Tahapan pertama: Pembangunan KPH
9.3.1 Tahapan pertama: Pembangunan KPH
pengelolaan wilayah KPH baik itu rencana Tahapan pembangunan KPH adalah tahapan
pengelolaan jangka panjang maupun rencana pembangunan dan pengembangan KPH berdasarkan
pengelolaan jangka pendek. Hal ini perlu tipologi, sebagai prakondisi untuk melaksanakan
dilakukan untuk menjamin keberlangsungan tahapan berikutnya. Tahapan penilaian kinerja
dan pengawasan kinerja wilayah pengelolaan
Strategi Pengembangan KPH dan Perubahan Struktur Kehutanan Indonesia • 159
KPH. Proses yang harus dilalui adalah dengan (3) rehabilitasi dan reklamasi, dan (4) menyiapkan (1) Rencana Jangka Panjang
perlindungan hutan dan konservasi. Indikator (RJP), (2) Rencana Jangka Pendek (RJPendek),
penilaian kinerja pengelolaan hutan di wilayah dan (3) Rencana Bisnis. Ketiga jenis rencana
tertentu digunakan untuk menilai capaian dari tersebut (4) Disosialisasikan dan dapat diakses
empat jenis kegiatan tersebut. Sedangkan secara mudah oleh publik. Keempat proses
indikator kinerja KPH untuk pengelolaan hutan ini menjadi indikator utama dalam penilaian.
oleh pemegang izin adalah (5) pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pengendalian yang
profesional dan dapat dipertanggungjawabkan Fungsionalisasi KPH adalah tahapan
9.3.2 Tahapan kedua: Fungsionalisasi KPH
terhadap pelaksanaan pengelolaan hutan oleh memfungsikan KPH sesuai dengan ruang
pemegang izin. KPH berkewajiban menyiapkan lingkup tugas pokok dan fungsi organisasinya.
dokumen perencanaan dan realisasi terhadap KPH mempunyai tugas melaksanakan
indikator diatas sebagai dasar penilaian pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi hutannya
kinerja.
berdasarkan peraturan perundangan-undangan.
2. Kriteria Peningkatan Investasi; Peningkatan Dalam melaksanakan tugas tersebut, KPH
ekonomi melalui kegiatan pemanfaatan dan/ menyelenggarakan fungsi: (a) Pelaksanaan
atau penggunaan kawasan hutan diwilayah pengelolaan hutan di wilayahnya yang meliputi tata
KPH sebagiannya menjadi tanggung jawab hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,
KKPH. Sebagai lembaga publik KPH perlu (1) pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan,
menyiapkan prakondisi untuk meningkatkan rehabilitasi hutan dan reklamasi, perlindungan hutan
investasi, (2) melakukan sosialisasi dan dan konservasi alam; (b) Penjabaran kebijakan
promosi, dan (3) melakukan fasilitasi dalam kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten/kota
proses kerja sama dan perizinan. Untuk itu bidang kehutanan untuk diimplementasikan di
perlu menyiapkan rencana dan realisasi serta wilayahnya sesuai peraturan perundang-undangan;
dokumen pendukung lainnya sebagai dasar (c) Pelaksanaan pemantauan dan penilaian atas
penilaian kinerja.
pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan di
3. K r i t e r i a P e n d a y a g u n a a n d a n wilayahnya; dan (d) Pembukaan peluang investasi
Pemberdayaan Masyarakat; Untuk menjamin guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan
keberlangsungan pengelolaan hutan, KPH perlu hutan di wilayahnya.
