Perkembangan Lebih Lanjut

D. Perkembangan Lebih Lanjut

Berbagai upaya telah dilakukan Persis dalam menyebarkan paham kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Segala daya dan perhatian Persis tercurah untuk itu, sehingga Persis pada umumnya kurang memberikan tekanan bagi kegiatan organisasinya sendiri. Persis tidak terlalu berniat untuk membentuk banyak cabang atau menambah sebanyak mungkin anggotanya. Pembentukan sebuah cabang bergantung semata-mata kepada inisiatif peminat dan tidak didasarkan kepada suatu rencana yang dilakukan oleh pimpinan organisasi itu sendiri. Namun demikian pengaruh dari organisasi Persis ini jauh lebih besar daripada jumlah cabang ataupun anggotanya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah cabang yang bertebaran di berbagai tempat (yang tercatat sampai tahun 1942) antara lain Bogor, Jakarta, Leles Garut, Banjaran, Surabaya, Malang,

Bangil, Padang, Sibolga, Kutaraja, Banjarmasin, dan Gorontalo. 83 Perhatian terhadap perluasan jumlah anggota dan cabang memang bukan merupakan garapan yang paling utama bagi Persis, hal itu terlihat pada konferensi (Muktamar) Persis ketiga pada tanggal 24 dan 25 Desember 1936 di Gedung Persis Jalan Pangeran Sumedang. Muktamar itu dihadiri oleh 300 orang anggota dari

berbagai cabang sera para undangan, 84 dan membicarakan masalah- masalah yang berhubungan dengan pembinaan intern organisasi,

Bagian Pertama: PERJALANAN SEJARAH PERSATUAN ISLAM -- Prof. Dr. H. Dadan wildan Anas, M.Hum.

bukan memperluas jumlah cabang maupun anggota. Adapun keputusan-keputusan dalam Muktamar Persis ketiga adalah:

1. Menetapkan Qanun Persis yang baru

2. Menetapkan Qanun Persistri, sebagai bahagian Istri dari Persis

3. Menetapkan Qanun Pendidikan Islam, sebagai bahagian

sekolah dari Persis. 85

Untuk memantapkan roda jam’iyah dan legalisasi gerakan organisasi, Mohammad Natsir berusaha keras untuk mendapatkan status badan hukum organisasi dari pemerintah kolonial Belanda. Pengajuan badan hukum Persis oleh Mohammad Natsir diajukan pada tanggal 3 Agustus 1938, namun baru dapat disetujui pada tanggal 24 Agustus 1939 dengan keluarnya status badan hukum bagi Persis dari Directeur van Justitie (Badan Kehakiman) dengan nomor:

A.43/30/20, tertanggal 24 Agustus 1939. 86

Menjelang dasawarsa akhir pemerintahan kolonial Belanda, hubungan antara organisasi-organisasi Islam dan kalangan nasionalis yang netral agama, yang bermusuhan sejak awal tahun 1920-an sampai dengan tahun 1930-an membalik dengan adanya GAPI (Gabungan Politik Indonesia) pada tahun 1939 serta MIAI

(Majelis Islam A’la Indonesia), 87 dan persatuan Vokbonden Pegawai Negeri (pemerintah kolonial) yaitu Federasi Pekerja dalam jawatan pemerintahan.

Beberapa bulan sebelum invansi Jepang ke Indonesia, kalangan nasionalis yang netral agama sebagai badan eksekutif dari GAPI dan MIAI dalam Majelis Rakyat Indonesia (MRI) yang dibentuk pada tahun 1941 sebagai forum pertemuan antara GAPI dan MIAI, menghimbau kepada masyarakat agar memberikan bantuan penuh guna mempertahankan ketertiban dan keamanan serta mematuhi dengan sungguh-sungguh semua instruksi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Mereka juga mengajak pemerintah kolonial Belanda untuk bersama-sama membentuk suatu susunan masyarakat yang baru di Indonesia. Sebaliknya sikap kalangan Islam terhadap Belanda

