Identitas Informan Kondisi Sosial Ekonomi Informan III

KASUS INFORMAN III

5.3.1 Identitas Informan

Nama : Ida Simamora Jenis kelamin : Perempuan Usia : 34 Tahun Pendidikan terakhir : SMP Alamat rumah : Jl. Maninjau Simpang Kadi Lorongi Kel Kota Bangun Kec. Medan Deli Agama : K. Protestan Suku : Batak Toba Jumlah anggota keluarga : 6 Orang

5.3.2 Kondisi Sosial Ekonomi Informan III

Penulis bertemu dengan informan III pada awal bulan Mei 2009. Ketika itu penulis sedang berkunjung ke rumah salah seorang teman penulis dimana teman penulis adalalah sorang guru pendidikan anak usia dini PAUD di lingkungan I Kelurahan Kota Bangun. Sambil menikmati hidangan, teman penulis bercerita bahwa tetangganya merupakan salah satu korban PHK, dari observasi terlihat jelas bagaimana kondisi rumahnya yang sangat sederhana, penulis meminta tolong untuk di perkenalkan kepadanya. Kemudian penulis menceritakan tujuan kedatang kerumahnya, dari pertemuan pertama penulis hanya bertemu Universitas Sumatera Utara dengan ibu dari rumah tangga tersebut, hal ini disebabkan karena suaminya bekerja di pabrik. dia sepertinya tidak bersedia di jadikan sebagai informan tetapi penulis menceritakan bahwa wawancara yang diceritakannya akan dijaga kerahasiaannya oleh penulis. Akhirnya ibu tersebut bersedia menjadi informan III yang kemudian penulis ketahui namanya adalah ibu Lundu. Pada kunjungan berikutnya penulis hanya melakukan observasi ke rumah informan dan melakukan wawancara tidak berstruktur dari wawancara yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kondisi yang dialami oleh informan I, II berbeda dengan yang dialami oleh informan III. Pada 12 juni 2009 penulis melakukan kunjungan kembali kerumah informan III tetapi pada saat itu informan tidak berada dirumah, penulis mendapat informasi bahwa informan sedang menggunting sendal jepit swallow dirumah tetangganya, kemudian penulis menemuinya dan membuat janji untuk melakukan wawancara di keesokan harinya karena informan sedang bekerja. Pada saat itu ada 5 orang ibu bersama informan sedang menggunting sendal jepit swallow salah satunya adalah ibu Br Siallagan, bercerita bahwa mereka adalah korban PHK juga. Dikeesokan harinya penulis bertemu dengan informan pada pukul 12.00 Penulis mengalami hambatan bertemu dengan suami informan karena pekerjaanya harus berangkat pagi dan pulang di sore hari. Ia juga sering mengambil jatah lembur untuk menambah pendapatannya. Pertemuan ke 5 yaitu pada tanggal 19 juni 2009 penulis bertemu kembali dengan informan saat itu informan sedang menggunting sandal jepit swallow dan penulis pun melakukan wawancara dengan informan yang disaksikan oleh teman – teman informan, dari kondisi ini penulis Universitas Sumatera Utara semakin mendapatkan data tentang keluarga informan karena temannya terkadang membuka rahasia keluarga mereka masing – masing sehingga memicu informan untuk bercerita lebih jauh lagi. Wawancara ini pun menarik karena ibu Br. Siallagan teman informan sering membuat lawakan. Pada tanggal 25 juni 2009 adalah wawancara terakhir penulis dengan informan dari wawancara tersebut penulis dapat memahami bahwa kemiskinan di lingkungan buruh perkotaan sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari kemiskinan yang terjadi dipedesaan atau ditempat lain, karena kemiskinan yang terjadi dipedesaan adalah salah satu faktor pendorong terjadinya urbanisasi masyarakat desa ke kota demi kehidupan yang lebih baik. Menurut informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan informan, latar belakang informan berasal dari pedesaan yaitu Sidikalang. Alasan informan melakukan urbanisasi ialah untuk mencoba memperbaiki kondisi hidup dengan cara mencari pekerjaan ke kota. Buruh diperkotaan terutama di Kawasan Industri Medan KIM pada umumnya bukan penduduk asli. Penduduk tersebut berasal dari desa-desa disekitar kawasan tersebut. Kualitas sumber daya manusia ditandai dengan kamampuan dan keterampilan untuk memanfaatkan teknologi. Teknologi adalah perangkatalat yang tidak netral, artinya bahwa teknologi adalah memihak pada yang menguasai informasi dan mempuyai kemampuan dan keterampilan. Penguasaan akan ilmu dan keterampilan adalah syarat yang tidak bisa ditawar lagi. Seandainya buruh bisa memilih orang yang pandai dan yang terampil situasi dan kondisi dimana dilahirkan tidak memberikan pilihan bagi dirinya sendiri sementara industrialisasi dan pilihan – pilihan teknologi yang Universitas Sumatera Utara diterapkan di Indonesia menerapkan mensyaratkan standar ilmu dan keterampilan yang relatif tinggi.Anwar, 1995:193 Rendahnya kapabilitas buruh dan tingginya kuantitas buruh membawa dampak langsung terhadap upah yang diterimanya. Tetapi tingkat kenaikan upah buruh merupakan pengaruh dari demonstrasi dan pemogokan yang dilakukan. Sedangkan harga biaya hidup dan juga inflasi terjadi dengan pasti, maka hal ini bisa dibayangkan kira – kira bagaimana kualitas hidup tenaga kerja tersebut kemiskinan buruh tidak hanya akan dirasakan oleh buruh tersebut tetapi akan dirasakan oleh generasi keturunanya karena