Definisi Kematian Perinatal Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kematian Perinatal

Menurut Abdul Basri dalam Ambarwati 2006, istilah kematian perinatal pertama kali didefinisikan oleh seorang dokter ahli kesehatan anak berkebangsaan Jerman yaitu Pfaundler pada tahun 1936. Menurutnya, periode perinatal merupakan interval waktu sebelum, selama, dan sesudah saat kelahiran yang ditandai dengan kematian janin dan bayi baru lahir. Sementara itu seorang dokter ahli kesehatan anak berkebangsaan Austria Peller pada tahun 1965 menyatakan bahwa lahir mati dan kematian pada minggu pertama kehidupan dapat dianalisis secara statistik dan epidemiologis untuk menentukan penyebab kematian yang diduga sangat komplek dan multifaktor dengan tingkat pola yang bervariasi perbedaannya Ambarwati, 2007: 1. Kelahiran mati ialah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu atau berat badan lahir lebih atau sama dengan 1.000 gram. Kematian perinatal dini adalah early neonatal death ialah kematian bayi dalam 7 hari pertama kehidupannya. Sedangkan yang disebut kematian perinatal perinatal mortality ialah jumlah bayi lahir mati dan kematian bayi dalam 7 hari pertama sesudah lahir Wiknjosastro, 2006: 786. Angka kematian perinatal ialah jumlah kematian perinatal dikalikan 1.000 dan kemudian dibagi dengan jumlah bayi lahir hidup dan lahir mati pada tahun yang sama. Perlu diperhatikan bahwa dalam definisi tersebut, WHO 11 menganjurkan untuk kelahiran hidup dan kelahiran mati berat badan minimum adalah 1.000 gram Wiknjosastro, 2006: 786.

2.2 Penyebab Kematian Perinatal

Angka kematian perinatal dapat digunakan sebagai acuan untuk menilai tingkat keberhasilan pelayanan kesehatan pada masa perinatal. Perbaikan dalam angka kematian perinatal dapat dicapai dengan pemberian pengawasan antenatal untuk semua wanita hamil dan dengan menemukan dan memperbaiki faktor- faktor yang mempengaruhi keselamatan janin dan neonatus. Untuk mengetahui sebab kematian kematian perinatal diperlukan tindakan bedah mayat. Tetapi bedah mayat sangat susah dilakukan di Indonesia, sehingga kematian janin dan neonatus hanya didasarkan pada pemeriksaan klinik dan laboratorium Wiknjosastro, 2006: 787. Penyebab kematian perinatal di beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kematian perinatal tidak banyak berbeda, yaitu faktor yang disebabkan oleh ibu dan faktor yang disebabkan oleh bayi.

2.2.1 Faktor Ibu yang Memperbesar Risiko Kematian Perinatal High Risk

Mother. 1. Status sosial ekonomi yang rendah 2. Tingkat pendidikan ibu yang rendah 3. Umur ibu lebih dari 30 tahun atau kurang dari 20 tahun 4. Paritas pertama dan paritas ke lima atau lebih 5. Tinggi badan ibu dan berat badan ibu pengaruh kedua fator ini pada angka kematian perinatal di beberapa rumah sakit di Indonesia tidak jelas. 6. Kehamilan di luar perkawinan 7. Gangguan gizi dan anemia dalam kehamilan 8. Ibu dengan anamnesis kehamilan dan persalinan yang sebelumnya yang tidak baik, misalnya kehamilan dan persalinan berakhir dengan kematian janin, kematian bayi dini, atau kelahiran bayi berat lahir rendah.

2.2.2 Faktor Bayi yang Mempertinggi Kematian Perinatal High Risk

Infans. 1. Bayi yang lahir dari kehamilan yang bersifat high risk 2. Bayi yang berat badan lahir kurang dari 2.500 gram 3. Bayi yang berat lahir lebih dari 4.000 gram 4. Bayi yang dilahirkan kurang dari 37 minggu dan lebih dari 42 minggu 5. Bayi yang berat badan lahir kurang dari berat badan lahir menurut masa kehamilannya small for gestational age 6. Bayi yang nilai APGARnya kurang dari 7 7. Bayi yang lahir dengan infeksi intrapartum, trauma kelahiran, atau kelainan kongenital 8. Bayi yang lahir dalam keluarga yang mempunyai problema sosial perceraian, perkawian dengan lebih dari satu istri, dan perkawinan tidak sah Winkjosastro, 2006: 788.