(1) memiliki dan melaksanakan mekanisme Sejalan dengan lingkup tugas pokok dan fungsi
partisipasi, (2) fasilitasi investasi, dan (3) hak KPH tersebut, dengan mempertimbangkan isu-
akses masyarakat adat/lokal, dalam rangka isu penting dalam rangka pengelolaan hutan di
meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan tingkat tapak, maka penilaian kinerja pada tahapan
masyarakat adat/lokal. Partisipasi masyarakat fungsionalisasi KPH dapat dilakukan terhadap 5
dapat didorong dan dilakukan pada seluruh kriteria dan 15 indikator, yaitu;
rangkaian kegiatan pengelolaan hutan;
1. K r i t e r i a P e n g e l o l a a n H u t a n ; fasilitasi investasi pada kegiatan pemanfaatan Penyelenggaraan pengelolaan hutan dapat
hutan; sedangkan hak akses berkaitan dengan dibagi menjadi dua kategori, pertama,
pemenuhan kebutuhan dasar dan sosial budaya pengelolaan hutan di wilayah tertentu atau
masyarakat adat/lokal. wilayah tidak dibebani izin, dan kedua,
4. Kriteria Penyelesaian Sengketa Kehutanan; pengelolaan hutan yang dilakukan oleh
Sengketa kehutanan menjadi sangat penting pemegang izin. Secara garis besar pengelolaan
diselesaikan untuk mewujudkan pengelolaan hutan mencakup kegiatan (1) tata hutan dan
hutan yang bebas dari konflik, adil dan lestari. penyusunan rencana pengelolaan hutan, (2)
Oleh karena itu unit KPH harus (1) memiliki pemanfaatan hutan/penggunaan kawasan,
mekanisme, dan (2) melaksanakan identifikasi,
160 • Penilaian Kinerja Pembangunan KPH 160 • Penilaian Kinerja Pembangunan KPH
secara legal formal, pemenuhan standar kinerja Kesiapan KPH dalam mengimplementasikan
pembangunan KPH menjadi tanggungjawab ketiga indikator tersebut menjadi indikator utama
entitas pemerintah tersebut. Implikasi dari adanya dalam penilaian kinerja.
standar kinerja, maka ketiga entitas pemerintah
5. Kriteria Pelayanan Publik; Organisasi KPH tersebut harus melakukan langkah penyiapan sebagai lembaga pengelola hutan di tingkat
dan melaksanakan tugas yang menjadi bagiannya tapak juga bertugas melakukan pelayanan
sesuai dengan kerangka standar kinerja tersebut. publik, baik yang bersifat administratif maupun
1. P e m e r i n t a h . Menyiapkan regulasi berupa penyediaan barang/jasa. Oleh karena
tingkat nasional sebagai dasar hukum bagi itu KPH perlu (1) memiliki mekanisme dan
pembangunan dan operasionalisasi KPH; standar pelayanan publik dalam lingkup
melakukan sosialisasi dan komunikasi kepada tupoksinya, dan (2) melaksanakan
Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan pelayanan publik secara adil, profesional,
pihak terkait untuk mendorong percepatan dapat dipertanggungjawabkan, dan
pembangunan dan operasionalisasi KPH; transparan.
Menyiapkan bantuan anggaran, teknik, sarana- Penyusunan rekomendasi dilakukan berdasarkan
prasarana, dan penyiapan SDM; Menyiapkan kriteria dan indikator yang dikembangkan secara
pusat informasi dan konsultasi pembangunan berjenjang. Rumusan rekomendasi disusun untuk
KPH; Melakukan pemantauan dan evaluasi; dan perbaikan kinerja KPH, dapat juga digunakan
menggunakan hasil penilaian kinerja sebagai sebagai masukan perbaikan kinerja Pemerintah dan
umpan balik untuk melakukan peningkatan pihak terkait dalam menyempurnakan kebijakan
kinerja yang menjadi bidang tugasnya. dan regulasi yang sudah ada. Tahapan penilaian
2. Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota. indikator disusun berdasarkan prioritas tahapan
Menyiapkan regulasi di tingkat Daerah, yang perencanaan strategis tahunan yang telah disusun.
diperlukan untuk mendukung pembangunan dan operasionalisasi KPH; Menyediakan
9.4 Implikasi Penilaian Standar Kinerja
anggaran, SDM, dan sarana-prasarana;
KPH
Melakukan pemantauan dan evaluasi; dan menggunakan hasil penilaian kinerja sebagai
Pembangunan KPH menjadi tanggungjawab umpan balik untuk melakukan peningkatan pemerintah, pemerintah provinsi/kabupaten/
kinerja yang menjadi bidang tugasnya.