industri hanya akan memperoleh tenaga yang kurang terampil, kurang berpendidikan dan kurang bergiji. Akhirnya kondisi tersebut akan menghambat kemajuan dari industri itu sendiri. contahnya saja ibu lundu Informan Ibu Lundu adalah seorang ibu rumah tangga yang di PHK pada tahun 2005 dari pabrik kue Unibis. Pada saat itu jabatannya hanya sebagai karyawan biasa sedangkan suaminya bekerja di pabrik PT. Putra Bandar. Keluarga informan dikarunia 4 tahun orang anak I bernama Lundu berumur 10 tahun dan duduk dikelas 4 SD yang kedua bernama Ciska berumur 8 tahun sekarang masih kelas 2 SD sementara yang III bernama Eko Jaya 6 tahun dan sebentar lagi masuk sekolah dasar sementara yang paling kecil bernama Nurasima berumur 4 tahun. Informan berasal dari Sidikalang begitu juga dengan suaminya ia mendapat pekerjaan di Kawasan Industri Medan KIM ini dari temannya yang sudah duluan bekerja di KIM informan berkata : Universitas Sumatera Utara “Jaman dulu masih enak dek Orang kampung kalau merantau ke kota pas tahun baru kalau pulang membawa banyak uang, tapi kalau sekarang orang kota kalau pulang kampung pasti mau minjam uang” Informan menuturkan ketika masih bekerja di pabrik dia bekerja sebagai karyawan tetap dan mendapat gaji pokok sebesar Rp 600.000,- dan mendapat tunjangan makan sebesar Rp 2.500,- informan menuturkan “ kalau dulu awak masih kerja dan suami juga masih kerja masih enaklah gaji awak bisa beli makanan enak sekali – sekali kalau sekarang tarhona mangallang daging ,beli sabun cuci aja sudah payah “ Dengan gaji Rp 600.000,- keluarga informan hanya dapat menabung dengan jumlah kecil informan menuturkan : “ kalau ada pesta uang yang di tabung itu pun habis. Memang susah yang maradat ini”. Keluarga informan sangat terpuruk dengan krisis ekonomi global, apalagi anaknya masih kecil-kecil, anak informan membutuhkan biaya yang besar untuk biaya pendidikan. Dari informasi yang diperoleh dari informan, kebutuhan biaya pendidikan untuk kedua anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar SD tidak terlalu tinggi karena mereka bersekolah di sekolah negeri. Ketakutan informan adalah ketika kedua anaknya tersebut melanjutkan pendidikannya ke tingkat SLTP dan dan anak ke-III, IV telah bersekolah. Ia tentunya memerlukan biaya yang lebih besar lagi dan menuntut pendapatan yang besar pula seperti penuturan informan berikut ini: “ga tahu lah dek Orang ini bisa kusekolahkan maunya kadang stress otakku kalau kupikirkan itu, yah kayak gini lah di ulaon na boi siulaon kalua ada Harlep harian lepas awak ikutan“ Bila melihat kondisi informan yang sudah berusia 34 tahun sudah sangat sulit mendapatkan pekerjaan, sementara pada saat ini perusahaan hanya Universitas Sumatera Utara membutuhkan tenaga yang muda. Faktor lainnya juga karena latar belakang pendidikan informan yang hanya berijazasahkan SMP. Informan menuturkan: “ kalau jaman kami dulu masih gadis di KIM ini, syarat untuk melamar kerja di pabrik masih banyak diterima tamat SD, yang ga tamat pun masih banyak yang diterima, kalau sekarang sudah ada langsung di tulis minimal tamat SMA ada lagi syaratnya maksimal umur segini jadi awakpun gagal karena syarat” Informan pun tidak dapat berbuat banyak dengan situasi seperti ini, apalagi kondisi rumah tangga keluarga informan yang rumahnya masih menyewa dengan harga 2 jttahun. Dari pengamatan penulis, rumah informan sangat sederhana dengan ukuran 4 x 6 meter dan hanya mempunyai 1 kamar dengan dinding rumah yang masih terbuat dari bambu dan lantainya masih dari semen dan air yang menggunakan air sumur keluarga ini terpaksa menggunakan air sumur karena tidak ada biaya untuk memasukkan air perusahaan daerah air minum PDAM. Dari hasil wawancara penulis dengan informan, tahun ajaran baru dia akan meminjam uang karena anak pertamanya akan naik kelas dan butuh buku baru. Begitu juga dengan anak keduanya akan membutuhkan biaya yang sama dengan abangnya sementara yang paling banyak membutuhakan biaya adalah anak ke 3 nya yang akan memasuki kelas 1 SD karena anaknya akan membutuhkan seragam sekolah dan alat perlengkapan sekolah seperti tas, sepatu, buku, pensil dan lain sebagainya. Jadi, informan akan meminjam uang kepada tatangga atau saudaranya dengan jaminan pada waktu gajian akan dibayarkannya dengan gaji pokok suami informan yang hanya Rp 800.000,- mungkin gaji pokok akan bertambah jika suami informan mengambil jatah lembur. Suatu hal ironis dengan gaji Rp 800.000,- dapat menghidupi keluarga informan. Universitas Sumatera Utara Kehidupan keluarga informan PHK mengalami kondisi yang memprihatinkan. Karena informan tidak dapat memberikan makanan yang bergiji kepada anaknya, ini sangat penting karena anaknya membutuhkan giji yang cukup untuk masa pertumbuhannya. Menurut informan ketika masih era orde baru perekonomian Indonesia masih baik, kebutuhan ekonomi dengan gaji yang diperoleh masih seimbang karena harga bahan kebutuhan rumah tangga masih murah, tetapi semenjak krisis global yang melanda Indonesia keadaan ini pun jauh berubah harga kebutuhan melonjak tinggi.

5.4 ANALISA KASUS