2.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kematian Bayi

2.3.1 Faktor Ibu

2.3.1.1 Status Ekonomi

Faktor sosial ekonomi tidak berpengaruh langsung terhadap terjadinya kematian bayi, tetapi sosial ekonomi yang buruk akan mempengaruhi seseorang dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan gizi yang baik selama kehamilan. Keadaan sosial ekonomi yang rendah sering dihubungkan dengan malnutrisi dan bermacam-macam penyakit infeksi seperti malaria, cacingan, dan tuberkulosis Manuaba, 1998.

2.3.1.2 Tingkat Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan ibu tidak berpengaruh secara langsung terhadap kematian bayi, akan tetapi akan berpengaruh terhadap kesadaran ibu dalam memanfaatkan sarana kesehatan, frekuensi pemeriksaan kehamilan, dan kewaspadaannya dalam menghadapi masalah-masalah kesehatan yang mungkin dijumpai selama kehamilan. Tingkat pendidikan ibu juga bisa mempengaruhi kepercayaan dan kebiasaan ibu, serta perhatian dan perawatan terhadap dirinya dan bayinya Manuaba, 1998. Hasil penelitian Simbolon 2006 menyatakan bahwa probabilitas kelangsungan hidup bayi lebih tinggi pada bayi yang lahir dari ibu yang berpendidikan tinggi yaitu sebesar 98,38.

2.3.1.3 Umur Ibu

Umur yang dianjurkan Depkes RI 1999 untuk hamil dan persalinan yang aman adalah pada rentang usia 20 tahun hingga usia 35 tahun. Pada usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun risiko terjadinya prematuritas dan komplikasi kehamilan akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena pada usia kurang dari 20 tahun kondisi ibu masih dalam masa pertumbuhan sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin dalam kandungan, sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun seorang ibu sudah mulai dihinggapi berbagai macam penyakit ditambah dengan menurunnya kekuatan ibu untuk melakukan proses persalinan bayi karena faktor usia maupun penyakit yang dideritanya Manuaba, 1998: 36. Raymond dkk 1994 menyatakan bahwa usia lanjut ≥35 tahun akan meningkatkan risiko untuk melahirkan bayi mati. Cattingius dkk 1993 juga menyatakan bahwa umur ibu yang semakin lanjut ≥35 tahun memiliki risiko untuk melahirkan bayi kecil masa kehamilan KMK. Hasil penelitian Adimoelja 2004, pada periode 1 Januari 2002 –31 Desember 2003 di Rumah Sakit Umum Pusat Manado didapatkan angka kematian perinatal yang tinggi pada kelompok umur 20 tahun dan ≥ 40 tahun, masing-masing 67,34 dan 64,52 Ambarwati, 2006: 22.

2.3.1.4 Pengetahuan Ibu

Pengetahuan ibu memegang peranan penting untuk mewujudkan kesehatan ibu dan bayi. Pengetahuan ibu diantaranya meliputi pengetahuan ibu tentang kesehatan kehamilan, penyakit-penyakit yang menyertai kehamilan, pemeriksaan kehamilan yang harus dilakukan, dan imunisasi yang harus dilakukan selama masa kehamilan Manuaba, 1998: 20.

