Terapi ARV untuk koinfeksi hepatitis B

28 Hati Indonesia PPHI merekomendasikan memulai terapi hepatitis B pada infeksi hepatitis B kronik aktif jika terdapat: peningkatan SGOTSGPT lebih dari 2 kali selama 6 bulan dengan HBeAg positif atau HBV DNA positif.  Adanya rekomendasi tersebut mendorong untuk dilakukan diagnosis HBV pada HIV dan terapi yang efektif untuk ko-infeksi HIVHBV  Gunakan paduan antiretroviral yang mengandung aktivitas terhadap HBV dan HIV, yaitu TDF + 3TC atau FTC untuk peningkatan respon VL HBV dan penurunan perkembangan HBV yang resistensi obat Pada pengobatan ARV untuk koinfeksi hepatitis B perlu diwaspadai munculnya hepatic flare dari hepatitis B. Penampilan flare khas sebagai kenaikan tidak terduga dari SGPTSGOT dan munculnya gejala klinis hepatitis lemah, mual, nyeri abdomen, dan ikterus dalam 6- 12 minggu pemberian ART. Flares sulit dibedakan dari reaksi toksik pada hati yang dipicu oleh ARV atau obat hepatotoksik lainnya seperti kotrimoksasol, OAT, atau sindrom pulih imun hepatitis B. Obat anti Hepatitis B harus diteruskan selama gejala klinis yang diduga flares terjadi. Bila tidak dapat membedakan antara kekambuhan hepatitis B yang berat dengan gejala toksisitas ARV derajat 4, maka terapi ARV perlu dihentikan hingga pasien dapat distabilkan. Penghentian TDF, 3TC, atau FTC juga dapat menyebabkan hepatic flare.

2. Terapi ARV untuk koinfeksi hepatitis C

Interpretasi hasil laboratorium untuk Hepatitis C dapat dilihat Lampiran 6.  Zidovudine dan Stavudine mempunyai efek samping tumpang tindih dalam hal hematologi dan hepatotoksisitas dengan pengobatan yang digunakan dalam hepatitis C khususnya ribavirin seperti pada tabel 12. Oleh karena itu, pada saat pemberian bersama terapi hepatitis C perlu dilakukan substitusi sementara dengan TDF.  Terapi hepatitis C dianjurkan dimulai pada saat CD4 350 selmm 3 dan setelah terapi ARV stabil untuk mencapai tingkat SVR yang lebih tinggi. Paduan terapi ARV pada keadaan ko-infeksi HIVHCV adalah mengikuti infeksi HIV pada orang dewasa. Hanya saja perlu memantau ketat karena risiko hepatotoksisitas yang berhubungan dengan obat dan interaksi antar obat. Beberapa interaksi yang perlu perhatian antara lain: Tabel 12. Risiko dari kombinasi obat untuk HIVHCV Kombinasi Obat Risiko Anjuran Ribavirin + ddI Pankreatitis asidosis laktat tidak boleh diberikan secara bersamaan Ribavirin + AZT Anemia Perlu pengawasan ketat Interferon + EFV Depresi berat Perlu pengawasan ketat 29 Tabel 13. Pengobatan Hepatitis C Indikasi Kriteria Pemberian Keterangan Pasien Hepatitis C kronik dengan compensated liver disease dengan riwayat belum pernah mendapatkan interferon sebelumnya Anti HCV + dan HCV RNA + Peningkatan SGPT Tidak dalam keadaan menyusui atau hamil Pegylated interferon dan ribavirin bersifat teratogenik, pemeriksaan kehamilan dan penggunaan alat KB perlu dilakukan. Pengobatan yang diberikan adalah Pegylated Interferon Alfa 2A2B + Ribavirin. Perlu dilakukan pemeriksaan genotyping HCV sebelum pengobatan. Lama pemberian tergantung dari genotype dari Hepatitis C. Pada genotype 2 3 diberikan selama 24 minggu dan genotype 1 4 diberikan selama 48 minggu. Dosis pegylated interferon Alfa 2A+ Ribavirin adalah 180µgminggu + Ribavirin 1000 BB 75kg – 1200 mg BB 75kg. Dosis Pegylated interferon Alfa 2 B +ribavirin adalah 1,5µgkgminggu + Ribavirin 800 65kg – 1200 mg 65kg. Di adaptasi dari: Ghanny et all. Diagnosis, Management, and Treatment of Hepatitis C: An Update. HEPATOLOGY, Vol. 49, No. 4, 2009. ASHM guideline.HIV, Viral Hepatitis and STIs, a guide for primary care. 2008 edition Pemantauan pengobatan hepatitis C Untuk memantau pengobatan hepatitis C perlu dilakukan pemeriksaan: 1. Serum transaminase, yang dilakukan setiap minggu selama 4 minggu dan selanjutnya setiap bulan atau jika diperlukan 2. Jumlah HCV RNA, yang dilakukan setelah pengobatan 4 minggu pilihan, 12 minggu, 24 minggu dan 48 minggu untuk melihat respon pengobatan ditinjau dari segi virologi seperti terpapar pada Tabel 14 berikut ini. Tabel 14. Respon Virologis Pengobatan Hepatitis C Respon Virologi Definisi Rapid virological response RVR HCV RNA tidak terdeteksi pada pengobatan minggu ke 4 Early virological response EVR Penurunan HCV RNA 2 log dibandingkan dengan data dasar atau HCV RNA menjadi tidak terdeteksi pada pengobatan minggu ke 12.Complete EVR End-of-treatment response ETR HCV RNA menjadi tidak terdeteksi pada minggu ke 24 atau 48 Sustained virological response SVR HCV RNA tetap tidak terdeteksi 24 minggu setelah penghentian pengobatan Breakthrough HCV RNA timbul kembali sementara dalam pengobatan Relapse HCV RNA timbul kembali setelah pengobatan dihentikan