TAMPILNYA PERSATUAN ISLAM DALAM GERAKAN PEMBARUAN ISLAM DI INDONESIA

terus mengeras terutama tampak dalam pembicaraan-pembicaraan pada permulaan tahun 1942, bahwa pemerintah kolonial melihat kalangan nasionalis yang netral agama sebagai wakil satu-satunya

rakyat Indonesia. 88 Sementara itu, Persis yang duduk dalam keanggotaan MIAI sejak tahun 1941, mulai menampakkan aktivitasnya dalam tubuh MIAI terutama dalam menghadapi periode akhir penjajahan kolonial Belanda. Dengan diwakili oleh A. Hassan, Persis duduk sebagai ketua bagian pembelaan Islam dalam MIAI. Hal ini merupakan tanda dan kenyataan bahwa masyarakat dan organisasi-organisasi Islam yang ada pada waktu itu telah mengakui keberanian, kegigihan, dan ketangkasan Persis dalam membela hak dan kebenaran Islam terhadap siapapun dan dimanapun berada. Kepercayaan masyarakat terhadap paham-paham yang dikemukakan Persis dalam menegakkan Al-Qur’an dan As-Sunnah mulai kelihatan berhasil, pada awal berdirinya tahun 1923 jumlah anggota Persis kira-kira hanya selusin anggota. Mereka yang berpartisipasi dalam shalat Jum’at yang diselenggarakan oleh Persis di Bandung sendiri, misalnya, tidak pernah mencapai 300 orang, namun menjelang tahun 1942, pada saat invansi Jepang ke Indonesia, jama’ah Persis telah dapat mengisi enam buah mesjid di kota Bandung yang dihadiri

oleh sekitar 500 jama’ah. 89

Demikianlah, di awal abad ke-20 Persis tampil dalam pentas sejarah pergerakan umat Islam Indonesia sebagai kelompok mujaddid dalam menegakkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tampilnya Persis dalam kelompok modernis pada percaturan gerak pembaruan Islam Indonesia merupakan jawaban atas tantangan kondisi umat Islam yang terbelenggu oleh khurafat, bid’ah, takhayul, syirik, serta paham- paham yang menyesatkan. Perjalanan Persis dalam pentas sejarah tidaklah berhenti hanya pada masa penjajahan kolonial Belanda, tetapi terus melangkah mengisi ruang dan waktu menentang segala macam pengaruh yang meracuni kehidupan umat Islam. Masa akhir penjajahan kolonial Belanda, justru merupakan awal aktivitas

Bagian Pertama: PERJALANAN SEJARAH PERSATUAN ISLAM -- Prof. Dr. H. Dadan wildan Anas, M.Hum.

organisasi ini dalam menghadapi imperialisme Jepang yang tidak kalah kejamnya dengan imperialisme Belanda dalam mematahkan dan melumpuhkan jiwa potensi kaum muslimin. Perjuangan dengan corak baru dalam menghadapi segala macam tantangan baru, akan terus berlangsung dalam gerakan sejarah di masa mendatang.

Catatan Kaki:

1 Lihat Deliar Noer, Partai di Pentas Nasional 1945-1965, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1987, hlm. 5. 2 Sebuah komunitas yang bekerja di sektor perekonomian (di pasar) yang kemudian menjadi sebutan bagi sekelompok masyarakat yang memiliki lebih

banyak kebebasan dalam hal adat istiadat, mereka lebih bebas dibandingkan dengan para pegawai atau menak (petinggi/bangsawan Sunda)..

3 Lihat majalah Risalah, Bandung: Bagian Penyiaran PP. Persis, 1990, Mei, hlm. 12. 4 Lihat Ajip Rosidi, M. Natsir: Sebuah Biografi, Jakarta: Giri Mukri Pasaka, 1990, hlm. 15-17. 5 Lihat Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1990-1942, Jakarta: LP3ES, 1980, hlm. 95-96. 6 Deliar Noer, Ibid, hlm. 96. 7 Seorang pedagang yang memberikan perhatian dalam masalah-masalah keagamaan. Ia berasal dari Padang dan bertempat tinggal di Surabaya. Ia

mempelopori kaum muda dalam perdebatan tentang masalah-masalah agama dengan kaum tua di Surabaya.

