BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perekonomian nasional, usaha yang dijalankan oleh para pelaku ekonomi dilakukan dengan tujuan memperoleh keuntungan. Para pelaku ekonomi
melakukan kegiatan ekonomi dengan menggunakan bentuk usaha yang bervariasi, dan menjalankan usaha yang bervariasi pula. Hal ini diungkapkan oleh Sri
Redjeki Hartono. Kegiatan ekonomi masyarakat pada hakikatnya dilaksanakan oleh para
pelaku ekonomi. Pelaku ekonomi terdiri atas perorangan dan institusi yang bertujuan komersial dengan istilah badan usaha atau korporasi.
Kegiatan ekonomi dilaksanakan dalam berbagai skala dan berbagai bentuk kegiatan. Kegiatan dimaksud dapat meliputi baik dalam bentuk
produksi barang danatau jasa, perdagangan barang atau jasa, maupun perantara. Baik berskala lokal, nasional, maupun internasional.
1
Salah satu pelaku usaha dalam perekonomian nasional adalah pengusaha
yang mengadakan perjanjian pemborongan pekerjaan, yang dikenal juga sebagai kontraktor, atau dalam prakteknya oleh masyarakat luas juga sering disebut
sebagai pemborong. Para pengusaha ini ikut ambil bagian dalam kegiatan bisnis baik nasional maupun internasional. Sekaligus, juga merupakan salah satu elemen
yang penting dalam pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Kegiatan bisnis yang dijalankan oleh pemborong ini tentunya memiliki bidang-bidang
1
Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, dalam Neni Sri Imaniyati, Hukum Bisnis Telaah tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta,
2009, hal. 1
Universitas Sumatera Utara
tertentu, tergantung kebutuhan pembangunan yang akan dilakukan pemerintah. Kebanyakan dari pemborong ini bergerak dalam bidang jasa pembangunan atau
konstruksi, seperti pembangunan gedung, pembangunan jalan, serta pembangunan sarana dan prasarana untuk masyarakat. Juga termasuk pengadaan barang danatau
jasa tertentu, baik untuk pihak pemerintah maupun swasta. Para pemborong dalam menjalankan usahanya dilakukan melalui suatu
bentuk badan usaha yang didirikan oleh pemborong tersebut. Badan usaha ini, ditinjau dari segi bentuknya, terdiri atas dua macam, yaitu badan usaha berbadan
hukum dan badan usaha tidak berbadan hukum. Badan usaha yang berbentuk badan hukum contohnya adalah Perseroan Terbatas PT. Sementara badan usaha
yang bukan berbentuk badan hukum contohnya adalah Usaha Dagang UD, Persekutuan KomanditerCommanditaire Venootschaap CV, Firma Fa. Untuk
pemborong yang berkiprah langsung tanpa melalui suatu badan usaha dalam praktek sudah jarang dilakukan. Hal ini mengingat pemborongan pekerjaan yang
dapat dilakukan dengan cara demikian hanyalah untuk pekerjaan yang beresiko kecil, berteknologi sederhana, dan berbiaya kecil. Untuk pemborongan pekerjaan
yang diberikan oleh pemerintah hampir tertutup kemungkinan bagi pemborongan secara individu tanpa badan usaha.
Hubungan hukum antara pemborong dengan pemberi pekerjaanborongan timbul melalui sebuah perjanjian, yaitu perjanjian
pemborongan pekerjaan. Perjanjian pemborongan pekerjaan ini mengikat kedua belah pihak mulai kontrak ditandatangani sampai berakhirnya perjanjian
pemborongan tersebut, yang dalam situasi normal adalah sampai berakhirnya
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan atau borongan. Kontrak borongan inilah yang menjadi dasar bagi pemborong untuk memenuhi prestasi sesuai kontrak, juga untuk melakukan
tindakan lain yang diperlukan. Dalam kontrak pemborongan ada beberapa aspek yang penting dan harus diperhatikan, diantaranya adalah pihak-pihak dalam
pemborongan, tenaga kerja, cara pemborongan, jaminan dalam pemborongan, dan juga pembiayaan.
