Dasar Hukum Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Pada

pemonitoran risiko, pengendalian keuangan, dan ketaatan terhadap hukum. 6 Memonitor efektifitas praktik-praktik tata kelola yang beroperasi dan melakukan perubahan-perubahan bila perlu. 7 Mengawasi proses pengungkapan dan komunikasi. e. Dewan komisaris harus dapat melaksanakan pertimbangan yang obyektif tentang urusan korporat secara independen, khususnya terhadap manajemen. 1 Dewan komisaris harus mempertimbangkan menugaskan sejumlah dewan komisaris non-eksekutif yang memadai untuk melakukan pertimbangan yang independen tentang tugas-tugas dimana terdapat suatu potensial benturan kepentingan. Contoh dari tanggung jawab penting demikian adalah pelaporan keuangan, nominasi dan remunerasi eksekutif dan dewan komisaris. 2 Anggota dewan komisaris harus mencurahkan waktu yang memadai terhadap tanggungjawab mereka. f. Agar dapat memenuhi tanggungjawab mereka, anggota dewan komisaris harus mempunyai akses terhadap informasi yang akurat, relevan dan tepat waktu.

B. Dasar Hukum Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Pada

Badan Usaha Milik Negara di Indonesia Universitas Sumatera Utara Dalam praktiknya di masa lalu, banyak korporasi ataupun BUMN yang masih berfokus pada mencari profit dengan cara-cara yang tidak dapat dapat dianggap sehat. Tingkat moral para pelaku usaha berada pada titik yang amat rendah demi mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya yang mendorong terjadinya praktik bad corporate governance termasuk di dalamnya korupsi,kolusi dan nepotisme. Hal inilah yang pada kemudian hari menjadi alasan runtuhnya banyak korporasi dan BUMN-BUMN pada masa krisis ekonomi 1998. Dengan demikian tidak ada pilihan lain bahwa korporasi-korporasi di Indonesia baik perusahaan-perusahaan publik maupun perusahaan- perusahaan terbukadi pasar modal harus mulai melihat good corporate governance bukan sebagai aksesoris belaka, tetapi suatu sistem nilai dan best practices yang sangat fundamental bagi peningkatan modal perusahaan dan menuntut pendekatan holistik dalam penerapannya. 86 Penerapan good corporate governance GCG dapat didorong dari tiga sisi, yaitu etika, pasar dan peraturan. Dorongan dari etika ethical driven datang dari kesadaran individu-individu pelaku bisnis untuk menjalankan praktik bisnis yang mengutaman kelangsungan hidup perusahaan, kepentingan stakeholders, dan menghindari cara-cara menciptakan keuntungan sesaat. Di sisi lain, dorongan dari peraturan regulatory driven “memaksa” perusahaan untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang ketiga ialah berupa market driven, dimana lebih menekankan pada kinerja pasar, dimana masyarakat dan investor menilai 86 Ibid, hlm: 4 Universitas Sumatera Utara sebuah perusahaan dari kinerja performance, jika ada dorongan pasar market driven maka akan terbentuk sebuah sistem di pasar yang secara otomatis akan memberikan penghargaan dan penilaian yang lebih tinggi pada perusahaan yang terbukti menerapkan GCG dan memiliki kinerja baik, juga menghukum mereka yang tidak, dengan terefleksikan pada penurunan harga saham perusahaan, atau penurunan kepercayaan investor dan masyarakat internasional kepada suatu negara. 87 Pada tahun 1999, Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance KNKCG yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menko Ekuin Nomor: KEP31M.EKUIN081999 telah mengeluarkan Pedoman Good Corporate Governance GCG yang pertama. Pedoman tersebut telah beberapa kali disempurnakan, terakhir pada tahun 2001. Yang menjadi dasar hukum penerapan good corporate governance dalam BUMN ialah dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri BUMN No.23 Tahun 2000, tanggal 31 Mei 2000, tentang Pengembangan Praktik Good Corporate Governance Perusahaan Perseroan yang kemudian disempurnakan melalui Surat Keputusan Menteri BUMN No Kep-117M-MBU2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan praktik GCG pada BUMN, dimana dalam Pasal 2 ayat 1 ditentukan bahwa BUMN wajib menerapkan GCG secara konsisten dan atau menjadikan GCG sebagai landasan operasional. Ini berarti khusus BUMN 87 I. Nyoman Tjager. Dkk, Op.cit, hlm: 8 Universitas Sumatera Utara merupakan kewajiban dan BUMN dijadikan contoh dalam penerapan GCG di Indonesia. 