Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

3. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Demokrasi Parlementer dirasakan oleh Soekarno gagal dan menjauhkan Indonesia dari cita-cita revolusi. Diperparah dengan situasi politik yang semakin kacau-balau dan Demokrasi Parlementer tidak mampu mengatasi konflik politik yang terjadi di dalam tubuhnya sendiri. Maka pada tanggal 21 Pebruari 1957, Soekarno mengeluarkan konsepsinya sebagai usaha untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi negara dan gagalnya demokrasi perlementer yang ia namakan demokrasi terpimpin. Soekarno menulis:

“…Maka politik Leiderschap ini diteruskan, diteruskan sehingga pada waktu yang belakangan-belakangan ini, menjlmalah ide demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin yang kami anggap perlu mutlak untuk dilaksanakan masyarakat adil dan makmur……Masyarakat adil dan makmur, cita-cita asli dan murni daripada rakyat Indonesia yang telah berjuang dan berkorban berpuluh-puluh tahun. 43

Demokrasi terpimpin juga, ia namakan dengan istilah demokrasi kekeluargaan yakni, demokrasi yang mendasarkan sistem pemerintahan kepada musyawarah dan mufakat dengan pimpinan suatu kekuasaan sentral di tangan seseorang “sesepuh”, yang tidak mendiktatori, tetapi memimpin dan mengayomi. 44

Demokrasi terpimpin pun akhirnya ditegakkan. Soekarno mengumumkan ideologi Demokrasi terpimpinnya, yang kemudian di namakan Manipol-Usdek (UUD 1945, sosialisme ala Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin, kepribadian Indonesia), pada 17 Agustus 1959. Menurut Soekarno, Demokrasi terpimpin merupakan karakteristik bagi semua demokrasi asli di seluruh benua Asia. Bagi Soekarno, Demokrasi Terpimpin identik dengan demokrasi kekeluargaan dan demokrasi Indonesia yang sesuai dengan UUD 1945. 45

Reaksi kalangan Islam terhadap Demokrasi Terpimpin berbeda-beda baik sebelum dan setelah pelaksanaan. Tampaknya, sistem politik baru ini telah membelah pandangan dan sikap

Bagian Keempat: PERSIS VIS A VIS IDEOLOGI POLITIK NEGARA -- Latif Awaludin, MA

kalangan Islam Indonesia. Paling tidak, ada dua kelompok partai politik Islam pada masa itu yang memiliki perbedaan pandangan, sikap, tanggapan, dan visi dalam menghadapi Demokrasi Terpimpin yang dimotori Soekarno. Yaitu, kelompok penentang dan kelompok pendukung. Politik “belah bambu” ini diberlakukan Soekarno kepada kalangan Islam, terutama partai-partai politik Islam, sejak Dekrit Presiden diumumkan. Namun, benih-benih perbedaan dan perpecahan internal di kalangan Islam sebenarnya telah terjadi jauh sebelumnya, yang justru mengantarkan mereka kepada perbedaan sikap, pandangan, dan tanggapan terhadap perkembangan politik saat itu.

Kelompok pertama, Masyumi dan Liga Demokrasi menentang ide dan usul Soekarno tentang pelaksanaan Demokrasi Terpimpin. Partai politik dari kalangan Islam urban kota ini menegaskan sikap dan pandangannya bahwa ikut serta dalam sistem politik ciptaan Soekarno itu berarti menyimpang dari prinsip-prinsip perjuangan, dan bahkan dari ajaran Islam.

Kelompok kedua, partai-partai politik Islam yang tergabung dalam Liga Muslim terdiri dari NU, PSII, dan Perti berpendapat bahwa turut serta dalam sistem politik Demokrasi Kekeluargaan adalah sikap realistis dan pragmatis. Partisipasi mereka dalam demokrasi ala Soekarno itu merupakan kenyataan politik yang tak mungkin dihindari, dan mereka mau tidak mau harus mendukung di dalamnya. 46

Kedua kelompok Islam ini selalu saling berhadapan dan bersebelahan dalam menghadapi perilaku dan praktik politik Soekarno, terutama tentang Demokrasi Terpimpinnya. Masyumi sebagai partai Islam modernis, seperti juga partai Sosialis yang jauh lebih kecil, tidak mendukung Demokrasi Terpimpin. Penentangan Masyumi semakin mempersulit posisinya dalam pemerintahan, khususnya setelah kabinet Ali II jatuh. Masyumi yang beraliansi dengan partai-partai kecil, seperti PSI dan Partai Kaatolik, tidak dapat menolong posisinya yang semakin kecil di parlemen.