2.3.1.5 Paritas

Seorang ibu yang sudah mempunyai empat anak atau lebih dan menjadi hamil lagi keadaan kesehatannya sudah tampak menurun dan sering mengalami kurang darah anemia. Selama hamil sering terjadi perdarahan jalan lahir dan letak bayi sungsang atau melintang. Akibat keadaan tersebut maka persalinan menjadi sulit dan lama, bahkan mengalami perdarahan dan infeksi. Paritas di atas lima merupakan faktor risiko penyebab kematian perinatal Manuaba, 1998: 333. Menurut Lubis dalam Ambarwati menyatakan bahwa paritas berkaitan dengan jumlah kelahiran yang dialami oleh seorang ibu. Jumlah kelahiran yang berhubungan dengan terjadinya risiko kematian ibu adalah kelahiran lebih dari empat. Kelahiran pertama pada umumnya mempunyai risiko relatif tinggi karena dipengaruhi oleh kemungkinan adanya kelemahan atau kelainan-kelainan bawaan dari ibu. Kelahiran ke dua dan ke tiga adalah yang paling kurang risikonya. Mulai kelahiran keempat risiko kematian akan meningkat termasuk kelahiran-kelahiran berikutnya Lubis dalam Ambarwati, 2006: 22.

2.3.1.6 Jarak Antar Kelahiran

Pembatasan kelahiran dan membuat jarak kelahiran paling sedikit 2 tahun baik untuk menjaga kesehatan ibu dan anak, mengingat setiap kehamilan membawa risiko kesehatan yang potensial untuk ibu, walaupun ibu tersebut terlihat sehat dan berisiko rendah. 2.3.1.7 Hamil dengan Penyakit Hamil disertai dengan penyakit yang sudah ada sebelum kehamilan dan menjadi lebih berat karena pengaruh kehamilan itu, atau karena penyakit yang timbul selama kehamilan itu sendiri. Penyakit yang menyertai antara lain penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus, penyakit paru, infeksi, dan penyakit endokrin Wiknjosastro, 1999. 2.3.1.8 Hamil dengan Komplikasi Beberapa wanita ada kemungkinan mengalami penyimpangan dalam perjalanan kehamilannya. Komplikasi yang dapat dialami wanita hamil dibagi sesuai masa kehamilannya yaitu pada kehamilan muda atau kehamilan trimester ketiga Manuaba, 1999.

2.3.1.9 Komplikasi Persalinan

Komplikasi dalam persalinan antara lain : 1 Ketuban Pecah Dini Ketuban pecah dini yaitu pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda persalinan. Makin lama periode laten makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas, dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi atau janin dalam rahim Manuaba, 1998: 228. 2 Pre-eklampsi Eklampsi Pre-eklampsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ketiga kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya. Pre-eklampsi dibagi dalam golongan ringan dan berat, sedangkan eklampsi merupakan kelanjutan dari pre-eklampsi berat ditambah dengan kejang atau koma yang dapat berlangsung mendadak Wiknjosastro, 2006: 241. Pre-eklampsi dikatakan berat jika satu atau lebih tanda atau gejala di bawah ini ditemukan : 1 Tekanan sistolik ≥ 160 mm Hg atau lebih atau tekanan diastolik ≥ 110 mm Hg atau lebih. 2 Proteinuria lebih 5 g 24 jam 4 + pada pemeriksaan kualitatif. 3 Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500cc 24 jam. 4 Kenaikan kadar kreatinin plasma 5 Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium. 6 Edema paru-paru atau sianosis. 7 Trombositopenia berat, 100.000 selmm 3 atau penurunan trombosit dengan cepat. 8 Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat Wiknjosastro, 2008: 545. 3 Kala II Tak Maju Persalinan dengan syarat yang adekuat tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala dan putar faksi selama 2 jam terakhir berakhir. Hal ini dapat meningkatkan kejadian asfiksia dan Intra Uterine Fetal Distress IUFD Muchtar, 1998. 4 Persalinan Lama Persalinan pada primigravida kehamilan pertama umumnya berlangsung dalam waktu 18-20 jam dan pada multigravida kehamilan lebih dari satu selama 12-14 jam, mereka yang lebih lama dari 24 jam disebut persalinan lama. Kontraksi rahim selama 24 jam tersebut telah dapat mengganggu aliran darah menuju janin, sehingga janin dalam rahim menjadi dalam situasi yang berbahaya Manuaba, 1998: 292. 5 Perlukaan Kelahiran dalam Persalinan Persalinan selalu memberikan perlukaan pada bayi akibat kelahiran. Perlukaan ini diantaranya adalah cephalhematoma yang terjadi akibat persalinan normal dan terutama pada persalinan dengan cunam Manuaba,1998: 320.

