Wanprestasi Dalam Pemborongan Pekerjaan

dengan penyerahan kedua, rekanan wajib memperbaiki kekurangan atau menambah pekerjaan yang masih kurang. Dengan demikian, apabila rekanan tidak memperbaiki kekurangan-kekurangannya dalam masa pemeliharaan, maka bouwheer tidak mau menyerahkan sisa harga borongan sebesar 5 kepada rekanan, melainkan dipergunakan untuk memperbaiki kekurangannya atau menambah pekerjaan yang dilakukan sendiri atau diserahkan kepada pihak lain. Namun apabila rekanan mengerjakan perbaikan-perbaikan dan hasilnya telah disepakati oleh bouwheer maka harga sebesar 5 akan dikembalikan kepada rekanan. 4. Jaminan PembangunanBouw Garansi Dalam perjanjian pemborongan dimana bouwheer mensyaratkan adanya pemborong peserta yang akan melanjutkan pekerjaan jika pemborong utama tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya, misalnya meninggal dunia dan sebagainya. Jaminan pembangunan mempunyai tujuan agar proyek dapat berjalan berkesinambungan dan tidak macet di jalan. Di dalam praktek, jaminan pembangunan ini sangat jarang dilaksanakan, namun jaminan ini tetap harus diperhatikan karena jaminan ini dapat menjadikan pembangunan berkesinambungan dan tidak berhenti di tengah jalan.

E. Wanprestasi Dalam Pemborongan Pekerjaan

Rencana pembangunan suatu proyek yang dituangkan dalam kontrak konstruksi tentu tidak selamanya tercapai. Banyak hal yang dipengaruhi atau di luar kehendak manusia yang mempengaruhi jalannya suatu kontrak konstruksi yang dapat menyebabkan rencana tersebut berubah atau dibatalkan. Universitas Sumatera Utara Dalam melaksanakan pekerjaan pemborongan bangunan terdapat kemungkinan timbulnya wanprestasi yang dilakukan oleh para pihak dalam perjanjian. Dalam keadaan yang demikian berlakulah ketentuan-ketetntuan yang wajib dipenuhi yang timbul akibat wanprestasi, yaitu kemungkinan pemutusan perjanjian, penggantian kerugian, atau pemenuhan. Menurut pasal 35 ayat 2 Keputusan Presiden No 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Pemerintah, dinyatakan bahwa pemutusan kontrak dilakukan apabila : 1. Cidera janji danatau 2. Tidak memenuhi kewajiban dan tanggungjawab sebagaimana diatur di dalam kontrak Menurut Departemen Pekerjaan Umum, penghentian dan pemutusan kontrak dapat dilakukan karena : 1. Pekerjaan sudah selesai 2. Terjadinya hal-hal di luar kekuasaan keadaan kahar kedua belah pihak sehingga para pihak tidak dapat melaksanakan kewajiban yang ditentukan dalam dokumen kontrak 3. Bilamana penyedia jasa cidera janji atau tidak memenuhi kewajiban dan tanggungjawabnya sebagaimana diatur dalam kontrak 4. Bilamana para pihak terbukti melakukan kolusi, kecurangan, atau tindak korupsi baik dalam proses pelelangan maupun pelaksanaan pekerjaan Selain itu, permasalahan yang dapat timbul dalam suatu perjanjian pekerjaan pemborongan pekerjaan bangunanjasa adalah terlambatnya Universitas Sumatera Utara penyelesaian pekerjaan akibat kelalaian penyedia barangjasa atau pengguna bagangjasa. Berdasarkan pasal 37 ayat 1 Kepres No 80 Tahun 2003 apabila keterlambatan penyelesaian pekerjaan akibat dari lalainya penyedia barangjasa yang bersangkutan dikenakan denda keterlambatan sekurang-kurangnya satu perseribu per hari dari nilai kontrak. Sementara pada ayat 2 apabila keterlambatan penyelesaian pekerjaanpembayaran karena kelalaian pengguna barangjasa, maka pengguna barangjasa membayar kerugian yang ditanggung penyedia barangjasa akibat keterlambatan dimaksud, yang besarannya ditetapkan dalam kontrak sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Menurut pasal 32 ayat 1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 43PRTM2007 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi, penyedia barangjasa yang terlambat melaksanakan pekerjaan sesuai jadwal dalam perjanjian, akan diberikan peringatan tertulis oleh pengguna barangjasa atau dikenakan ketentuan tentang kontrak kritis. Dalam pasal 33 ayat 1 Peraturan Menteri tersebut, suatu kontrak dinyatakan kritis apabila : 1. Dalam periode I rencana fisik pelaksanaan 0-70 dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 10 dari rencana 2. Dalam periode II rencana fisik pelaksanaan 70-100 dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar dari 5 dari rencana 3. Rencana fisik pelaksanaan 70-100 dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan terlambat kurang dari 5 dari rencana dan akan melampaui tahun anggaran berjalan. Universitas Sumatera Utara Dalam hal terjadinya wanprestasi, baik dari pihak bouwheer maupun annemer, maka ditempuhlah penyelesian sengketa konstruksi. Perselisihan yang mungkin timbul ada dua, yaitu perselisihan dalam bidang teknis dan perselisihan dalam bidang hukum atau yuridis. Terhadap sengketa yurudis yang timbul, yaitu karena pelanggaran kontrak, maka terdapat beberapa pilihan penyelesaian yang mungkin dilakukan. Pada umumnya, yang pertama kali ditempuh adalah upaya musyawarah atau negosiasi antara kedua pihak. Apabila pembicaraan tidak menemukan hasil, maka penyelesian sengketa konstruksi dapat diserahkan kepada pihak ketiga yang berwenang. Penyelesaian sengketa konstruksi ini terdiri dari dua, yaitu : 1. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan, yaitu penyelesaian sengketa antara pengguna barangjasa dengan penyedia barangjasakontraktor dengan memilih penyelesaian melalui pengadilan, yang mana putusannya akan bersifat mengikat sehingga dapat dipaksakan pelaksanaannya eksekusi. Terhadap hal ini berlaku ketentuan Hukum Acara. 2. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau Penyelesaian Sengketa Alternatif, yaitu lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak di luar forum litigasi. Bentuk penyelesaian di luar pengadilan ini dapat melalui pihak ketiga mediasi dan konsiliasi atau pun melalui badan arbitrase. Dibandingkan melalui pengadilan, jalur ini lebih dipilih karena lebih cepat, hemat, dan mendekati rasa keadilan di antara para pihak. Universitas Sumatera Utara BAB IV ASPEK HUKUM PEMBERIAN KREDIT KEPADA PEMBORONG YANG MENDAPAT BORONGAN PEKERJAAN DARI PEMERINTAH

A. Kaitan Pemberian Kredit Dengan Pemborongan Pekerjaan