SIKAP POLITIK PERSIS TERHADAP PRAKTEK POLITIK DI INDONESIA

Sikap politik Persis jelas memperkuat posisi Masyumi yang menentang ide demokrasi terpimpin karena bagaimana pun Persis sebagai anggota istimewa Masyumi memilki peran yang strategis untuk memerankan pengaruhnya apalagi para elite dan tokoh Persis mempunyai posisi penting di Masyumi seperti Natsir yang menjabat ketua umum dan Isa Anshary yang menjabat ketua Masyumi Jawa Barat. Setidaknya, Persis dalam masa Demokrasi terpimpin telah mengeluarkan sikap politik dan kritikannya terhadap Pemerintah dalam dua hal yakni, pelaksanaan demokrasi terpimpin dan pembubaran partai Masyumi oleh pemerintah Soekarno.

a. Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin

Soekarno semakin giat menjalankan konsep “Demokrasi Terpimpin”-inya. Akhirnya pada tanggal 21 Februari 1957 di depan tokoh-tokoh ibukota, termasuk para pemimpin kabinet, pimpinan partai dan organisasi, kepala staf angkatan bersenjata dan perwira- perwira tinggi lain, kepala polisi dan pejabat tinggi pemerintah, residen mengemukakan konsepsinya untuk bahan pertimbangan dalam mencari jalan keluar daripada kesulitan yang dihadapi oleh negara dan rakyat Indonesia. Konsepsi itu terdiri atas empat bagian:

Pertama, mengenai pelaksanaan demokrasi terpimpin yang tidak membolehkan adanya oposisi karena dinilai tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.

Kedua, untuk melaksanakan sistem demokrasi terpimpin haruslah dibentuk kabinet gotong royong sebagai pengganti “kabinet stil tua” yang dianggapnya rapuh, tidak sesuai dengan jiwa kegotongroyongan jiwa bangsa Indonesia. Kabinet ini terdiri dari tokoh-tokoh berbagai partai, termasuk PKI dan orang-orang tidak berpartai. Kabinet ini diistilahkan sebagai “alle laden van

de familieaan tafel, elle laden van de familieaan de ettafel en aan

de werktabel (semua anggota famili dalam satu meja makan dan

Bagian Keempat: PERSIS VIS A VIS IDEOLOGI POLITIK NEGARA -- Latif Awaludin, MA

satu meja kerja). Dengan melaksanakan prinsip-prinsip gotong royong ini, menurut presiden oposisi akan hilang dalam DPR atau masyarakat.

Ketiga, mengenai pembentukan dewan revolusioner (komunis diganti dengan Dewan Nasional) yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil golongan fungsional baik buruh, tani, cendikiawan, pengusaha, pemuda, wanita, alim ulama, pastur, angkatan darat, laut, udara dan kepolisisan, jaksa agung serta beberapa orang menteri yang dianggap penting dan berfungsi sebagai pemberi nasehat kepada pemerintah baik diminta atau tidak sekaligus memberi bobot kepada pemerintah agar berwibawa.

Keempat, adalah pembentukan kabinet berkaki empat yang terdiri dari partai-partai besar yaitu PNI, Masyumi, NU dan PKI. 47 Demikianlah isi konsepsi presiden yang disampaikan kepada mereka yang hadir. Selanjutnya presiden memberikan waktu seminggu kepada mereka yang hadir untuk memberikan tanggapannya.

Segera saja, tokoh-tokoh Persis seperti Natsir dan Isa Anshary mengriktik rencana pelaksanaan konsep tersebut. Natsir dan partainya, Masyumi, menolak pemandangan presiden tentang sistem partai dan demokrasi pada umumnya, serta konsepsi kepala negara itu. Menanggapi penguburan partai, sebelumnya telah disarankan oleh Soekarno, yaitu pada bulan Oktober 1956. Adapun tanggapan Natsir adalah:

“Selama demokrasi masih ada, selama itu pula partai–partai terus ada. Sebaiknya, selama masih ada kebebasan partai, selama itu demokrasi ditegakkan. Kalau partai dikubur, dan di atas kuburan itu hanya diktator yang akan memerintah.”

