22 dimana :
Pd = pendapatan usahatani TR = total penerimaan total revenue
TC = total biaya total cost FC = biaya tetap fixed cost
VC = biaya variabel variable cost Y
= produksi yang diperoleh dalam usahatani Py = harga Y
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu faktor-faktor intern dan ekstern. Faktor-faktor intern usahatani yang
mempengaruhi pendapatan usahatani yaitu kesuburan lahan, luas lahan garapan, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan modal dalam usahatani, penggunaan input
modernteknologi, pola tanam, lokasi tanaman, fragmentasi lahan, status penguasaan lahan, cara pemasaran output, efisiensi penggunaan input dan tingkat
pengetahuan maupun keterampilan petani dan tenaga kerja. Sedangkan faktor- faktor ekstern usahatani yang mempengaruhi pendapatan usahatani yaitu sarana
transpotasi, sistem tataniaga, penemuan teknologi baru, fasilitas irigasi, tingkat harga output dan input, ketersediaan lembaga perkreditan, adat istiadat masyarakat
dan kebijaksanaan pemerintah.
3.1.5 Rasio Imbangan Penerimaan dan
Biaya RC Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang
dikeluarkan revenue cost ratio atau RC ratio. Analisis Return Cost RC ratio merupakan perbandingan ratio atau nisbah antara penerimaan dan biaya Rahim
A dan Hastuti DRD, 2008. Analisis RC digunakan untuk mengetahui keuntungan relatif usahatani berdasarkan perhitungan finansial, dimana RC dapat
menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya.
Menurut Soekartawi 2006 bahwa RC adalah perbandingan nisbah antara penerimaan dan biaya. secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai
berikut : a = RC
23 R = Py × Y
C = FC + VC a = [ Py × Y FC + VC ]
dimana : R
= penerimaan C
= biaya Py = harga output
Y = output
FC = biaya tetap fixed cost VC = biaya variabel variable cost
RC menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang diperoleh sebagai manfaat dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Analisa RC dibedakan atas jenis
biaya yang dikeluarkan, yaitu RC atas biaya tunai dan RC atas biaya total. Adapun kriteria keputusan dari nilai RC yaitu jika RC 1, berarti penerimaan
yang diperoleh lebih besar daripada tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Jika nilai RC 1 maka tiap unit yang
dikeluarkan akan lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh. Sedangkan kegiatan usaha yang memiliki nilai RC = 1 maka kegiatan usaha berada pada
kondisi impas atau kondisi dimana kegiatan usaha tersebut tidak mendapatkan keuntungan dan tidak juga mengalami kerugian.
3.1.6 Teori Produksi
Suatu proses produksi melibatkan suatu hubungan yang erat antara faktor produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan, dimana output
usahatani yang berupa produk pertanian tergantung pada jumlah dan macam input yang digunakan dalam proses produksi. Hubungan antara input dan output ini
dapat dilihat dalam suatu fungsi produksi. Menurut Soekartawi et al. 1986, fungsi produksi adalah hubungan kuantitatif antara masukan input dan produksi
output. Fungsi produksi dengan n jenis input X dan satu output Y dinyatakan
sebagai berikut : Y = f X
1
, X
2
, X
3
,......,X
n
24 Menurut persamaan diatas dinyatakan bahwa produksi Y dipengaruhi oleh
sejumlah n input, dimana input X
1
, X
2
, X
3
,......,X
n
dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu input yang dapat dikuasai oleh petani seperti luas tanah, jumlah pupuk,
tenaga kerja dan lainnya; dan input yang tidak dapat dikuasai oleh petani seperti iklim.
Menurut Soekartawi 2008 bahwa untuk megukur tingkat produktivitas dari suatu produksi terdapat dua tolak ukur yaitu produk marjinal PM dan
produk rata-rata PR. Produk marjinal adalah tambahan satu-satuan input X yang dapat menyebabkan pertambahanpengurangan satu satuan output Y sedangkan
produk rata-rata adalah perbandingan antara produk total perjumlah input. Untuk mengukur perubahan dari jumlah produk yang dihasilkan yang
disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dalam elastisitas produksi. Elastisitas produksi Ep adalah persentase perubahan dari output
sebagai akibat dari persentase perubahan dari input. Model yang sering
digunakan dalam fungsi produksi, terutama fungsi produksi klasik adalah the law of deminishing return.
Model ini menunjukkan hubungan fungsional yang mengikuti hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang. Menurut Billas
dalam Rahim dan Astuti 2008, bila input dari salah satu sumber daya dinaikkan dengan tambahan yang sama per unit waktu, sedangkan input dari sumber daya
yang lain dipertahankan agar tetap konstan, produk akan meningkat diatas suatu titik tertentu, tetapi peningkatan output tersebut cenderung mengecil.
Berikut adalah gambar dari kurva fungsi produksi yang menunjukkan elastisitas produksi.
