2. Meningkatkan nilai perusahaan melalui restrukturisasi, privatisasi dan kerjasama usaha antar BUMN berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang
sehat. 3. Meningkatkan daya saing melalui inovasi dan peningkatan efisiensi untuk
dapat menyediakan produk barang dan jasa yang berkualitas dengan harga yang kompetitif serta pelayanan yang bermutu tinggi.
4. Meningkatkan kontribusi BUMN kepada negara. 5. Meningkatkan peran BUMN dalam kepedulian terhadap lingkungan
community development dan pembinaan koperasi, usaha kecil dan menengah dalam program kemitraan.
91
C. Gratifikasi Sebagai Pemicu Konflik Kepentingan Conflict of Interest
Dalam Perusahaan BUMN
Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, gratifikasi dapat bersifat positif maupun negatif. Dalam arti positif, gratifikasi merupakan
suatu pemberian yang bersifat tulus tanpa didasari adanya keinginan untuk mendapatkan balasan. Namun, dalam arti negatif, gratifikasi merupakan suatu
pemberian yang didasari pada suatu balas jasa pada suatu waktu dimasa yang akan datang, atau dengan kata lain pemberian yang menanamkan budi buruk
bagi si penerima, apalagi diketahui bahwa sipenerima adalah orang yang mempunyai posisi strategis dalam pengambilan kebijakan dari suatu lembaga
91
I. Nyoman Tjager. Dkk, Loc.cit, hlm:199
Universitas Sumatera Utara
pemerintah ataupun korporasi. Sehingga dengan adanya gratifikasi tersebut, dapat diperoleh suatu kesempatan untuk melakukan kegiatan memperkaya
diri sendiri ataupun korporasi dengan cara melawan hukum. Pemberian gratifikasi, biasanya dilakukan karena adanya interaksi kepentingan antara si
pemberi terhadap si penerima. Akibat dari pemberian dari gratifikasi bagi sipenerima adalah dengan
munculnya konflik kepentingan. Konflik kepentingan adalah situasi dimana seorang penyelenggara negara yang mendapatkan kekuasaan dan
kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan wewenang
yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya.
Istilah konflik ini secara etimologis berasal dari bahasa Latin “con” yang berarti bersama, dan “fligere” yang berarti benturan atau tabrakan.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih bisa juga kelompok dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
92
De Dreu dan Gelfand menyatakan bahwa conflict as a process that begins when an individual or group perceives differences and opposition
between itself and another individual or group about interests and resources, beliefs, values, or practices that matter to. Dari definisi tersebut tampak
92
http:id.wikipedia.orgwikiKonflik , 06 Agustus 2010, pkl 17.32 WIB
Universitas Sumatera Utara
bahwa konflik merupakan proses yang mulai ketika individu atau kelompok mempersepsi terjadinya perbedaan atau opisisi antara dirinya dengan individu
atau kelompok lain mengenai minat dan sumber daya, keyakinan, nilai atau paktik-praktik lainnya. Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa konflik adalah suatu hasil persepsi individu ataupun kelompok yang masing-masing kelompok merasa berbeda dan perdebaan ini menyebabkan
adanya pertentangan dalam ide ataupun kepentingan, sehingga perbedaan ini menyebabkan terhambatnya keinginan atau tujuan pihak individu atau
kelompok lain.
93
Konsep dan definisi konflik kepentingan menurut OECD 2003 adalah “a conflict between the public duty and private interests of a public
official, in which the public official’s private-capacity interests could improperly influence the performance of their official duties and
responsibilities”.