Natsir berpendapat bahwa tampaknya presiden telah melihat banyak hal yang tidak memuaskan dalam kondisi sekarang dan mengambil kesimpulan bahwa sumber ketidakpuasan itu adalah banyaknya partai. Jika negara kita ini sila demokrasi masih dipertahankan sebagai dasar negara, tentulah partai-partai akan

SIKAP POLITIK PERSIS TERHADAP PRAKTEK POLITIK DI INDONESIA

tetap terus ada, dengan atau tanpa dekrit 1945 itu. Sebaliknya selama masih ada kebebasan berpartai selama itu pula masih ada pula demokrasi. Dan apabila partai-partai dikubur, demokrasipun turut masuk ke liangnya sekalian. Dan yang masih berdiri di atas kubur pun itu adalah diktatur. Dalam pada itu Masyumi berpendapat, bahwa suara-suara ketidakpuasan itu mempunyai dasar-dasar yang patut diperhatikan sungguh-sungguh oleh partai-partai dan pemimpin-pemimpinnya. Suara itu harus dihadapi dengan hati terbuka serta berpedoman kepada keselamatan negara. Untuk itu, pemimpin Masyumi menganggap perlu mengadakan pembicaraan dan pertukaran pikiran dengan pimpinan partai-partai, presiden dan wakil presiden serta kalangan yang memikul tanggung jawab lainnya.

Dalam kesempatan lain, Natsir menegaskan bahwa konsepsi presiden itu berpangkal pada pokok pikiran bahwa dasar demokrasi parlementer kita sekarang ini harus diubah sama sekali, demikian juga dengan sistemnya, sehingga menjadi sistem demokrasi tanpa oposisi. Menurut Natsir, perubahan drastis seperti itu adalah suatu materi yang harus dibahas dan diputuskan melalui saluran ketatanegaraan atau tegasnya melalui konstituante yang telah terbentuk dan mulai bekerja.

Sedangkan Isa Anshary menyoroti dua hal. Pertama, Bahayanya pelaksanaan demokrasi terpimpin bagi keberlangsungan demokrsi di Indonesia. Ia berpendapat sikap Soekarno yang ingin menguburkan partai-partai politik merupakan sikap yang akan merusak kepercayaan rakyat terhadap institusi negara yakni DPR dan Pemerintah itu sendiri dan bertentangan dengan Undang- undang Dasar dan semangat demokrasi yang tumbuh di Indonesia. Dan menurutnya yang sangat membahayakan adalah memasukan PKI dalam Kabinet Gotong-Royong, karena bagaimana pun PKI adalah anti demokrasi dan anti agama akan merusak tatanan politik yang demokratis dan religius di Indonesia. 48

Kedua, lemahnya konsep demokrasi terpimpin. Oleh karena

Bagian Keempat: PERSIS VIS A VIS IDEOLOGI POLITIK NEGARA -- Latif Awaludin, MA

itulah menurut Isa demokrasi terpimpin tidak akan berjalan lama di karenakan konsep ini sangat tergantung atas kewibawaan dan kepribadian Soekarno maka ketika Soekarno lemah sudah barang tentu akan hancur. dan apapun hasil dari kebijakan Soekarno tentang kenegaraan tidak akan berlangsung tetap dan lama karena tidak dihasilkan dari keputusan Dewan Konstituente. Dan kelemahan lainnya, pelaksaaan demokrasi terpimpin akan menguntungkan pihak PKI dan ini akan ditentang terus oleh kalangan Islam. 49

Kemudian pada tahun 1960, dalam kongres tahunan Persis, Persis secara resmi mengajukan nota usulan kepada Presiden Soekarno untuk mempertimbangkan kembali konsepsinya serta memberi keleluasaan kepada kelompok organisasi non- komunis untuk menutup paham organisasinya dari komunis dan

memberantas paham anti Tuhan dan anti agama itu. 50 Patut disayangkan, pada waktu itu, Presiden Soekarno tidak menggubris seruan tersebut, sehingga sampai akhir demokrasi terpimpin, Indonesia nyaris bangkrut, terutama dalam bidang ekonomi dan politik. Ada semacam rasa tidak bersalah dari penguasa pada waktu itu sehingga membawa rakyat Indonesia ke ambang kehancuran.