2.3.2 Faktor Bayi

2.3.2.1 Asfiksia Neonatorum

Asfiksia neonatorum menurut Manuaba 1998 merupakan suatu keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O 2 dan makin meningkatkan CO 2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir dengan asidosis. Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah : 1. Faktor Ibu - Preeklamsia dan eklamsia. - Perdarahan abnormal. - Partus lama atau partus macet. - Demam selama persalinan. - Infeksi berat malaria, sifilis, TBC, HIV. - Kehamilan lewat waktu sesudah 42 minggu kehamilan ibu. - Penyakit ibu. 2. Faktor Tali Pusat - Lilitan tali pusat. - Tali pusat pendek. - Simpul tali pusat. - Prolapsus tali pusat. 3. Faktor Bayi - Bayi prematur sebelum 37 minggu umur kehamilan. - Persalinan dengan tindakan sungsang, bayi kembar. - Kelainan bawaan kongenital. - Air ketuban bercampur mekonium berwarna hijau JNPK-KRPOGI, 2007: 108. Keadaan umum bayi dinilai satu menit setelah lahir dengan penggunaan nilai APGAR. Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak. Yang dinilai ialah frekuensi jantung heart rate, usaha napas respiratory effort, tonus otot muscle tone, warna kulit colour, dan reaksi terhadap rangsangan response to stimuli. Skor APGAR biasanya dinilai satu menit setelah bayi lahir yaitu pada saat bayi telah diberi lingkungan yang baik, serta telah dilakukan penghisapan lendir dengan sempurna. Skor APGAR satu menit pertama menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi, sedangkan skor APGAR yang dinilai setelah lima menit bayi lahir mempunyai korelasi yang erat dengan morbiditas dan mortalitas neonatal Wiknjosastro, 1999. Adapun tabel skor APGAR adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Skor APGAR 1 2 NA Apperance warna kulit Pucat Badan merah, ekstremitas biru Seluruh tubuh kemerah- merahan Pulse Rate frekuensi nadi Tidak ada Kurang dari 100 Lebih dari 100 Grimace reaksi rangsangan Tidak ada Sedikit gerakan mimik grimace Batukbersin Activity tonus otot Tidak ada Ekstremitas dalam sedikit fleksi Gerakan aktif Respiration pernapasan Tidak ada Lemahtidak teratur Baikmenangis Jumlah Sumber : Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga Cetakan Keempat, 1999. Catatan : NA 1 menit lebihsama dengan tidak perlu resusitasi NA 1 menit 4 – 6 bag and mask ventilation NA 1 menit 0 – 3 lakukan intubasi Atas dasar pengalaman klinis asfiksia neonatorum dapat dibagi : 1 Vigorous baby, skor APGAR 7-10. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa. 2 Mild moderate asfiksia asfiksia sedang, skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik terlihat frekuensi jantung 100xmenit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada. 3 Asfiksia berat, skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung 100xmenit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada Wiknjosastro, 1999.