8 Deliar Noer, Loc.Cit. 9 Lihat Qanun Asasi dan Qanun Dahili Persatuan Islam, Bandung: PP. Persis, 1968, hlm.5. 10 Ibid, hlm. 3-8. 11 Seluruh Qanun Asasi (Anggaran Dasar) Persis menyebut tanggal berdiri

organisasi ini pada tanggal 12 September 1923. Kemudian KHA. Ghazali melakukan perhitungan (Hisab) ke tahun hijriyah, bertepatan dengan tanggal

1 Shafar 1342 H. Konversi ini sesuai pula dengan konversi Program Komputer; Gregorian Conversion dari Adel A. Al-Rumaih, 1996-1997. Qanun Asasi yang menulis tahun Hijriyah baru terdapat pada Qanun Asasi Persis hasil Muktamar kesebelas Persis di Jakarta tahun 1995.

12 PP. Persis, Op.Cit, hlm. 13-14. 13 PP. Persis, Ibid, hlm. 5-6.

TAMPILNYA PERSATUAN ISLAM DALAM GERAKAN PEMBARUAN ISLAM DI INDONESIA

14 Lihat Howard M. Fiederspiel, Persatuan Islam: Islamic Reform in Twenteith Century Indonesia, New York: Cornel University, 1970, hlm. 11. 15 Deliar Noer, Op.Cit, hlm. 97. 16 Lihat KHM. Isa Anshary, Manifest Perjuangan Persatuan Islam, Bandung: PP. Persatuan Islam, 1958, hlm. 6. 17 PP. Persis, Qanun Asasi ... Op.Cit, 1957, hlm. 4-5. 18 Qanun Asasi yang dikutip adalah Qanun Asasi tahun 1957. Hal ini dimaksudkan untuk melihat kerangka berpikir Persis pada tahap awal. Tujuan

dan cita-cita Persis selalu dirumuskan kembali pada setiap Muktamar, lima tahun sekali. Rumusan di atas dipilih karena dianggap mendasari Qanun Asasi Persis pada periode berikutnya.

19 PP. Persis, Ibid, hlm.6-7. 20 PP. Persis, Ibid. 21 PP. Persis, Qanun Asasi ... Ibid, 1995, hlm. 6-8. 22 KH. Eman Sar’an, Sirah Jihad Persatuan Islam, (makalah Tazwidu

Fityanil Qur’an), Bandung: Pemuda Persis, 1988, hlm. 5. 23 KH. Sar’an Sar’an, Ibid.

24 Dedy Djamaluddin Malik, ”Persis Terdesak Akhirnya Defensif,” artikel dalam Pikiran Rakyat, Bandung, 1990, hlm.8. 25 Fahry Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam... Bandung: Mizan, 1986, hlm. 67. 26 Komite ini pada awalnya terbentuk dilatarbelakangi oleh suatu kegiatan para ulama Indonesia. Pada suatu saat ada undangan dari Ibnu Saud, Raja

Saudi Arabia, kepada kaum muslimin di Indonesia untuk menghadiri kongres di Mekkah. Undangan ini dibicarakan dalam kongres Al-Islam keempat di Jogjakarta (21-27 Agustus 1925) dan kongres kelima di Bandung (6 Pebruari 1926). Kedua kongres tersebut kelihatannya didominasi oleh golongan pembaharu. Pada kongres di Bandung, KHA.Abdul Wahab atas nama golongan ulama tradisional mengajukan usul antara lain agar kebiasaan-kebiasaan agama seperti membangun kuburan dan ajaran madzhab tetap dipertahankan. Para peserta kongres tidak menyambut baik usulan ini, sehingga KHA.Abdul Wahab dan tiga orang pendukungnya keluar dari Komite Khilafat tersebut. Abdul Wahab selanjutnya mengambil inisiatif dengan mengadakan rapat-rapat para ulama tradisional. Mulanya di Surabaya, kemudian di Pasuruan, Lasem, dan Pati. Mereka bersepakat untuk mendirikan suatu komite yang disebut Hijaz. Komite Hijaz inilah yang kemudian diubah namanya menjadi Nahdatul Ulama dalam suatu rapat di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 yang pada gilirannya organisasi tersebut menjadi wadah berhimpunnya para ulama tradisional dan kelompok orang-orang yang bermadzhab. Lihat Deliar Noer, Op.Cit, hlm. 243.

