Mutu Surimi
abu air
Protein Lemak
I II
I II
I II
I II
0,62 0,62
76,41 76,18
17,80 19.19
1,77 0,82
1 0,62
0,63 76,45
76,25 17,77
19,12 1,77
0,83 2
0,60 0,59
76,90 76,45
17,36 18,80
1,47 0,75
3 0,62
0,61 77,25
76,86 17,01
18,44 1,34
0,58 4
0,62 0,62
78,43 78,14
16,64 17,09
0,46 0,45
5 0,61
0,58 79,12
78,34 14,37
16,57 0,37
0,32
Keterangan : I : Perbandingan masing-masing ikan adalah 1 : 1 II : Perbandingan ikan berdasarkan presentase hasil tangkapan
- Bambangan dan tigawaja masing-masing 20 - Kurisi, beloso dan lencam masing-masing 15
- Biji nangka, pisang-pisang dan swangi masing-masing 5
Berdasarkan sifat fisik dan kimia surimi dengan selama penyimpanan beku, dilakukan pengamatan terhadap lain uji lipat, uji gigit, gel strength, protein larut garam ssp dan WHC
Tabel 20.
Tabel 20 Sifat fisik dan kimia surimi dari bahan baku “ minced” ikan campuran selama
penyimpanan beku
Waktu penyimpanan
“m inced beku“
minggu Gel strength
SSp WHC
Tekstur Meter grcm
2
Uji lipat Uji
gigit I
II I
II I
II I
II I
II 775,32
918,70 AA
AA 8
8 14,12
14,66 26,64
28,55 1
773,58 906,63
AA AA
8 8
14,10 14,62
26,61 28,53
2 752,30
872,45 AA
AA 8
8 14,22
14,41 26,31
28,10 3
665,13 831,61
A AA
7 8
13,58 13,82
26,21 27,53
4 627,84
765,53 A
AA 7
8 12,22
12,89 25,63
27,20 5
533,68 722,76
B AA
6 8
11,43 11,86
24,44 26,44
Keterangan : SNI 01-2694-1992 : gel strength minimal = 300 gcm
2
Uji lipat : AA = tidak retak jika dilipat empat; Uji gigit : 8 = kuat;
A = sedikit retak jika dilipat empat; 7 = cukup kuat;
B = sedikit retak jika dilipat dua 6 = dapat diterima
78
5.4 Pembahasan