2.3.2.2 Berat Badan Lahir

Berat badan bayi baru lahir pada saat kelahiran dicatat. Berat badan lahir rendah BBLR ialah kelahiran bayi dengan berat badan kurang dari 2.500 gram disebabkan umur kelahiran kurang dari 37 mingggu, berat badan lebih rendah dari semestinya sekalipun umur cukup atau karena kombinasi keduanya. Pembagian kehamilan menurut WHO 1979 adalah sebagai berikut : - Preterm : umur hamil kurang dari 37 minggu 259 hari. - Aterm : umur hamil antara 37 sampai 42 minggu 259-293. - Post-term : umur hamil di atas 42 minggu 294 hari. Klasifikasi penggolongan bayi baru lahir menurut Surasmi dalam Ambarwati 2007, adalah sebagai berikut: 1. Klasifikasi Berdasarkan Berat Badan Semua bayi yang lahir dengan berat badan yang sama atau kurang dari 2.500 gram disebut bayi berat badan lahir rendah BBLR, dikelompokkan sebagai berikut : 1 Bayi berat badan lahir amat sangat rendah, yaitu bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari 1.000 gram. 2 Bayi berat badan lahir sangat rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari 1.500 gram. 3 Bayi berat badan lahir cukup rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan 1.500 - 2.500 gram. 2. Klasifikasi Berdasarkan Umur Kehamilan 1 Bayi premature preterm, adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan belum mencapai 37 minggu. 2 Bayi cukup bulan aterm, adalah bayi yang lahir dengan umur 38-42 minggu. 3 Bayi lebih bulan posterm, adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan lebih dari 42 minggu. 3. Klasifikasi Berdasarkan Umur dan Berat Badan 1 Bayi kecil untuk masa kehamilan KMK atau small for gestation age SGA, yaitu bayi yang lahir dengan keterlambatan pertumbuhan intrauterine dengan berat badan terletak di bawah persentil ke-10 dalam grafik pertumbuhan intrauterine. 2 Bayi sesuai untuk masa kehamilan SMK atau appropriate for gestation age AGA, yaitu bayi yang lahir dengan berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan, yaitu berat badan terletak antara persentil ke-10 dan ke-90 dalam grafik pertumbuhan intrauterine. 3 Bayi besar untuk masa kehamilan atau large for gestation age LGA, yaitu bayi yang lahir dengan berat badan lebih besar untuk usia kehamilan dengan berat badan terletak di atas persentil ke-90 dalam grafik pertumbuhan intrauterin. 4 Prematuritas murni, adalah bayi yang mempunyai masa gestasi kurang dari 37 minggu dengan berat badan sesuai dengan masa gestasinya atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilannya NKB-SMK. 5 Dismaturitas, adalah bayi lahir dengan berat badan lahir kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasinya. Bayi mengalami retardasi intrauterine dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya KMK Wiknjosastro, 2006: 781.

2.3.2.3 Kelainan Kongenital Bawaan

Kelainan yang tampak sejak lahir dalam bentuk berbagai gangguan tumbuh kembang bayi baru lahir yang mencakup aspek fisik, intelektual, dan kepribadian. Sedangkan anomali kongenital atau yang umum disebut kelainan kongenital merupakan defek morfologis yang dijumpai sejak bayi lahir. Diagnosis kelainan kongenital seringkali didasarkan atas ditemukannya kelainan pada bentuk tubuh dan struktur organ janin Wiknjosastro, 2008: 261. Menurut Manuaba 1998, kelainan kongenital merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat pembuahan. Kelainan kongenital merupakan penyebab terjadinya keguguran, lahir mati, atau kematian setelah persalinan pada minggu pertama, dan dapat mencapai kehidupan yang lebih besar, karena itu pada setiap kehamilan perlu melakukan pemeriksaan antenatal untuk mengetahui kelainan kongenital diantaranya dengan pemeriksaan Ultra Sonografi USG, pemeriksaan air ketuban, dan pemeriksaan darah janin. Faktor penyebab langsung kelainan kongenital seringkali sukar diketahui, sekitar 40 tidak diketahui dengan pasti penyebabnya. Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti: faktor genetik, kromosom, infeksi, faktor ibu, faktor mekanik dan lingkungan, atau gabungan dari berbagai faktor secara bersama-sama sehingga bersifat multifaktor. Kelainan kongenital yang sering dijumpai antara lain : 1 Anensefali, tidak terbentuk otakkepala janin sehingga bentuk janin seperti kodok. 2 Kelainan fungsi jaringan organ tubuh : spina bifida, labioskizis, palatoskizis, labiopalatoskizis. 3 Gangguan pembentukan alat tubuh : atresia ani, atresia vagina, gangguan migrasi alat tubuh seperti migrasi testis. 4 Hipospadia adalah saluran kemih yang tidak terbentuk pada tempatnya, biasanya di bagian bawah penis. 5 Atresia esophagus, adalah esophagus yang tidak terbentuk. Dilihat dari pertumbuhan organ tubuh, kelainan kongenital dapat digolongkan dalam beberapa kelompok yaitu : 1 Gangguan pertumbuhan atau pembentukan organ, termasuk dalam golongan ini adalah tidak terbentuknya organ atau sebagian organ. 2 Gangguan penyatuan atau fungsi jaringan tubuh, misalnya labiognatopalatoskizis, spina bifida. 3 Gangguan diferensiasi organ, misalnya sindaktili dan ginjal tapal kuda. 4 Gangguan menghilangnya atau berkurangnya jaringan yang seharusnya hilang pada pertumbuhan normal, misalnya hernia inguinalis persisten. 5 Gangguan invaginasi jaringan, misalnya atresia ani, atresia vagina. 6 Gangguan migrasi suatu alat, contohnya adalah testis tidak turun, mal rotasi usus. 7 Gangguan pembentukan saluran, misalnya hipospadia, atresia esophagus Manuaba, 1998 : 322.