88 Dengan dikeluarkannya peraturan-peraturan tersebut, diharapkan pelaksaaan GCG di BUMN dapat terlaksana dengan baik. Namun ternyata peraturan-peraturan tersebut dirasa belum cukup oleh sebagian pihak akan pengelolaan BUMN. Mereka menilai prinsip good corporate governance dalam beberapa kasus diabaikan oleh manajemen. Sehingga pada tanggal 19 Juni 2003 di sahkan UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. Peraturan ini diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat bagi pelaksanaan restrukturisasi, privatisasi, penerapan GCG serta korporatisasi di BUMN. Karena Apabila berbicara mengenai good corporate governance, sudah sewajarnya BUMN sebagai satu motor utama penggerak perekonomian lebih meningkatkan profesionalisme melalui penerapan prinsip transparansi, kewajaran, kemandirian dan akuntabilitas. Agar tidak terjadi kesalahpahaman, semua pihak perlu kiranya memahami karakteristik UU BUMN, yaitu bahwa UU BUMN bersifat komplementermelengkapi terhadap UUPT serta hanya mengatur sistem pengelolaan dan pengawasan serta restrukturisasi dan privatisasi. Hal yang lebih penting lagi adalah bahwa pengaturan mengenai Persero mengacu kepada UUPT serta UU BUMN tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang sektoral. 89 Dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN ini terdapat ketentuan untuk menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance 88 Ibid, hlm: 206. 89 http:www.isicom.or.idpublikasi_detail.asp?Pub_ID=15nav=pubdetail , 01 Agustus 2010, pkl 17.23 WIB Universitas Sumatera Utara yaitu pada Pasal 5 ayat 3 : “Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran.” 90 1. melaksanakan reformasi dalam ruang lingkup budaya kerja, strategi dan pengelolaan usaha untuk mewujudkan profesionalisme dengan berlandaskan kepada prinsip-prinsip good corporate governance di dalam pengelolaan BUMN. Selain itu juga telah dikeluarkan Keputusan Menteri BUMN No. 103 Tahun 2002 tentang Pembentukan Komite Audit. Badan Pengawas Pasar Modal melalui Surat Edarannya No. SE-03PM2000 telah merekomendasikan pada perusahaan publik untuk memiliki Komite Audit. Khusus untuk perbankan, termasuk juga bank BUMN, Bank Indonesia juga telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 84PBI2006 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum. Dalam Road Map Reformasi BUMN, terdapat visi dan misi dari Kementrian BUMN yang dirumuskan dalam Master Plan BUMN tahun 2002- 2006 adalah “ Menjadikan BUMN sebagai badan usaha yang tangguh dalam persaingan global dan mampu memenuhi harapan stakeholders.” Sedangkan misinya adalah : 90 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN Universitas Sumatera Utara 2. Meningkatkan nilai perusahaan melalui restrukturisasi, privatisasi dan kerjasama usaha antar BUMN berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat. 3. Meningkatkan daya saing melalui inovasi dan peningkatan efisiensi untuk dapat menyediakan produk barang dan jasa yang berkualitas dengan harga yang kompetitif serta pelayanan yang bermutu tinggi. 4. Meningkatkan kontribusi BUMN kepada negara. 5. Meningkatkan peran BUMN dalam kepedulian terhadap lingkungan community development dan pembinaan koperasi, usaha kecil dan menengah dalam program kemitraan. 91

C. Gratifikasi Sebagai Pemicu Konflik Kepentingan Conflict of Interest

Dokumen yang terkait

GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 3 18

GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 4 15

PENEGAKAN...HUKUM....PIDANA…TERHADAP ..TINDAK.. .PIDANA GRATIFIKASI. MENURUT. UNDANG.UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 JO UNDANG .UNDANG .NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 5 21

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

1 34 229

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 8

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 1

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 1 28

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 36

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 3

Pembuktian Terbalik Oleh Jaksa Penuntut Umum Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 14