Pada saat yang hampir bersamaan, Soekarno juga mendapat kritik dari mantan Presiden Amerika Serikat. Menururt Nixon, Soekarno hanya dinilai positif dalam perjuangan memebebaskan Indonesia dari kekuasaan kolonial. Lebih dari itu, kekuasaannya adalah sebuah bencana bagi rakyat Indonesia. Kritik Nixon ini tidak semuanya benar, sebab membangun satu negara yang baru keluar dari cengkraman penjajah adalah tidak mudah. Apalagi secara geopolitik, Indonesia terdiri atas negara kepulauan. Kenyataannya, Soekarno mempunyai jasa dan andil yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. 51

SIKAP POLITIK PERSIS TERHADAP PRAKTEK POLITIK DI INDONESIA

b. Pembubaran Partai Masyumi

Sejarah telah mencatat bahwa Soekarno sangat kecewa dengan perilaku partai-partai politik pada masa kemerdekaan. Pada Oktober 1956, misalnya, Soekarno mendesak partai- partai politik untuk menguburkan demokrasi liberalnya dan mengganti dengan demokrasi terpimpin, yakni demokrasi dengan kepemimpinan yang kuat Untuk keluar dari kemelut kestabilan politik, pada pertengahan 1950-an Soekarno kemudian muncul dengan konsepsi yang dikemukakan pada Februari 1957. Di dalam konsepnya itu Soekarno mengajukan usul agar kabinet melibatkan semua partai besar, termasuk Partai Komunis Indonesia (PKI). Soekarno juga mengusulkan agar dibentuk Dewan Nasional, semacam Dewan Penasehat, yang terdiri dari semua komponen masyarakat, termasuk buruh, tani, pengusaha nasional, dan lain- lain. 52

Keadaan menjadi lebih rumit lagi ketika beberapa tokoh Masyumi seperti Muhammad Natsir, Syafruddin Prawiranegara, dan lain-lain meninggalkan Jakarta menuju Padang. Hal itu dilakukan karena mereka merasa tidak aman di Jakarta. Setiap hari mereka diancam dan diintimidasi setelah terjadi “Peristiwa Cikini” pada Agustus 1957. Peristiwa Cikini merupakan percobaan pembunuhan terhadap presiden Soekarno dan tokoh Masyumi dituduh berada di belakangnya. Akhirnya, pada 10 Februari 1958, Letnan Kolonel Ahmad Husein, komandan Angkatan Darat di Sumatera Tengah, mengultimatum pemerintah pusat untuk membentuk kabinet yang dipimpin oleh Hatta dan Sri Sultan Hameengkubuwono IX dalam waktu lima hari. Kalau tidak, mereka akan membentuk pemerintahan sendiri. Benar juga, setelah lewat masa waktu lima hari seperti yang ditentukan oleh pemerintah tidak memenuhi tuntutan yang daerah tersebut, pada 15 Februari 1958 dibentuklan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia yang kemudian dikenal luas dengan PRRI dan menunjuk Syafrudin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri. 53

Bagian Keempat: PERSIS VIS A VIS IDEOLOGI POLITIK NEGARA -- Latif Awaludin, MA

Akhirnya, partai-partai yang tidak mau loyal, termasuk partai Nattsir (Masyumi), pada gilirannya menerima resiko buruk berupa pembubaran partai tersebut. Pembubaran Masyumi ini menjadi suatu masalah pertentangan yang getir pada masa sesudah kepemimpinan Soekarno. Menurut sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Prawoto Mangkusasmito, yang menggantikan Natsir sebagai Ketua Umum Masyumi pada tahun 1958, partai Masyumi dibubarkan karena partai tersebut tidak mengambil jarak dari para pemimpin yang terlibat dalam pemberontakan

PRRI bulan Februari 1958. 54

Ketika itulah, Soekarno menjadikan dirinya sebagai seorang diktator dan PKI memiliki posisi yang cukup kuat untuk merebut kekuasaan, Masyumi dibubarkan pada tahun 1960. Para penentangnya, terutama dari kalangan mantan pimpinan Masyumi dan PSII, dijebloskan ke dalam penjara tanpa proses pengadilan. Natsir, Isa Ansary, Rusyad Nurdin (dari Persis), Burhanudin Harahap, Anwar Haryono, Mohammad Reom, Prawoto Mangunsasmito, Yunan Nasution, Taufiqurrahman, Hasan Basri, dan lain-lain mengalami nasib yang sama sebagai tahanan Soekarno. 55