27 Deliar Noer, Ibid, hlm. 242. 28 Fahry Ali dan Bachtiar Effendi, Op.Cit, hlm. 49; Lihat pula Deliar Noer,

Bagian Pertama: PERJALANAN SEJARAH PERSATUAN ISLAM -- Prof. Dr. H. Dadan wildan Anas, M.Hum.

Ibid, hlm. 242. 29 Howard M. Federspiel, Persatuan Islam: Pembaruan Islam Indonesia Abad XX, Yogyakarta: University Press, 1996, hlm. 33-34. 30 Lihat Deliar Noer, Gerakan Modern Islam ...Op.Cit, hlm. 103.

31 Lihat Verslag Debat antara Pembela Islam dan Ahmadijah Qadian, 1933, hlm. 1-2. Lihat pula KHM. Isa Anshary, Mujahid Da’wah, Bandung: CV.

Doponegoro, cet ke-3, 1984, hlm. 21. Pembela Islam diwakili oleh A. Hassan dari Persatuan Islam.

32 Safiq A. Mughni, Hasan Bandung Pemikir Islam Radikal, Surabaya: Bina Ilmu, 1980, hlm. 80. Lihat pula Deliar Noer, Op.Cit, hlm. 103. 33 Lihat Majalah al-Lissan, Bandung: PP. Persatuan Islam, 1936, hlm. 54-57. 34 Deliar Noer, Loc.Cit. 35 Deliar Noer, Ibid, hlm. 103. 36 KHM. Isa Anshary, Mujahid Da’wah...Op.Cit, hlm. 21-22. 37 Lihat ”Persatuan Islam: Pembaruan Islam Indonesia...”. Op.Cit, hlm. 33-

34. 38 Safiq A. Mughni, Op.Cit, hlm. 67; Federspiel, Op.Cit, hlm. 23.

39 H. Endang Saifuddin Anshary dan Syafiq A. Mughni, Wajah dan Wijhah Seorang Mujtahid, Bangil: Almuslimun, 1984, hlm. 15. 40 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam ...Op.Cit, hlm. 101. 41 Deliar Noer, Ibid. 42 Howard M. Federspiel, Persatuan Islam: Pembaruan Islam Indonesia...

Op.Cit, hlm. 23-24. 43 Lihat Majalah Dunia Madrasah, Tahun I Nomor 8, 1953, hlm. 102-103.

44 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam ...Op.Cit, hlm. 102. 45 Deliar Noer, Gerakan Modern ...Op.Cit, hlm. 102; Federspiel, Persatuan

Islam:... Op.Cit, hlm. 24. 46 Dalam Qanun Pesantren Persatuan Islam Pasal 6 ayat 3 tentang murid pesantren, disebutkan bahwa murid pesantren harus berjanji akan menjadi guru atau propagandis Persatuan Islam.

47 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Pustaka Mahmudiyah, 1960, hlm. 259, Lihat pula Majalah Risalah, Bandung: Bag.

Penyiaran PP Persis, Juni 1962, hlm. 10; Federspiel, Persatuan Islam... Op.Cit, hlm 24-25.

48 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam ...Op.Cit, hlm. 102. 49 Penyebab kepindahan A. Hassan dari Bandung ke Bangil, dikarenakan

adanya permintaan dari Bibi Wantee yang melihat penghidupan A.Hassan di Bandung kurang menggembirakan, jika dilihat dari segi materi. Namun demikian, bagi A. Hassan kepindahannya itu tidak mematahkan perjuangannya untuk menyebarkan paham Al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga kepindahannya

TAMPILNYA PERSATUAN ISLAM DALAM GERAKAN PEMBARUAN ISLAM DI INDONESIA

diikuti oleh para santrinya di Pesantren Persatuan Islam. Rencana semula, A. Hassan akan menetap di Surabaya, tetapi kemudian ia mendapatkan tanah di Bangil. Di situlah ia menetap dan mendirikan Pesantren Persatuan Islam Bangil. Semula, ketika masih tinggal di Bandung ia dikenal dengan sebutan

A. Hassan Bandung, karena kepindahannya ke Bangil, akhirnya ia dikenal dengan sebutan A. Hassan Bangil. Lihat Syafiq A. Mughni, “Hasan Bandung ...,” Op.Cit., hlm. 69-71.