Tahapan Pembangunan KPH
Fungsionalisasi KPH
Kriteria Wilayah Kelembagaan
Rencana
Pengelolaan hutan
Peningkatan Investasi
Pendayagunaan dan pemberdayaan Penyelesaian sengketa Pelayanan publik
masyarakat
kehutanan
Wilayah tertentu
Areal berizin
Indikator 1. Penetapan wilayah 2. Pemantapan
1. Memiliki dan melaksanakan mekanisme 1. Memiliki barang, jasa Administrasi, kawasan pemerintahan hubungan
1. Organisasi 2. Regulasi dan
panjang 1. Rencana jangka
1. Tata hutan 2. Pemanfaatan
evaluasi, dan 1. Pemantauan,
1. Penyiapan prakondisi
pendek 2. Rencana jangka
mekanisme partisipasi
2. Sosialisasi dan promosi
2. Fasilitasi investasi 3. Hak akses masyarakat identifikasi, 2. Melaksanakan
mediasi dan anggaran 5. Sinergisitas
4. Sarana-prasarana 3. SDM
3. Rencana bisnis 4. Sossialisasi dan
kawasan
3. Rehabilitasi dan 3. Fasilitasi proses reklamasi
rencana aksesibilitas
perijinan
kerja sama dan
resoluasi konflik
4. Perlindungan dan
konservasi
Gambar 9.1 Kerangka Kinerja Pembangunan KPH
Strategi Pengembangan KPH dan Perubahan Struktur Kehutanan Indonesia • 161
3. Unit KPH. Mengarahkan penyusunan rencana kerja yang sejalan dengan standar kinerja KPH; Membangun dan mengembangkan struktur organisasi, aturan main, budaya kerja, dan sistem administrasi yang sejalan dengan standar kinerja KPH; dan terakhir menggunakan hasil penilaian kinerja sebagai umpan balik untuk melakukan peningkatan kinerja yang menjadi bidang tugasnya.
162 • Penilaian Kinerja Pembangunan KPH
10
Strategi ke Depan
Oleh: Prof. Dr. Hariadi Kartodihardjo
S t rat egi Pe ngem bang a n KPH d an P e r u
b aha nS truk tur K e h u
t a n a n I ndo
Setelah 40 tahun dikelola berdasarkan sistem berfikir tersebut membenarkan bahwa pemegang perizinan dan pengelolaan yang relatif kurang
izin adalah pengelola hutan. Penguasaan informasi intensif, kehutanan Indonesia masa depan diarahkan
mengenai sumber daya hutan oleh swasta yang dikelola berdasarkan satuan pengelolaan hutan di
sampai saat ini masih terjadi. Di sisi lain telah lapangan (KPH) yang efisien dan sesuai dengan
menjadi pandangan umum bagi aparatur pemerintah karakteristiknya. Perubahan sistem pengelolaan
bahwa Pemerintah/Pemda tidak harus memiliki hutan ini, yang tidak lain adalah penguatan hak
informasi itu. Akibatnya kapasitas Pemerintah/ menguasai oleh negara (HMN) terhadap sumber
Pemda untuk melakukan pengelolaan hutan sangat daya hutan, sangat memerlukan adanya perubahan
rendah. Kegiatan seperti penetapan lokasi izin, mindset (pola pikir) bagi seluruh pegiat kehutanan.
inventarisasi hutan, pemberdayaan masyarakat, Dalam Undang-undang No. 41 tahun 1999
yang sesungguhnya menjadi tanggung jawab tentang Kehutanan maupun undang-undang
Pemerintah/Pemda diserahkan kepada swasta. mengenai kehutanan sebelumnya, definisi dan
Dalam kegiatan penetapan lokasi izin sejauh ini penjabaran pengelolaan hutan secara eksplisit tidak
masih banyak masalah, antara lain berupa kesalahan ada. Oleh karenanya meski sejak tahun 1980an
lokasi, tumpang tindih dengan izin lain, ataupun ide pembangunan KPH telah ada, namun tidak
konflik dengan masyarakat. Dalam pemberdayaan berkembang antara lain karena tidak didukung oleh
masyarakat wilayah kelola masyarakat sejauh ini peraturan yang jelas. Setelah adanya PP No. 6 tahun
belum terlayani dengan baik, baik dalam penyiapan 2007 sebagai pengganti PP No. 34 tahun 2002, yang
lokasi maupun aspek legalitasnya. menetapkan KPH sebagai dasar pengurusan hutan, maka pembangunan KPH dimulai dengan program,
10.1.2 Pengaruh Biaya Transaksi Perizinan
target dan anggaran yang lebih jelas. Sebuah kajian yang dilakukan oleh Suwarno Dalam Bab terakhir ini diuraikan hambatan
(2014) 15 menunjukkan adanya biaya transaksi utama mengoperasionalkan KPH serta langkah
dalam pelaksanaan perizinan kehutanan telah
strategis untuk mengatasi hambatan tersebut 14
menyebabkan hambatan dalam pengembangan KPH, dimana pejabat pemberi izin di daerah
(Dinas Kehutanan) mengkhawatirkan KPH akan Strategi pengembangan KPH ke depan tidak
10.1 Hambatan Pokok
mengurangi atau menghilangkan kewenangan lain adalah upaya untuk memecahkan persoalan-
mereka terkait dengan perizinan. Dalam hal beroperasinya KPH yang diuraikan sebagai berikut:
pengesahan RKT, misalnya, kekhawatiran tersebut cukup beralasan karena berdasarkan pasal 71 s.d.