2.3.2.4 Infeksi Neonatorum

Mikroorganisme jarang melewati plasenta atau menembus amnion yang intak utuh. Dampak dari infeksi tergantung dari sifat organisme dan masa kehamilan. Infeksi yang terjadi sangat dini dapat menyebabkan kematian janin, aborsi, atau malformasi berat. Infeksi pada neonatus merupakan sebab yang penting terhadap morbiditas dan mortalitas bayi. Lebih kurang 2 janin dapat terinfeksi in utero dan 10 bayi baru lahir terinfeksi selama persalinan atau dalam bulan pertama kehidupan Wiknjosastro, 2002. Infeksi pada neonatus menurut Wiknjosastro 2007 dapat melalui beberapa cara antara lain : 1. Infeksi intra uterine Infeksi intra uterine yang banyak terjadi adalah infeksi transplasenter melalui saluran darah. Secara teoritis dapat pula melalui jalan lain, yaitu melalui : 1 Ruang peritoneum menuju tuba dan kemudian uterus 2 Dinding uterus yang mengalami infeksi 3 Naik ke atas dari vagina melalui kulit ketuban yang pecah ataupun masih utuh dan melalui antara kulit ketuban dan dinding uterus. Infeksi intra uterine oleh bakteri atau virus dapat berlangsung dengan gejala atau tidak. 2. Infeksi selama partus Sebagian akan berhubungan dengan bakteri atau toksinnya apabila bayi melalui vagina. Bakteri yang ditemukan adalah stafilokokus, difteri, bakteri an aerob, dan jarang E.coli. Flora di vagina akan berubah apabila selama persalinan ibu diberikan antibiotika. Pemberian ampicillin akan mematikan semua streptokokus, E.coli, dan proteus berkurang, sedangkan klebsiella dan lain bakteri gram negatif akan masih tetap hidup dalam jumlah besar. Listeria monocytogenis dan gonokokus yang melekat pada luka kronis di servik uteri dapat menumbuhkan infeksi yang berat pada bayi waktu ia melalui jalan lahir tersebut. Ibu sebagai pembawa bakteri usus yang patogen dapat memberikan infeksi pada bayinya dan ibunya sendiri mungkin tidak menderita sakit. 3. Infeksi postnatal bayi berada di luar kandungan Bayi sesudah lahir akan dipengaruhi oleh keadaan yang ada di sekitarnya yang merupakan sumber infeksi, antara lain : 1 Tangan yang merawat bayi. 2 Alat-alat yang berhubungan dengan cairan : alat resusitasi, alat pembantu pernafasan, isap lendir. 3 Minum dan obat-obatan yang kurang memperhatikan kebersihan. 4. Infeksi sebelum dan waktu lahir Ibu yang sakit waktu hamil, bayi yang dilahirkan akan menderita sakit pula. Banyak terjadi pada infeksi intra uterine, ibu tidak nampak menderita sakit, diagnosis ibu baru ditemukan setelah bayi lahir abortus, preterm atau meninggal waktu lahir. Infeksi yang terjadi baik sebelum maupun waktu persalinan disebabkan oleh gonokokus, kandida albikan, herpes virus hominis, bakteri usus, dan cytomegali. Infeksi bakteri yang terjadi waktu bayi melalui jalan lahir, kadang-kadang dapat berkembang menjadi sepsis yang berat, dapat menyebabkan kematian bayi dalam waktu 48 jam.