Masalah pembiayaan atau pendanaan adalah satu aspek yang penting dalam pemborongan pekerjaan. Pihak pemborong yang akan melakukan
pemborongan pekerjaan tentunya diwajibkan untuk memiliki sumber finansial yang akan menopang kegiatan pemborongan oleh pihak pemborong. Kebiasaan
yang ada dalam praktek, perjanjian pemborongan pekerjaan antara pemberi pekerjaan bouwheer dengan pemborong annemer dilaksanakan dimana
pemborong terlebih dahulu menyelesaikan pekerjaan, kemudian pemberi pekerjaan membayar nilaiharga pemborongan kepada pemborong setelah
pekerjaan selesai. Namun ada juga bentuk yang berbeda dari kebiasaan umum tersebut. Ada pemberi pekerjaan yang terlebih dahulu membayarkan nilai
pekerjaan untuk kemudian dilaksanakan oleh pemborong. Ada juga pemberi pekerjaan yang hanya membayar setengah dari nilai pemborongan yang disepakati
dan sisanya dilunaskan pada akhir kontrak. Terlepas dari metode bagaimanapun yang digunakan, pada akhirnya pemborong tetap memerlukan peran lembaga
pembiayaan, baik untuk mengantisipasi keadaan terpaksa dalam pembiayaan pekerjaan, maupun untuk memulai pemborongan pekerjaan dari awal tanpa
bantuan modal dari pemberi pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
Pembiayaan bagi pemborong dapat berasal dari berbagai macam lembaga pembiayaan. Salah satu lembaga pembiayaan yang umum menjadi sumber
pendanaan bagi para pemborong adalah bank. Selain bank, dalam masyarakat sebenarnya terdapat lembaga pembiayaan yang secara lebih spesifik oleh Munir
Fuady dibagi dalam model-model lembaga pembiayaan yang terpenting
2
, yaitu : 1.
Model Pembiayaan Lewat Lembaga Pembiayaan, yaitu : a
Sewa Guna Usaha Leasing b
Anjak Piutang Factory c
Modal Ventura Venture Capital d
Pembiayaan Konsumen Consumer Finance e
Pembiayaan dengan Kartu Kredit 2.
Model Pembiayaan Lewat Pasar Modal 3.
Model Pembiayaan Lewat Pendanaan Langsung private placement 4.
Model Pembiayaan Lewat Pasar Uang 5.
Model Pembiayaan Project Project Finance 6.
Model Pembiayaan Dagang dan Ekspor-Impor Khusus bagi pemborong yang mendapat borongan dari pemerintah, aspek
pembiayaan ini merupakan salah satu aspek yang penting. Sebelum pemborongan dimulai, masalah pembiayaan ini bahkan sudah harus diperhatikan, seperti dalam
hal kontrak pemborongan yang bernilai di atas Rp. 100.000.000 seratus juta rupiah menurut Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
BarangJasa Pemerintah, diwajibkan untuk memberikan jaminan penawaran dan
2
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis : Menata Bisnis Modern di Era Global, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal. 121
Universitas Sumatera Utara
jaminan pelaksanaan yang salah satu bentuk bentuknya dapat berupa garansi bank. Setelah perjanjian pemborongan disepakati, pembiayaan tetap harus
diperhatikan, agar pemborongan pekerjaan dapat berjalan lancar sesuai dengan kontrak yang disepakati. Untuk itulah maka pemborong memerlukan sumber
pembiayaan yang salah satunya adalah kredit dari bank. Pembiayaan yang dilakukan oleh bank dalam hal ini adalah melalui
program kredit. Kredit merupakan salah satu kegiatan bank yang merupakan output dari penghimpunan dana dari masyarakat. Kredit oleh bank diberikan
kepada berbagai macam lapisan usaha dalam masyarakat, mulai dari usaha kecil atau usaha rumah tangga, hingga kepada pengerjaan proyek pembangunan yang
bernilai ratusan juta dan milyaran. Keberadaan kredit ini bagi para pelaku usaha sangat membantu, mengingat tidak semua pelaku usaha yang ada di Indonesia
memiliki harta atau aset dalam jumlah yang besar sebagai modal untuk memulai usaha. Sebagian besar malah memulai dari nol atau tanpa modal usaha sehingga
hal-hal yang demikian perlu mendapat bantuan tangan agar mereka dapat produktif dan mengembangkan roda perekonomian.