10.1.1 Transformasi Paradigma Pemanfaatan Hutan
77 PP No. 6 tahun 2007 jo PP No. 3 tahun 2008
ke Pengelolaan Hutan
memberikan kewenangan kepada Kepala KPH untuk mengesahkan RKT IUPHHK-HA, IUPHHK-HT,
Sejak tahun 1970an pembangunan kehutanan IUPHHK-RE dan IPHHK. Bahkan menurut pasal- dilakukan dengan mengutamakan pemberian pasal tersebut RKU yang harus dibuat pemegang izin pemanfaatan kepada pihak swasta, dengan izin harus memperhatikan RPH KPH. pengembangan industri pembalakan. Hal telah Dalam konteks pengambilan keputusan, KPH mendominasi bukan hanya isi peraturan perundang- undangan, tetapi juga cara berfikir dan bertindak bagi adalah upaya untuk mewujudkan clean governance,
para pelaku khususnya ujung tombak pengurusan sehingga hambatan pembangunan KPH oleh Pemda hutan negara di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Cara
juga memerlukan solusi ke arah upaya untuk mewujudkan peningkatan tata kelola pemerintahan (governance) yang baik. Oleh karenanya dengan
14 Bagian tulisan berikutnya terdapa bagian yang disarikan dari naskah yang telah ditulis oleh Hariadi Kartodihardjo dan Bramasto Nugroho (2014) berjudul “Identifikasi
Kebijakan dan Regulasi Kunci untuk Mewujudkan Percepatan Pengembangan KPH: 15 Analisis Kelembagaan Proses Operasionalisasi KPH: Studi Kasus KPHP Tasik Besar Masalah Kehutanan Nasional dan Posisi Forestry Investment Program (FIP)”.
Serkap di Provinsi Riau. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. IPB
Strategi Pengembangan KPH dan Perubahan Struktur Kehutanan Indonesia • 165 Strategi Pengembangan KPH dan Perubahan Struktur Kehutanan Indonesia • 165
dan Menkeu, dengan Gubernur/Bupati/Walkot/ rambu tata kelola hutan yang baik (good forest
DPRD. Maksudnya agar para Kepala dan Legislator governance).
Daerah tersebut memperoleh informasi dari tangan pertama ( first hand information), sekaligus
menunjukkan keseriusan pemerintah pusat dalam Hambatan untuk mengoperasionalkan KPH juga
10.1.3 Proses Transisi Regulasi dan Sosialisasi KPH
membangun KPH. Lewat “high level meeting”, Kepala disebabkan oleh belum lengkapnya regulasi dan/
dan Legislator Daerah akan mempersiapkan diri atau terdapatnya regulasi yang tidak konsisten.
dengan informasi KPH di wilayahnya yang selama Hambatan tersebut biasanya terjadi bukan hanya
ini tidak pernah mereka ketahui. Mekanisme “high akibat isi regulasinya atau belum ada regulasi yang
level meeting” dapat dilakukan/diselenggarakan diperlukan, tetapi lebih akibat adanya perbedaan
sendiri oleh Kemenhut, apabila hambatan-hambatan interpretasi maupun perbedaan pengarahan untuk
psikologis Kepala dan Legislator Daerah untuk mengatasi masalah tersebut oleh Pejabat yang lebih
menghadiri undangan Kemenhut dipastikan dapat tinggi. Kondisi yang membingungan itu seringkali
diatasi. Jika jaminan tersebut tidak ada, maka dapat menyebabkan lambatnya respons terhadap upaya
menggunakan mekanisme ikut ambil bagian dalam percepatan pembangunan KPH. Apalagi sumber
pertemuan antara Mendagri dengan Kepala dan kebingungan itu dari pejabat penentu kebijakan
Legislator Daerah.