94
93
Konsep konflik kepentingan dalam sistem hukum administrasi dan hukum pidana di Indonesia belum berakar. Bahkan sejarah pemerintahan
Indonesia membuktikan bahwa praktik konflik kepentingan merupakan suatu hal yang biasa. Misalnya saja seorang Direktur Jenderal Departemen
Keuangan dapat merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN.
http:suryanto.blog.unair.ac.id20100202mengenal-beberapa-definisi-konflik , 06
Agustus 2010, pkl 17.32 WIB
94
http:www.seputar-indonesia.comedisicetakcontentview279788 , 06 Agustus 2010,
pkl 17.32 WIB
Universitas Sumatera Utara
Demikian pula kajian mengenai konflik kepentingan dan dampaknya terhadap tindak pidana korupsi juga masih sangat miskin. Padahal,
berdasarkan UU No 7 Tahun 2006, Indonesia telah meratifikasi United Nation Convention Anti-Corruption UNCAC yang salah satu pasalnya
adalah penanganan konflik kepentingan sebagai langkah pemberantasan korupsi. Ketentuan konflik kepentingan diatur dalam Konvensi PBB
Menentang Korupsi UNCAC, khususnya Pasal 7 ayat 4 dan Pasal 8 ayat 5. Pasal 7 ayat 4 UNCAC menyebutkan bahwa Setiap negara peserta wajib,
sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dari hukum nasionalnya, berusaha keras mengadopsi, memelihara, dan memperkuat sistem-sistem yang meningkatkan
transparansi dan mencegah konflik-konflik kepentingan. Selanjutnya, Pasal 8 ayat 5 UNCAC berbunyi Setiap negara peserta
wajib berusaha keras untuk di mana cocok dan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar hukum nasionalnya, menetapkan tindakan-tindakan dan sistem yang
mewajibkan pejabat-pejabat publik membuat pernyataan-pernyataan kepada otoritas-otoritas yang tepat mengenai antara lain kegiatan-kegiatan mereka di
luar pekerjaan, investasi-investasi, aset-aset, dan hadiah-hadiah atau keuntungan-keuntungan yang berarti, yang dapat menimbulkan konflik
kepentingan. Suatu pemberian atau gratifikasi, dapat menimbulkan konflik
kepentingan bagi si penerima, baik disadari atau tidak. Maksud dari hal ini, bahwa gratifikasi dapat menjadi sebuah niat dari si penerima untuk
memberikan keuntungan bagi si pemberi karena dimasa yang akan datang diharapkannya sebuah balasan atas perbuatannya, baik dalam bentuk
Universitas Sumatera Utara
gratifikasi, maupun dalam bentuk lainnya. Sedangkan dalam hal tidak disadari, si penerima merasa perlu untuk membalas budi yang telah
ditanamkan oleh si pemberi, tanpa disadari bahwa maksudnya adalah untuk memberi keuntungan bagi si pemberi dikemudian hari.
Dengan demikian, perlu adanya suatu perubahan mendasar dalam paradigma para pembuat kebijakan atau keputusan sehingga dapat membuat
suatu keputusan atau kebijakan yang bebas dari pengaruh konflik kepentingan, sehingga dapat menciptakan suatu hasil yang maksimal atas
keputusannya. Pemberian edukasi yang tepat bagi para pembuat kebijakan dan pemberian suatu komitmen untuk tidak melakukan tindakan yang
berpotensi konflik kepentingan adalah langkah yang seharusnya dilakukan oleh semua korporasi ataupun BUMN. Sehingga tindakan-tindakan yang
dapat merugikan bagi korporasi, khususnya korupsi, dapat diminimalisasi demi kepentingan semua pihak terutama para stakeholder.
Bentuk konflik kepentingan yang sering terjadi dalam BUMN ialah : 1. Kebijakan Direksi yang berpihak kepada suatu pihak akibat
pengaruhhubungan dekatketergantungan 2. Pengeluaran ijin oleh Direksi kepada suatu pihak yang mengandung unsur
ketidakadilan atau pelanggaran terhadap hukum atau atas subyektivitas Direksi
3. Pengangkatan personil pegawai berdasarkan hubungan dekatbalas jasarekomendasipengaruh dari pejabat terkait
4. Pemilihan partnerrekanan kerja perusahaan berdasarkan keputusan pejabat terkait yang tidak profesional
Universitas Sumatera Utara
D. Pelanggaran Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Sebagai Akibat