25 Gambar 1. Kurva daerah Produksi dan Elastisitas Produksi
Sumber : Soekartawi, 2003 Keterangan :
TPP = Produk Total
APP = Produk Rata-rata
MPP = Produk Marjinal
Y = Produksi
X = Faktor Produksi
Berdasarkan elastisitas produksi, fungsi produksi dapat dibagi ke dalam tiga daerah Gambar 1 yaitu sebagai berikut :
1. Daerah produksi I dengan Ep 1, merupakan daerah yang tidak rasional,
karena pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produk yang selalu lebih besar dari satu persen.
Di daerah produksi ini belum tercapai pendapatan yang maksimum karena Output
Y
TPP I II III
Ep 1 0 Ep1 Ep 0
Input X dYdX YX
APP MP
Input X
26 pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel
dinaikkan. 2.
Daerah produksi II dengan 0 Ep ≤ 1, pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi
sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen. Pada daerah ini akan tercapai pendapatan maksimum. Daerah produksi ini disebut dengan daerah
produksi rasional. 3.
Daerah produksi III dengan Ep 0, pada daerah ini penambahan pemakaian input akan menyebabkan penurunan produksi total. Daerah ini disebut
dengan daerah yang tidak rasional. Pemilihan model fungsi produksi yang baik dan benar hendaknya fungsi
tersebut memenuhi syarat sebagai berikut Soekartawi, 2003: 1.
Sederhana, sehingga mudah ditafsirkan. 2.
Mempunyai hubungan dengan persoalan ekonomi. 3.
Dapat diterima secara teoritis dan logis. 4.
Dapat menjelaskan persoalan yang diamati. Hasil analisis fungsi produksi menurut Soekartawi 1986 merupakan
fungsi pendugaan. Analisis fungsi produksi adalah kelanjutan dari aplikasi análisis regresi. Berbagai macam model fungsi produksi menurut Soekartawi
2003, antara lain : Fungsi produksi linear, Fungsi Produksi Kuadratik, Fungsi produksi Transendental dan Fungsi produksi Cobb-Douglass.
Soekartawi 2003 menyatakan bahwa fungsi produksi linier menunjukkan hubungan yang bersifat linier antara peubah bebas dengan peubah tak bebas.
Fungsi produksi linear biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi produksi linear sederhana dan linear berganda. Fungsi produksi linear sederhana ialah bila
hanya ada satu variabel X yang dipakai dalam model. Penggunaan garis regresi linear sederhana banyak dipakai untuk menjelaskan fenomena yang berkaitan
untuk menjelaskan hubungan dua variabel. Model sederhana ini sering digunakan karena analisisnya dilakukan dengan hasil yang lebih mudah dimengerti secara
cepat. Kelemahannya terletak pada jumlah variabel X yang hanya satu yang
dipakai dalam model sehingga dengan tidak memasukkan variabel X yang lain, maka peneliti akan kehilangan informasi tentang variabel yang tidak dimasukkan
27 dalam model tersebut.
Untuk mengatasi hal ini, maka peneliti biasanya mengunakan garis linear berganda multiple regressions.
Jumlah variabel X yang dipakai dalam garis regresi berganda ini adalah lebih dari satu. Estimasi
garis regresi linear berganda ini memerlukan bantuan asumsi dan model estimasi tertentu sehingga diperoleh garis estimasi atau garis penduga yang baik.
Keunggulan cara ini dibandingkan dengan analisis regresi sederhana ialah dalam prakteknya, faktor yang mempengaruhi suatu kejadian adalah lebih dari satu
variabel serta garis penduga yang didapatkan akan lebih baik dan tidak begitu bias bila dibandingkan dengan cara analisis sederhana.
Fungsi Produksi Kuadratik Berbeda dengan garis linear sederhana dan berganda yang tidak mempunyai nilai maksimum, maka fungsi kuadratik justru
mempunyai nilai maksimum. Nilai maksimum akan tercapai bila turunan pertama dari fungsi tersebut sama dengan nol.
Fungsi produksi transendental mampu menggambarkan fungsi dimana produk marjinal dapat menaik, menurun dan
menurun dalam negatif Negative Marginal Product. Kelemahan yang dimiliki oleh fungsi transdental yaitu model tidak dapat digunakan apabila terdapat faktor
produksi yang nilainya nol. Fungsi produksi Cobb-Douglass memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yaitu: perhitungannya, b perhitungannya sederhana karena
dapat dibuat dalam bentuk linier, c pada model ini koefisien pangkatnya menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi, d
dari penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi, dalam fungsi produksi menunjukkan fungsi skala usaha. Kelemahan-kelemahan umum
yang ditemukan dalam fungsi produksi Cobb-Douglass diantaranya adalah kesalahan pengukuran variabel akan menyebabkan besarnya elastisitas menjadi
terlalu tinggi atau terlalu rendah, dan data tidak boleh ada yang nol atau negatif Soekartawi dalam Putra, 2011.
3.1.7 Fungsi Produksi Cobb-Douglass