ANALISA KASUS ANALISA DATA

Kehidupan keluarga informan PHK mengalami kondisi yang memprihatinkan. Karena informan tidak dapat memberikan makanan yang bergiji kepada anaknya, ini sangat penting karena anaknya membutuhkan giji yang cukup untuk masa pertumbuhannya. Menurut informan ketika masih era orde baru perekonomian Indonesia masih baik, kebutuhan ekonomi dengan gaji yang diperoleh masih seimbang karena harga bahan kebutuhan rumah tangga masih murah, tetapi semenjak krisis global yang melanda Indonesia keadaan ini pun jauh berubah harga kebutuhan melonjak tinggi.

5.4 ANALISA KASUS

Strategi Adaptasi Rumah Tangga Korban PHK dalam Mempertahankan Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Informan I,II,III Sebelum di PHK tulang punggung dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga hanya 1 orang yang dilakukan suami informan I tetapi setelah di PHK informan melakukan pekerjaan sampingan. Uang pesangon dari suami informan dimanfaatkan untuk membuat usaha kecil – kecilan seperti berjualan gorengan dan es dewer. Suami informan adalah seorang yang pintar dengan pendidikan yang rendah dengan mengandalkan pengalaman dia mampu merakit panel listrik. Suami informanpun sering mendapatkan tawaran untuk bekerja di perusahaan–perusahaan tetapi gajinya tidak sesuai dengan resiko pekerjaanya sehingga ia menolaknya dan tidak ingin terikat kembali, suami informan juga mencari pekerjaan sampingan terkadang suaminya menjadi harlep harian lepas di pabrik juga menarik ojek, dari hasil menarik ojek ini bisa didapatkan kurang Universitas Sumatera Utara lebih Rp 30.000 – 40.000,- perhari. Pendapatan ini setidaknya cukup untuk membeli rokok dan belanja keluarganya 1 hari. Strategi lainnya yang dilakukan keluarga ini adalah dengan cara menambah pekerjaan sampingan seperti yang dilakukan suami informan, ikut proyek – proyek dalam perakitan panel listrik, memasukkan instalasi listrik kerumah warga dan memperbaiki listrik tetangganya yang bermasalah. Sementara anak informan yang sudah bekerja dapat membantu perekonomian keluarga dengan anaknya bekerja. Masalah konsumsi keluarga tidak menjadi masalah yang mengkhawatirkan karena hasil dari pekerjaan mereka masih cukup dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Jumlah tanggungan untuk biaya sekolah juga masih dapat dipertahankan dengan kondisi yang pas-pasan. Kehidupan keluarga informan bisa dikatakan berkecukupan dengan pendapatan dari suami informan bisa mencapai Rp 700.000,- perminggu jika mendapat proyek tetapi jika tidak hanya mencapai 1.5 jt perbulan, tapi hal yang menarik adalah keluarga informan tidak mampu menguliahkan anaknya dengan alasan biaya yang tinggi. Padahal, jika keluarga ini pintar berhemat keluarga ini pasti dapat menguliahkan anaknya tetapi kebiasaan buruk suaminya dan tidak adanya pengontrolan konsumsi keluarga, menjadi alasan mengapa anaknya tidak dapat dikuliahkan. Banyak tawaran dari relasi suami informan yang memberikan pekerjaan tetapi suaminya terlalu memilih hanya mau bekerja dengan upah yang besar. Jika mendapat tawaran di luar kota dengan upah yang standart maka ia lebih baik memancing. Hubungan baik suaminya dengan relasi, menjadikan ia orang kepercayaan bahkan ia ditawarin diberikan modal usaha didepan rumahnya Universitas Sumatera Utara oleh seorang pengusaha, jika usahanya sudah berkembang uang tersebut dapat disetor kembali tetapi ia tidak tahu membuat usaha apa dan keluarga ini tetap miskin. Sementara dari observasi dan wawancara penulis terhadap informan ke-II penulis dapat menyimpulkan bahwa informan adalah seorang kepala rumah yang kurang bertanggung jawab. Informan seharusnya bertanggung jawab akan kesejahteraan dan pendidikan bagi anak-anaknya tetapi pendidikan anak –anaknya tidak ada yang menganyam pendidikan tinggi atau perguruan tinggi hanya tamatan dari SMA. PHK yang melanda sektor industri telah menyebabkan terjadinya PHK besaran – besaran. Status pun berganti ketika informan di PHK menjadi penganguran atau setengah menganggur, ada kekhawatiran bagi keluarga informan tentang kelangsungan ketahanan keluarga mereka jadi untuk tetap dapat mempertahankan kondisi keluraga, istri informan terpaksa bekerja kembali untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka dan informan menjadi penarik ojek. Latar belakang pendidikan informan yang berasal dari SMEA menyebabkan informan tidak mempunyai ijazah yang bisa diandalkan. Dari pengamatan penulis didaerah KIM banyak perusahaan yang membutuhkan tenaga harian lepas harlep dan memakai shift. Sebenarnya pekerjaan ini dapat diambil informan karena ia bekerja setengah hari dan sisanya bisa dipergunakan menarik ojek tetapi informan tidak memanfaatkannya. Informan juga termasuk tipe orang yang tidak dapat bekerja keras sihingga tuntutan istrinya tidak dapat terpenuhi, istrinya mencoba membuka usaha lain yaitu membuka warung kopi yang kini Universitas Sumatera Utara menjadi tempat nongkrong supir Truk. Godaan tidak dapat di tolak istrinya karena keinginan untuk melunasi