Ada suatu keragu-raguan yang dialami Natsir sebelum bergabung dengan pemberontak tahun 1958, meskipun beberapa orang tokoh Masyumi telah bergabung lebih dahulu. Tetapi akhirnya dia pun ikut terjun. Hal ini karena tampaknya dia yakin bahwa pemberontakan adalah tinggal satu-satunya jalan di antara dua pilihan yakni ikut Soekarno yang condong ke kiri atau membuat pemerintahan baru (memberontak). Dan oleh karena itu Masyumi dianggap bertanggung-jawab atas pemberontakan PRRI. Dalam bulan Agustus 1958, dia diberi kedudukan sebagai wakil presiden dalam PRRI dan tiga tahun berikutnya berusaha menghidupkan kembali Angkatan Bersenjata yang tidak sefaham drngan pemerintah. Akhirnya, pada tahun 1961, Natsir menyerahkan diri pada Pemerintah Pusat dengan amnesti umum

SIKAP POLITIK PERSIS TERHADAP PRAKTEK POLITIK DI INDONESIA

pada tahun itu juga. Dan sebenarnya, organisasi Masyumi masih hidup sampai tahun 1961, ketika Soekarno melarangnya dengan suatu keputusan, tatapi lembaga undang-undang keprisidenan dan beberapa pertimbangan keadaan darurat telah mengakhiri kegiatan Masyumi pada awal tahun 1959. 56

Menurut Fedrspiel, posisi Natsir saat bergabung dengan PRRI, dia bertindak bukan sebagai anggota Persis, melainkan sebagai sebuah keputusan bahwa tindakan keras dibutuhkan untuk memperbaiki republik. Bagaimana pun aktivis Persis lainnya tidak bergabung dengan gerakan itu. Sedangkan Isa Anshary, meskipun berasal dari Sumatera, tidak ikut dalam pemberontakan tetapi meneruskan peranan politiknya di Jawa. Dan sekitar tahun 1961 organisainya bernama “Front Anti komunis” bertindak secara sembunyi-sembunyi dan tampaknya menjadi organisasi anti-

Soekarno. Tidak lama setelah itu Isa Anshary ditahan. 57 Sebelumnya, pada tahun 1957, Perisis mengungkapkan kemarahannya pada presiden Soekarno dalam sebuah resolusi yang dikirimkan kepada seluruh aktivis Persis yang diberi judul “Persis Menolak Konsepsi Soekarno’. Resolusi ini menolak rencana Soekarno untuk memegang kekuasaan darurat dan menjalankan pemerintahan negara untuik melaksanakan tugas parlemen. Persis meminta presiden Soekarno untuk mempertimbangkan kembali dan menyeru seluruh kelompok non-komunis untuk merapatakan barisan memerangi komunisme yang telah merongrong tindakan- tndakan Soekarno termasuk mengubur partai-partai politik yang

dianggap tidak loyal kepadanya. 58

Tentu saja sikap Persis sangat dilematis. Oleh karena itulah sebagai persiapan langkah selanjutnya, beberapa anggota istimewa Partai Masyumi, termasuk Persis, memisahkan diri dari Masyumi pada bulan Oktober 1958.. Bebetapa organisasi anggotanya tetap terjun dalam dunia politik, tetapi beberapa yang lainnya seperti Muhammadiyah dan Persis, menjauhkan diri dari kegiatan politik dan memusatkan kegiatannya pada program-program pendidikan

Bagian Keempat: PERSIS VIS A VIS IDEOLOGI POLITIK NEGARA -- Latif Awaludin, MA

dan kemasyarakatan. Tapi akhirnya, demokrasi terpimpin ala Soekarno terus mengidap virus-virus pembusukan dari dalam yang terus menggerogoti dan menggali liang kuburnya sendiri. Menyusul pemberontakan G30S/PKI (Gerakan Tiga Puluh September / Partai Komunis Indonesia) pada tahun 1965, akhirnya demokrasi terpimpin Soekarno ambruk terkubur bersamaan dengan terjungkalnya Soekarno, Sang Pemimpin Besar Revulusi itu, dari mahligai singgasana kekuasaannya di tahun 1996 di tangan eksponen kekuatan-kekuatan progresif Orde Baru. 59