11
pengobatan pencegahan, yaitu profilaksis primer dan profilaksis sekunder.
Profilaksis primer adalah pemberian pengobatan pencegahan
untuk mencegah suatu infeksi yang belum pernah diderita.
Profilaksis sekunder adalah pemberian pengobatan pencegahan
yang ditujukan untuk mencegah berulangnya suatu infeksi yang pernah diderita sebelumnya
Berbagai penelitian telah membuktikan efektifitas pengobatan pencegahan kotrimoksasol dalam menurunkan angka kematian dan
kesakitan pada orang yang terinfeksi HIV. Hal tersebut dikaitkan dengan penurunan insidensi infeksi bakterial, parasit Toxoplasma dan
Pneumocystis carinii
pneumonia sekarang disebut P. jiroveci, disingkat sebagai PCP. Pemberian kotrimoksasol untuk mencegah secara primer
maupun sekunder terjadinya PCP dan Toxoplasmosis disebut sebagai Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol PPK
PPK dianjurkan bagi:
ODHA yang bergejala stadium klinis 2, 3, atau 4 termasuk perempuan hamil dan menyusui. Walaupun secara teori kotrimoksasol
dapat menimbulkan kelainan kongenital, tetapi karena risiko yang mengancam jiwa pada ibu hamil dengan jumlah CD4 yang rendah
200 atau gejala klinis supresi imun stadium klinis 2, 3 atau 4, maka perempuan yang memerlukan kotrimoksasol dan kemudian
hamil harus melanjutkan profilaksis kotrimoksasol.
ODHA dengan jumlah CD4 di bawah 200 selmm
3
apabila tersedia pemeriksaan dan hasil CD4.
12
Tabel 3. Pemberian kotrimoksasol sebagai profilaksis primer.
Indikasi Saat penghentian
Dosis Pemantauan
Bila tidak tersedia pemeriksaan jumlah sel
CD4, semua pasien diberikan kotrimoksasol
segera setelah dinyatakan HIV positif
2 tahun setelah penggunaan
kotrimoksasol jika mendapatkan ARV.
960 mg hari dosis tunggal
Efek samping berupa tanda
hipersensitivitas seperti demam,
rash, sindrom Steven Johnson,
tanda penekanan sumsum tulang
seperti anemi, trombositopeni,
lekopeni, pansitopeni
Interaksi obat dengan ARV dan
obat lain yang digunakan dalam
pengobatan penyakit terkait
HIV. Bila tersedia
pemeriksaan jumlah sel CD4 dan terjangkau,
kotrimoksasol diberikan pada pasien dengan
jumlah CD4 200 selmm
3
Bila sel CD4 naik 200 selmm
3
pada pemeriksaan dua kali
interval 6 bulan berturut- turut jika mendapatkan
ARV
Semua bayi lahir dari ibu hamil HIV positif berusia
6 minggu Dihentikan pada usia 18
bulan dengan hasil test HIV negatif
Jika test HIV positif dihentikan pada usia 18
bulan jika mendapatkan terapi ARV
Trimetropim 8 – 10 mgkg
BB dosis tunggal
Kotrimoksasol untuk pencegahan sekunder diberikan setelah terapi PCP atau Toxoplasmosis selesai dan diberikan selama 1 tahun.
ODHA yang akan memulai terapi ARV dengan CD4 di bawah 200 selmm3; dianjurkan untuk memberikan kotrimoksasol 2 minggu sebelum ARV. Hal
tersebut berguna untuk 1 mengkaji kepatuhan pasien dalam minum obat dan 2 menyingkirkan efek samping yang tumpang tindih antara
kotrimoksasol dengan obat ARV, mengingat bahwa banyak obat ARV mempunyai efek samping yang sama dengan efek samping kotrimoksasol.