utang-utangnya. Akhirnya istrinya menjual diri, tidak berapa lama utang tersebut dapat di lunasi tapi informan tidak mengetahui perbuatan istrinya. Dari hasil cerita informan, penulis melihat kelangsungan perekonomian keluarga sangat mengkhawatirkan, dimana sebelum PHK informan biasanya dapat menabung tetapi setelah PHK uang yang didapat hari ini tidak banyak yang bisa di tabung bahkan hanya untuk kebutuhan sehari – hari. Masalah konsumsi sehari – hari mereka tidak berbeda sebelum informan di PHK masih mengkonsumsi makanan yang masih bergiji seperti yang telah penulis paparkan diatas bahwa pendapatan mereka hari ini untuk di konsumsi hari ini juga, jadi hanya sedikit yang ditabung. Jadi tampak jelas sebelum dan sesudah di PHK. Sebelum PHK hanya 1 tulang punggung keluarga tetapi ketika terjadi PHK, tulang punggung keluarga pun menjadi 2 orang dengan penghasilan yang kecil informan tidak dapat menyekolahkan anak nya tingi-tinggi. Mereka hanya memperjuangkan bagaimana anaknya bisa tamat SMA karena jika sudah mempunyai ijazah SMA untuk melamar pekerjaan di pabrik cukup mudah. Informan pun hanya pasrah dengan keadaan tidak melakukan upaya lebih untuk meningkatkan pendapatan keluarga hanya mengandalkan uang dari pendapatan dari ojeknya, padahal keluarganya dapat memelihara ternak ayam di belakang rumahnya untuk menambah pendapatan, tetapi ayam yang sudah ada hanya dibiarkann berkembang secara alami tidak ada suatu program untuk Universitas Sumatera Utara meningkatkan perekonomian keluarga. Lahan yang kosong di belakang rumahnya juga dapat ditanami sayur kangkung, bayam, tomat dll, tetapi tidak dilakukan. Berbeda dengan strategi adaptasi yang dilakukan informan ke-III yang hanya sebagai buruh pabrik dengan pendapatan standart Upah Minimum Provinsi UMP menyebabkan keluarga ini harus bertahan dengan berbagai strategi untuk menafkahi keluarganya. Ironisnya lagi kondisi ini semakin parah ketika terjadi krisis global yang melanda Indonesia menyebabkan informan di PHK, sehingga tulang punggung keluarga tinggal suami informan hal ini menyebabkan pendapatan keluarga menjadi berkurang drastis tetapi keluarga ini harus tetap dapat bertahan dalam kehidupan sehari – hari maka mau tidak mau keluarga ini harus melakukan suatu strategi adaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Dalam kehidupannya sumber penghasilan keluarga berasal dari salah satu anggota keluarga yaitu suami informan. Berbagai strategi dilakukan untuk informan untuk menambah pendapatan keluarga misalnya jika ada pabrik yang membutuhkan harian lepas maka informan pun mengambil inisiatif dengan bekerja dengan gaji Rp 39.000,-hari sementara strategi lain yang digunakan keluarga informan dalam mempertahankan sosial ekonomi keluarga adalah meminjam uang dari tetangga maupun saudara dalam memenuhi kebutuhan keluarga seperti uang sekolah anaknya dan untuk kebutuhan sehari – hari. Informan juga bercerita bahwa sebelum di PHK keluarga informan masih dapat mengkonsumsi daging dalam satu kali seminggu tetapi setelah terkena PHK keluarga ini lebih sering mengkomsumsi tahu, tempe dan ikan asin. Universitas Sumatera Utara Keluarga ini juga terpaksa menghemat pengeluaran dengan tidak memasukkan air PDAM kerumahnya karena butuh biaya yang besar dalam membayar tagihan iuran, jadi pengeluaran keluarga semakin banyak sementara pamasukan tetap. Informan juga bercerita bahwa keluarganya sekarang terpaksa mengkonsumsi beras bulog sebelum informan di PHK penggunaan konsumsi juga berubah dalam sehari keluarga ini hanya menghabiskan 2 muk tetapi setelah keluarga informan di PHK maka keluarga ini terpaksa mengkonsumsi 1,5 muk. Dari cerita informan keluarga muda yang mempunyai anak kecillah yang paling merasakan dampak dari PHK, karena umumnya mereka membutuhkan biaya yang banyak untuk biaya sekolah dan pengeluaran mereka yang paling banyak mulai dari biaya pendidikan, sewa rumah dan kesehatan. Informan juga menceritakan sebelum di PHK mereka masih sering menyambal ikan tetapi setelah di PHK keluarga ini sudah jarang menyambal. Informan menuturkan biasanya menggunakan minyak tanah untuk memasak tetapi sekarang keluarga ini menggunakan kayu bakar yang diambil dari dahan pohon disekitar Kawasan Industri Medan dan juga sisa kayu pengolahan yang ada di kawasan industri. Bahan baku ini lah yang digunakan informan dalam kehidupan sehari – harinya. Informan juga bercerita bahwa keluarga ini sudah jarang membeli baju untuk anak – anaknya apalagi untuk mereka sendiri jika adapun hanyalah baju bekas yang dijual di pajak Brayan. Kehidupan keluarga informanpun terpaksa tidur hanya beralaskan dengan tikar dari penuturan korban kasur yang ada sudah rusak jadi terpaksa menggunakan tikar dan bantal sementara untuk membeli kasur yang baru keluarga ini belum mampu. Keluarga ini pun berjuang hanya untuk Universitas Sumatera Utara mempertahankan sosial ekonomi keluarga dalam meningkatkan sosial ekonomi masih membutuhkan usaha yang lebih besar.

5.5 KESIMPULAN LIFE STORY INFORMAN I, II, III