50 Syafiq A. Mughni, Ibid. 51 Lihat Majalah Risalah, Bandung: Bag. Penyiaran PP Persis, Juni 1962, hlm. 10. 52 Majalah Risalah, Ibid. 53 Komite Pembela Islam didirikan di Bandung pada bulan Ramadhan 1347

H (Maret 1929) oleh sejumlah kaum muslimin terutama para anggota Persis yang mencemaskan nasib agama yang dipeluknya yang sering kali menjadi bahan cemoohan, tuduhan, dan celaan yang dilakukan oleh orang-orang yang membencinya. Mereka menyerang dan menanamkan kebencian terhadap Islam dan umat Islam. Komite Pembela Islam ini berada di bawah naungan Persis yang dipimpin oleh Muhammad Zamzam dengan penasehatnya adalah

A. Hassan. Untuk menyebarluaskan aktivitas Komite Pembela Islam, terutama dalam mengantisipasi setiap serangan, tuduhan, celaan, dan sejenisnya, terhadap agama Islam, kemudian diterbitkan majalah “Pembela Islam” pada bulan Oktober 1929 yang dicetak di percetakan milik A. Hassan. Lihat Ajip Rosidi, “M. Natsir...” Op.Cit, hlm. 18.

54 Pokok-pokok kegiatan Komite Pembela Islam adalah: (1) mengumpulkan buku-buku, karangan-karangan, dan selebaran-selebaran yang isinya mencela

Islam, baik disengaja maupun tidak; (2) menolak dan menjawab celaan dan tantangan mereka melalui buku-buku, surat kabar, selebaran, atau rapat-rapat umum; (3) memberikan penerangan tentang kebaikan Islam dalam masalah- masalah yang diributkan oleh para pembenci Islam; (4) Mengajak setiap orang dan perkumpulan Islam untuk ikut mendirikan Komite Pembela Islam di tempat masing-masing. Lihat Syafiq A. Mughni, “Hasan Bandung ...” Op.Cit., hlm. 74.

55 Dalam kata pengantar majalah Pembela Islam terbitan pertama disebutkan bahwa majalah ini diterbitkan untuk meneruskan cita-cita Pembela

Islam dengan cara mencuci bersih segala daki sebagian umat Islam seperti khurafat, dan bid’ah yang telah, sedang, dan akan menjadi sumber penghalang kemajuan Islam dimana-mana. Lihat Syafiq A. Mughni, “Hasan Bandung ...” Ibid, hlm. 74.

56 Sedemikian rupa perhatian Natsir terhadap studi keislaman, sehingga ia menolak tawaran dari pemerintah kolonial Belanda yang akan memberikan

beasiswa kepadanya untuk belajar di sekolah tinggi ilmu ekonomi Roterdam Belanda. Ia malahan memikirkan pendidikan di kalangan anak-anak muslim. Deliar Noer, Gerakan Modern Islam ...Op.Cit, hlm. 100.

57 Deliar Noer, “Gerakan Modern Islam ...,” Ibid.

Bagian Pertama: PERJALANAN SEJARAH PERSATUAN ISLAM -- Prof. Dr. H. Dadan wildan Anas, M.Hum.

58 Majalah Pembela Islam pada awalnya merupakan majalah bulanan, kemudian terbit dalam dua mingguan, namun kadang-kadang tidak terbit

berbulan-bulan karena kesulitan biaya. Pada awalnya penerbitan majalah Pembela Islam diterbitkan dan diusahakan oleh Persis dengan ketuanya Haji Zamzam, tetapi lama-lama publikasi majalah ini semata-mata merupakan usaha A. Hassan saja. Lihat Deliar Noer, “Gerakan Modern...Ibid, hlm.100.