1. Desensitisasi Kotrimoksasol
Dalam keadaan
terjadi reaksi
hipersensitivitas terhadap
Kotrimoksasol dan kemudian akan memulai lagi maka perlu dilakukan desensitisasi obat. Angka keberhasilan desensitisasi kotrimoksasol cukup
tinggi yaitu 70 dari ODHA yang pernah mengalami reaksi alergi yang ringan hingga sedang.
Desensitisasi jangan dicobakan pada ODHA dengan riwayat mengalami reaksi alergi yang berat derajat hipersensitivitas 3 atau 4,
berarti ODHA tidak memperoleh terapi profilaksis. Untuk itu perlu pengawasan ketat sebelum timbul infeksi oportunistik terkait dan mulai
pemberian ARV untuk mencegah pasien masuk dalam fase lanjut.
13
Tabel 4. Protokol desensitisasi kotrimoksasol Langkah
Dosis
Hari 1 80 mg SMX + 16 mg TMP 2 ml sirup
Hari 2 160 mg SMX + 32 mg TMP 4 ml sirup
Hari 3 240 mg SMX + 48 mg TMP 6 ml sirup
Hari 4 320 mg SMX + 64 mg TMP 8 ml sirup
Hari 5 1 tablet dewasa SMX - TMP 400 mg SMX + 80 mg
TMP Hari 6
2 tablet dewasa SMX - TMP atau 1 tablet forte 800 mg SMX + 160 mg TMP
Keterangan: Setiap 5 ml sirup Kotrimoksasol mengandung 200 mg SMX +
40 mg TMP
Selain protokol desensitisasi seperti di atas, terdapat Desensitisasi cepat kotrimoksasol yang dapat dilakukan dalam waktu 5 jam dilakukan
pada pasien rawat jalan, dengan protokol sebagai berikut:
Tabel 5. Protokol desensitisasi cepat kotrimoksasol.
Waktu jam
Dosis TMPSMX Dilusi Pengenceran
0,0040,02mg 1:10.000 5mL
1 0,040,2mg
1:1.000 5 mL 2
0,42mg 1:100 5mL
3 420mg
1:10 5 mL 4
40200mg Tidak diencerkan 5mL
5 160800mg
1 tablet forte
14
4
T
ATALAKSANA
P
EMBERIAN
ARV
A. Saat Memulai Terapi ARV
Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 bila tersedia dan penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya.
Hal tersebut adalah untuk menentukan apakah penderita sudah memenuhi syarat terapi antiretroviral atau belum. Berikut ini adalah
rekomendasi cara memulai terapi ARV pada ODHA dewasa.
a. Tidak tersedia pemeriksaan CD4 Dalam hal tidak tersedia pemeriksaan CD4, maka penentuan mulai
terapi ARV adalah didasarkan pada penilaian klinis.
b. Tersedia pemeriksaan CD4 Rekomendasi :
1. Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 350 selmm
3
tanpa memandang stadium klinisnya. 2. Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu
hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang jumlah CD4. Tabel 6.
Saat memulai terapi pada ODHA dewasa
Target Populasi
Stadium Klinis
Jumlah sel CD4 Rekomendasi
ODHA dewasa Stadium klinis 1
dan 2 350 selmm
3
Belum mulai terapi. Monitor gejala klinis dan
jumlah sel CD4 setiap 6- 12 bulan
350 selmm
3
Mulai terapi Stadium klinis 3
dan 4 Berapapun jumlah
sel CD4 Mulai terapi
Pasien dengan ko-infeksi TB
Apapun Stadium klinis
Berapapun jumlah sel CD4
Mulai terapi
Pasien dengan ko-infeksi
Hepatitis B Kronik aktif
Apapun Stadium klinis
Berapapun jumlah sel CD4
Mulai terapi
Ibu Hamil Apapun Stadium
klinis Berapapun jumlah
sel CD4 Mulai terapi
15
B. Memulai Terapi ARV pada Keadaan Infeksi
Oportunistik IO yang Aktif
Infeksi oportunistik dan penyakit terkait HIV lainnya yang perlu pengobatan atau diredakan sebelum terapi ARV dapat dilihat dalam tabel
di bawah ini.