Sebagai salah satu pelaku usaha yang ada dalam masyarakat, pemborong juga merupakan pihak yang tersentuh dengan kredit. Dalam masyarakat
berkembang pemikiran bahwa pemborong adalah pelaku usaha yang tergolong berpenghasilan besar. Pemikiran yang demikian oleh sebagian besar masyarakat
timbul dari citra para pemborong, dimana profile para pemborong terlihat begitu meyakinkan dan hampir tidak tampak gambaran orang yang sedang membutuhkan
bantuan modal usaha. Padahal hal tersebut dilakukan oleh pemborong untuk
Universitas Sumatera Utara
memenuhi salah satu unsur penilaian yang dilakukan oleh bank dalam memberikan kredit, yaitu penilaian karakter character. Pada kenyataan,
pemborong yang berpenampilan menarik sekalipun adalah pihak yang membutuhkan bantuan pembiayaan untuk mengerjakan proyeknya. Apalagi nilai
proyek yang akan dilaksanakan pemborong adalah dalam jumlah yang besar, pada kisaran ratusan juta hingga mencapai milyaran. Angka demikian tentunya
bukanlah nilai yang sedikit bagi pemborong dalam bentuk badan usaha apa pun. Terlebih bagi pemborong dalam kualifikasi yang paling rendah, tanpa bantuan
modal kerja akan menjadi hal yang sulit untuk terlibat dalam pemborongan. Bentuk badan usaha yang dibuat oleh pemborong dalam bentuk Usaha Dagang
dan Persekutuan Komanditer merupakan badan usaha yang paling memerlukan bantuan pendanaan. Sementara bentuk badan usaha seperti Perseroan Terbatas
relatif lebih mampu dibandingkan badan usaha lainnya. Sekalipun demikian tidak menutup kemungkinan bagi Perseroan Terbatas untuk mendapatkan kredit,
mengingat nilai pekerjaan mereka yang akan lebih besar dibandingkan badan usaha lainnya, sehingga ditempatkan pada kelas kualifikasi yang berbeda pula dan
membutuhkan modal kerja yang cukup besar. BRI sendiri dengan melihat pada perkembangan masa pembangunan
seperti sekarang ini, dimana masih dibutuhkan pembangunan di berbagai bidang dalam jumlah besar, memandang jasa konstruksi masih dapat berkembang dan
merupakan peluang pasar bagi BRI untuk meningkatkan jasa kreditnya. Oleh karena itu BRI mengembangkan fungsi perbankannya dengan memberi kredit
Universitas Sumatera Utara
bagi kontraktor yang mengadakan perjanjian pemborongan, yaitu melalui paket Kredit Modal Kerja Konstruksi KMK Konstruksi.
Namun pemberian kredit kepada pemborong atau kontraktor yang telah mendapat borongan baik dari pemerintah maupun dari pihak swasta, layaknya
perjanjian lainnya juga memiliki aspek-aspek hukum yang harus diperhatikan, seperti kesepakatan dalam kontrak, resiko dalam pemberian kredit, juga jaminan
pemberian kredit. Aspek-aspek dalam pemberian kredit tersebut harus diperhatikan karena dapat menimbulkan masalah. Sebagai contoh, apabila
pemborong gagal menyelesaikan borongan sesuai target fisik dan waktu, siapakah yang harus dipertanggungjawabkan?
Pada dasarnya, pemberian kredit kepada pemborong tidak jauh berbeda dengan kredit yang diberikan kepada pelaku usaha di bidang lain dari usaha jasa
konstruksi danatau pengadaan barang dan jasa. Namun salah satu hal yang menjadi perbedaan prinsipil yang membedakan kredit kepada pemborong dengan
kredit-kredit lainnya yang diberikan kepada pelaku usaha adalah dalam hal jaminan dalam memperoleh kredit. Kredit yang diterima pemborong dari bank
salah satu syaratnya adalah dengan penjaminan kontrak pemborongan itu sendiri. Hal ini tentunya berbeda dengan jaminan kredit untuk usaha lainnya. Apabila
melihat ketentuan pemberian kredit Secara khusus di daerah Tarutung, yang merupakan ibukota kabupaten
Tapanuli Utara, daerah ini merupakan daerah yang masih sangat membutuhkan pembangunan di segala bidang, terutama dalam pembangunan infrastruktur. Di
bandingkan dengan daerah Kabupaten lain di Sumatera Utara, pembangunan di
Universitas Sumatera Utara
daerah ini tergolong lambat, dapat dilihat dari tata kotanya yang amat sederhana, jumlah penduduk yang tergolong sedikit untuk ukuran ibukota kabupaten, dan
juga kehidupan ekonomi penduduk yang masih bercorak agraris dengan perdagangan dan industri yang minim, serta segi lain yang masih perlu mendapat
perhatian lebih. Cukup ironis mengingat Kabupaten ini sebelumnya telah mengalami proses pemekaran yang kemudian memunculkan daerah tingkat II
yang baru, yaitu Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Humbang Hasundutan. Oleh karena itu pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara perlu lebih gencar lagi
mengadakan pembangunan dengan bantuan pemborong sebagai pelaksana di lapangan. Tentunya pembangunan yang dilakukan pemborong ini tidak dapat
terlepas dari bantuan modal kerja dari lembaga pembiayaan, termasuk bank. Dengan melihat keadaan tersebut, maka dipilihlah judul “ASPEK
HUKUM PEMBERIAN KREDIT KEPADA KONTRAKTOR YANG MENDAPAT BORONGAN PEKERJAAN DARI PEMERITAH STUDI PADA
BANK RAKYAT INDONESIA CABANG TARUTUNG untuk kemudian diteliti dan ditulis dalam skripsi ini.
B. Rumusan Permasalahan