2.3.3 Faktor Pelayanan Kesehatan

2.3.3.1 Perawatan Antenatal

Pelaksanaan antenatal care sangat penting karena dapat memberikan gambaran keadaan ibu hamil, janin dalam kandungan, dan kesejahteraan umum. Asuhan antenatal adalah upaya preventif program pelayanan kesehatan obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan. Alasan penting untuk mendapatkan asuhan antenatal, yaitu: membangun rasa percaya antara ibu dan petugas kesehatan, terwujudnya kondisi terbaik bagi ibu dan bayi, memperoleh informasi dasar tentang kesehatan ibu dan kehamilannya, mengidentifikasi kehamilan risiko tinggi, dan memberikan pendidikan kesehatan yang deperlukan dalam menjaga kualitas kehamilan Wiknjosastro, 2008: 278. Pemeriksaan kehamilan yang baik adalah apabila diperiksa pada tenaga kesehatan yang terlatih sejak dini dan dilakukan secara teratur karena akan terdeteksi masalah kesehatan dan implikasinya. Sesuai dengan anjuran Depkes RI 1999, pada triwulan I konsepsi tiga bulan minimal 1 kali ibu memeriksakan diri, triwulan II 4 – 6 bulan minimal 1 kali, sedangkan triwulan III 7 – 9 bulan minimal 2 kali memeriksakan diri ke tenaga kesehatan. Hasil penelitian Ambarwati 2006 menunjukkan bahwa responden yang tidak lengkap pemeriksaan antenatal mempunyai risiko 4,037 kali lebih besar untuk terjadinya kematian perinatal dibandingkan ibu yang lengkap pemeriksaan antenatal Ambarwati, 2006.

2.3.3.2 Penolong Persalinan

Ibu yang mendapat pertolongan persalinan oleh dukun berisiko lebih besar untuk melahirkan bayi mati dibandingkan dengan ibu yang melahirkan oleh tenaga kesehatan. Tingginya kematian bayi diantaranya disebabkan oleh belum memadainya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dan rendahnya cakupan penanganan kasus obstetri. Hasil penelitian Alisjahbana dalam Ambarwati 2006 menunjukkan bahwa hampir 90 persalinan berlangsung di rumah dan 80-90 persalinan ditolong oleh tenaga tidak terlatih. Faktor ini dapat mempengaruhi produk kehamilan dan kelangsungan hidup bayi. Pertolongan oleh dukun menimbulkan berbagai masalah dan penyebab utama tingginya angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal Manuaba, 1998: 19.

2.3.3.3 Rujukan

Merupakan suatu sisitem pelayanan kesehatan dimana terjadi pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kesehatan yang timbul secara horisontal maupun vertikal, baik untuk kegiatan pengiriman penderita, pendidikan, maupun penelitian Wiknjosatro, 2008: 31. Indikasi rujukan harus mulai dipikirkan sejak bayi dalam kandungan, oleh karena tindakan penanganan kehamilan risiko tinggi maupun tindakan dan penanganan penyulit komplikasi persalinan yang kurang memadai akan sangat berpengaruh terhadap hidup bayi sehingga terhindar dari kematian pada masa neonatal. Rujukan bukanlah berarti satu kekurangan, tetapi satu tanggung jawab yang tinggi dan mendahulukan kepentingan masyarakat. Kelancaran rujukan dapat menjadi faktor yang menentukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan perinatal Manuaba,1998: 22. Tanda-tanda kondisi bayi baru lahir yang perlu dirujuk Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2006, yaitu : 1. Bayi berat lahir rendah ≤ 2.000 gram. 2. Bayi tidak mau minum ASI. 3. Tangan dan kaki bayi teraba dingin. 4. Bayi mengalami gangguan kesulitan bernafas asfiksia. 5. Bayi mengalami perdarahan. 6. Bayi mengalami kejang-kejang. 7. Bayi mengalami gangguan saluran cerna disertai muntah-muntah, diare, atau tidak buang air besar sama sekali dengan perut membuncit. 8. Bayi menunjukkan tanda infeksi berat seperti meningitis atau sepsis. 9. Bayi menyandang kelainan bawaan.