Tabel 7. Tatalaksana IO sebelum memulai terapi ARV Jenis Infeksi Opportunistik
Rekomendasi
Progresif Multifocal Leukoencephalopathy ,
Sarkoma Kaposi, Mikrosporidiosis, CMV, Kriptosporidiosis
ARV diberikan langsung setelah diagnosis infeksi ditegakkan
Tuberkulosis, PCP, Kriptokokosis, MAC ARV diberikan setidaknya 2 minggu
setelah pasien mendapatkan pengobatan infeksi opportunistik
C. Paduan ARV Lini Pertama yang Dianjurkan
Pemerintah menetapkan
paduan yang
digunakan dalam
pengobatan ARV berdasarkan pada 5 aspek yaitu: • Efektivitas
• Efek samping toksisitas • Interaksi obat
• Kepatuhan • Harga obat
Prinsip dalam pemberian ARV adalah 1. Paduan obat ARV harus menggunakan 3 jenis obat yang terserap dan
berada dalam dosis terapeutik. Prinsip tersebut untuk menjamin efektivitas penggunaan obat.
2. Membantu pasien agar patuh minum obat antara lain dengan mendekatkan akses pelayanan ARV .
3. Menjaga kesinambungan ketersediaan obat ARV dengan menerapkan manajemen logistik yang baik.
1. Anjuran Pemilihan Obat ARV Lini Pertama
Paduan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk lini pertama adalah:
2 NRTI + 1 NNRTI
16
Mulailah terapi antiretroviral dengan salah satu dari paduan di bawah ini:
AZT + 3TC + NVP
Zidovudine + Lamivudine + Nevirapine
ATAU
AZT + 3TC + EFV
Zidovudine + Lamivudine + Efavirenz
ATAU
TDF + 3TC atau FTC + NVP
Tenofovir + Lamivudine atau Emtricitabine + Nevirapine
ATAU
TDF + 3TC atau FTC + EFV
Tenofovir + Lamivudine atau Emtricitabine + Efavirenz
Daftar obat ARV yang ada di Indonesia dapat dilihat di Lampiran 5
Tabel 8. Paduan Lini Pertama yang direkomendasikan pada orang dewasa yang belum pernah mendapat terapi
ARV
treatment-naïve
Populasi Target Pilihan yang
direkomendasikan Catatan
Dewasa dan anak AZT atau TDF + 3TC
atau FTC + EFV atau NVP
Merupakan pilihan paduan yang sesuai untuk sebagian besar pasien
Gunakan FDC jika tersedia
Perempuan hamil AZT + 3TC + EFV atau
NVP Tidak boleh menggunakan EFV pada
trimester pertama TDF bisa merupakan pilihan
Ko-infeksi HIVTB AZT atau TDF + 3TC
FTC + EFV Mulai terapi ARV segera setelah terapi
TB dapat ditoleransi antara 2 minggu hingga 8 minggu
Gunakan NVP atau triple NRTI bila EFV tidak dapat digunakan
Ko-infeksi HIVHepatitis B
kronik aktif TDF + 3TC FTC + EFV
atau NVP Pertimbangkan pemeriksaan HBsAg
terutama bila TDF merupakan paduan lini pertama. Diperlukan penggunaan 2 ARV
yang memiliki aktivitas anti-HBV
D. Berbagai pertimbangan dalam penggunaan dan
pemilihan Paduan terapi ARV
1. Memulai dan Menghentikan Non-Nucleoside Reverse
Transcriptase Inhibitor NNRTI
Nevirapine dimulai dengan dosis awal 200 mg setiap 24 jam selama 14 hari pertama dalam paduan ARV lini pertama bersama AZT
atau TDF + 3TC. Bila tidak ditemukan tanda toksisitas hati, dosis