seperti seorang kepala dinas kehutanan. Bila pertemuan tersebut dapat dilaksanakan, Hal lain yang seringkali dianggap sepele adalah
maka Perda tentang KPH termasuk keputusan belum dipahaminya seluruh regulasi yang terkait
untuk penempatan pejabat definitif KKPH (kasus dengan KPH oleh KKPH sendiri karena berbagai
Riau); transformasi PPK-BLUD; dan Perda tentang sebab. Seolah-olah KKPH tidak memiliki kewenangan
Retribusi untuk menjembatani KPH agar dapat apa-apa. Akibatnya, di banyak kasus pemegang izin
menghimpun dana dari masyarakat sebelum tidak menghiraukan kehadiran KPH. Dampaknya
BLUD terbentuk, dapat diakselerasi. Perda alih-alih dapat melaksanakan tugas pengawasan dan
Retribusi semacam itu telah diajukan oleh KKPH penilaian pemegang izin di wilayah kelolanya seperti
Minas Tahura di Riau sejak 4 tahun lalu. Bahkan dimandatkan oleh tupoksi KPH, untuk masuk ke dalam
pada tahun 2014 ini masuk dalam Prolegda, tetapi areal pemegang izinpun pengelola harus permisi dan
proses politiknya tidak tergarap sehingga sampai seringkali ditolak. Pada situasi yang tidak memiliki
kini Raperda tersebut belum disahkan. informasi lengkap tentang kewenangannya, KKPH
menjadi gamang dalam menjalankan tupoksinya.
10.1.4 Infrastruktu r, Pendanaan dan SDM
Hal lain yang dapat memperlambat percepatan Dalam pembangunan organisasi pasti KPH yaitu tidak ditemukannya agen perubahan yang
diperlukan dukungan pendanaan, SDM dan tepat pada saat sosialisasi pembangunan KPH.
perangkat kerjanya. Dalam pembangunan KPH,
pada awal pelaksanaannya telah dilakukan kenyataan, peran anggota DPRD sangat penting
Penelitian Julijanti (2014) 16 menemukan suatu
penyediaan infrastruktur yang diperlukan. Demikian dalam mendorong pembangunan KPH di daerah.
pula SDM yang telah mendapat pengayaan Namun proses formal sosialisasi KPH biasanya
pengetahun melalui program pelatihan. Namun tidak dapat menyampaikan informasi penting
ketika KPH sudah harus menjalankan fungsinya, kepada pelaku kunci tersebut.
misalnya menyusun Rencana Pengelolaan Untuk penguatan pendifusian kebijakan KPH ke
Hutan di wilayahnya, implementasi kebijakan daerah, diperlukan adanya “high level meeting” antara
konvergensi eselon I di wilayah KPH (belakangan sering diistilahkan sebagai kebijakan “no KPH – no
budget”), membuka peluang bisnis, mencari dan Adopsi Kebijakan KPH: Suatu analisis difusi pengetahuan. Makalah Seminar. Sekolah Pasca Sarjana. IPB
menjalin mitra bisnis, dan lain sebagainya, sudah
166 • Strategi ke Depan 166 • Strategi ke Depan
Kurangnya kompetensi dan kapasitas SDM selajutnya menjadi alasan penguat bagi jajaran Eselon I untuk melaksanakan sendiri kegiatan di KPH, sementara KPH hanya terima bersih. Pada situasi demikian, penguatan dan pemberdayaan KPH sulit dilaksanakan. Sebuah contoh adalah penyusunan RPH KPH yang harusnya menjadi kebutuhan berdasarkan kondisi riil wilayah KPH yang dikelolanya. Penyusunannya malah “dikontrakkan” kepada “pakar”. Hal itu terjadi karena kegiatan harus selesai dalam 1 tahun anggaran, sementara apabila diserahkan kepada KPH tenggang waktu keproyekan akan terlampaui sehubungan dengan kompetensi dan kapasitas SDM yang ada tidak mendukung. Selain itu, persoalan pertanggungjawaban anggaran masih berada pada UPT Eselon I yang menanganinya.
Masalah yang belum terpecahkan hingga saat ini adalah lemahnya posisi KKPH profesional dalam pengambilan keputusan di daerah. Beberapa kasus menunjukkan, KKPH profesional dapat dipindah menjadi pegawai di SKPD yang lain. Ketentuan bahwa KPH harus diisi oleh profesional bersertifikat tidak memiliki sanksi nyata bagi daerah yang tidak melaksanakannya. Begitu pula penempatan atau pemindahan baik dalam rangka promosi jabatan maupun alasan lainnya.
Terhadap KPH yang relatif maju, terlihat bahwa SDM khususnya KKPH memiliki kemauan belajar yang tinggi. Pengetahuan mengenai peraturan perundang-undangan, administrasi dan manajemen serta kemampuannya untuk membangun jaringan sangat menentukan besar/kecilnya dukungan pihak lain terhadap KPH.