2.4 Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kematian Perinatal Sumber : Modifikasi Manuaba 1998: 333 dan Wiknjosastro 2006. FAKTOR IBU : 1. Sosial : - Pendidikan rendah - Status ekonomi rendah 2. Umur ≤ 20 tahun atau ≥ 35 tahun 3. Paritas di atas 4 4. Jarak antar kelahiran 5. Hamil dengan penyakit - Hipertensi - Diabetes Melitus - Jantung - Penyakit paru - Infeksi - Penyakit endokrin 6. Hamil dengan komplikasi 7. Komplikasi persalinan - Kehamilan ganda - Perdarahan - Ketuban Pecah Dini - Pre-eklamsiEklamsi - Perlukaan kelahiran dalam persalinan - Kala II tak maju - Persalinan lama FAKTOR BAYI : 1. Bayi dengan risiko tinggi - BB ≤ 2.500 gr - BB ≥ 4.000 gr 2. Hamil umur kurang dari 37 minggu 3. Kelainan kongenital 4. Asfiksia FAKTOR PELAYANAN KESEHATAN : 1. Perawatan antenatal 2. Penolong persalinan 3. Jarak tempat tinggal ke pelayanan kesehatan Kematian Perinatal

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Gambar Kerangka Konsep Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah status ekonomi, perawatan antenatal, jarak tempat tinggal ke pelayanan kesehatan, dan tempat persalinan. Variabel Bebas Variabel Terikat Variabel Perancu Kematian perinatal 1. Faktor Ibu: - Umur ibu - Pendidikan ibu - Pengetahuan ibu - Paritas - Jarak antar kehamilan - Penolong persalinan 2. Faktor Bayi: - Asfiksia - BBLR - Kelainan kongenital - Status ekonomi - Perawatan antenatal - Jarak tempat tinggal ke pelayanan kesehatan 33

Dokumen yang terkait

Hubungan Faktor Ibu Dan Pelayanan Kesehatan Dengan Kematian Perinatal Di Kabupaten Pidie Tahun 2008

0 31 99

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEMATIAN BAYI DI KABUPATEN JEMBER

0 18 19

Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kematian Perinatal di Wilayah Kerja Puskesmas Pulokulon II Kabupaten Grobogan Tahun 2009

0 5 81

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN FREKUENSI IBU DALAM MEMIJATKAN BAYI DI PUSKESMAS 1 Faktor-faktor yang berhubungan dengan frekuensi ibu dalam memijatkan bayi di Puskesmas 1 Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

0 1 16

FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN TAHUN 2010-2013.

0 0 9

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEMATIAN NEONATAL (Studi Kasus di Kabupaten Grobogan Tahun 2014).

4 14 149

44 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEMATIAN IBU AKIBAT PRE EKLAMSIEKLAMSI DI RSUD INDRAMAYU TAHUN 2013

0 0 12

FAKTOR IBU, BAYI DAN BUDAYA YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN KEMATIAN BAYI DI PUSKESMAS PEDAN

0 0 6

FAKTOR IBU YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH di RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI - Faktor Ibu yang Berhubungan dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah di RSUD Panembahan Senopati Bantul Tahun 2011 - DIGILI

0 0 13

FAKTOR IBU YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD WATES TAHUN 2012   NASKAH PUBLIKASI - Faktor Ibu yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir di RSUD Wates Tahun 2012 - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 12