Terapi ARV untuk ibu hamil

27 Tabel 11. Pemberian Antiretroviral pada ibu hamil dengan berbagai Situasi Klinis No. Situasi Klinis Rekomendasi Pengobatan Paduan untuk Ibu 5 ODHA hamil dengan Tuberkulosis aktif OAT yang sesuai tetap diberikan Paduan untuk ibu, bila pengobatan mulai trimester II dan III:  AZT TDF + 3TC + EFV 6 Ibu hamil dalam masa persalinan dan tidak diketahui status HIV  Tawarkan tes dalam masa persalinan; atau tes setelah persalinan.  Jika hasil tes reaktif maka dapat diberikan paduan pada butir 1 7 ODHA datang pada masa persalinan dan belum mendapat Terapi ARV  Paduan pada butir 1 Keterangan: : Efavirenz tidak boleh diberikan pada ODHA hamil trimester pertama

B. Terapi ARV untuk Ko-infeksi HIVHepatitis B HBV

dan Hepatitis C HCV Hepatitis merupakan salah satu penyakit yang ditularkan melalui darah blood borne disease dan merupakan salah satu penyakit ko- infeksi pada HIV khususnya hepatitis B C. Infeksi hepatitis C sering dijumpai sebagai ko-infeksi pada ODHA pengguna NAPZA suntik. Infeksi hepatitis B dan hepatitis C tidak mempengaruhi progresivitas penyakit HIV, namun infeksi HIV akan mempercepat progresivitas penyakit hepatitis B dan C dan mempercepat terjadinya end stage liver disease ESLD

1. Terapi ARV untuk koinfeksi hepatitis B

Interpretasi hasil laboratorium untuk Hepatitis B dapat dilihat Lampiran 6  Hepatitis B dan HIV mempunyai beberapa kemiripan karakter, di antaranya adalah merupakan blood-borne disease, membutuhkan pengobatan seumur hidup, mudah terjadi resisten terutama jika digunakan monoterapi dan menggunakan obat yang sama yaitu Tenofovir, lamivudine dan emtricitabine. Entecavir, obat anti hepatits B mempunyai efek anti retroviral pada HIV juga akan tetapi tidak digunakan dalam pengobatan HIV.  Perlu diwaspadai timbulnya flare pada pasien ko-infeksi HIVHep B jika pengobatan HIV yang menggunakan TDF3TC dihentikan karena alasan apapun.  Mulai ART pada semua individu dengan ko-infeksi HIVHBV yang memerlukan terapi untuk infeksi HBV-nya hepatitis kronik aktif, tanpa memandang jumlah CD4 atau stadium klinisnya. Perhimpunan Peneliti 28 Hati Indonesia PPHI merekomendasikan memulai terapi hepatitis B pada infeksi hepatitis B kronik aktif jika terdapat: peningkatan SGOTSGPT lebih dari 2 kali selama 6 bulan dengan HBeAg positif atau HBV DNA positif.  Adanya rekomendasi tersebut mendorong untuk dilakukan diagnosis HBV pada HIV dan terapi yang efektif untuk ko-infeksi HIVHBV  Gunakan paduan antiretroviral yang mengandung aktivitas terhadap HBV dan HIV, yaitu TDF + 3TC atau FTC untuk peningkatan respon VL HBV dan penurunan perkembangan HBV yang resistensi obat Pada pengobatan ARV untuk koinfeksi hepatitis B perlu diwaspadai munculnya hepatic flare dari hepatitis B. Penampilan flare khas sebagai kenaikan tidak terduga dari SGPTSGOT dan munculnya gejala klinis hepatitis lemah, mual, nyeri abdomen, dan ikterus dalam 6- 12 minggu pemberian ART. Flares sulit dibedakan dari reaksi toksik pada hati yang dipicu oleh ARV atau obat hepatotoksik lainnya seperti kotrimoksasol, OAT, atau sindrom pulih imun hepatitis B. Obat anti Hepatitis B harus diteruskan selama gejala klinis yang diduga flares terjadi. Bila tidak dapat membedakan antara kekambuhan hepatitis B yang berat dengan gejala toksisitas ARV derajat 4, maka terapi ARV perlu dihentikan hingga pasien dapat distabilkan. Penghentian TDF, 3TC, atau FTC juga dapat menyebabkan hepatic flare.

2. Terapi ARV untuk koinfeksi hepatitis C

Interpretasi hasil laboratorium untuk Hepatitis C dapat dilihat Lampiran 6.  Zidovudine dan Stavudine mempunyai efek samping tumpang tindih dalam hal hematologi dan hepatotoksisitas dengan pengobatan yang digunakan dalam hepatitis C khususnya ribavirin seperti pada tabel 12. Oleh karena itu, pada saat pemberian bersama terapi hepatitis C perlu dilakukan substitusi sementara dengan TDF.  Terapi hepatitis C dianjurkan dimulai pada saat CD4 350 selmm 3 dan setelah terapi ARV stabil untuk mencapai tingkat SVR yang lebih tinggi. Paduan terapi ARV pada keadaan ko-infeksi HIVHCV adalah mengikuti infeksi HIV pada orang dewasa. Hanya saja perlu memantau ketat karena risiko hepatotoksisitas yang berhubungan dengan obat dan interaksi antar obat. Beberapa interaksi yang perlu perhatian antara lain: Tabel 12. Risiko dari kombinasi obat untuk HIVHCV Kombinasi Obat Risiko Anjuran Ribavirin + ddI Pankreatitis asidosis laktat tidak boleh diberikan secara bersamaan Ribavirin + AZT Anemia Perlu pengawasan ketat Interferon + EFV Depresi berat Perlu pengawasan ketat