59 Deliar Noer, “Gerakan Modern...,” Ibid, hlm.100. Lihat pula Endang Saifuddin Anshary dan Syafiq A. Mughni, “Wajah dan Wijhah…”, Op.Cit.,

hlm.15-16. 60 Menurut Redaksi majalah ini, dalam kata pendahuluan yang dimuat pada edisi pertama dinyatakan bahwa huruf Arab dalam majalah tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembaca yang tidak suka atau tidak mampu membaca huruf latin.

61 Syafiq A. Mughni, “Hasan Bandung ...,” Op.Cit., hlm. 74. 62 Deliar Noer, “Gerakan Modern...,” Ibid, hlm. 103. 63 Syafiq A. Mughni, “Hasan Bandung ...,” Op.Cit., hlm. 75-76. 64 Syafiq A. Mughni, Ibid., hlm. 74. Deliar Noer, “Gerakan Modern...,”

Op.Cit., hlm.104. 65 Howard M. Federspiel, ”Persatuan Islam: Pembaruan Islam...,” Op.Cit, hlm.26-27. 66 Koleksi Sual Djawab hingga kini dapat dibaca oleh masyarakat luas, karena kontinuitas penerbit Diponegoro yang terus menerus menerbitkan buku ini dalam berpuluh kali cetak ulang.. Hal ini menunjukkan koleksi ini diterima dengan baik oleh masyarakat luas. Rubrik sual jawab sejenis hingga sekarang tetap ada dalam kolom majalah Persis yang terbit kemudian, seperti yang secara rutin muncul dalam majalah Risalah. Lihat pula. Howard M. Federspiel, Persatuan Islam: Pembaruan Islam Indonesia... Op.Cit, hlm. 28-29.

67 Howard M. Federspiel, Persatuan Islam: Pembaruan Islam Indonesia... Ibid, hlm. 28. 68 Howard M. Federspiel, Ibid. hlm. 28-29.

69 Majalah Al-Lisan, Bandung: Persatuan Islam, 1935, No.1, hlm. 26. 70 Majalah Al-Lisan, Bandung: Persatuan Islam, 1935, No.2. 71 Majalah Al-Lisan, Bandung: Persatuan Islam, 1935, No.4, hlm.30-34. 72 Majalah Al-Lisan, Bandung: Persatuan Islam, 1935, No.5, hlm. 30-34. 73 Persistri didirikan di Bandung pada tahun 1936 dan baru diresmikan

menjadi bagian otonom Persis pada konferensi Persis ketiga pada tanggal 25 Desember 1936 (Jum’at, 11 Syawal 1355). Pada konferensi itu diputuskan: pertama, menetapkan Qanun Persis yang baru, kedua menetapkan Qanun Persistri sebagai bagian istri dari Persis, ketiga menetapkan Qanun pendidikan Islam sebagai bagian sekolah. Persistri diadakan dan dibina oleh Persis dan berkewajiban untuk menjadi pelopor perjuangan Persis dalam bidang kewanitaan. Persistri berkewajiban menjadi contoh dan teladan yang sejalan

TAMPILNYA PERSATUAN ISLAM DALAM GERAKAN PEMBARUAN ISLAM DI INDONESIA

dengan Al-Qur’an dan As-sunnah dalam hal-hal yang berkenaan dengan ibadah, aqidah, muamalah, dan akhlaq di dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat (lihat Qanun Dakhili Persis Bab I Pasal 2, 1987:15). Persistri merupakan bagian otonom dari Persis yang menghimpun para wanita Persis dan dibimbing dalam bagian wanita dengan hak otonomi agar dapat melaksanakan rencana jihad Persis dalam bidang kewanitaan (lihat Qanun Persistri Bab I Pasal 1 dan 2, 1984:5), sedangkan kehidupan jamaah/jam’iyah Persistri adalah hidup berjamaah, berimamah, dan berimarah seperti yang dicontohkan Rasulullah dengan sifat jam’iyah sebagai organisasi pendidikan, tabligh, dan kemasyarakatan. Lihat, Qaidah Persistri Bab I Pasal 3, Bandung: Persatuan Islam Persistri.

74 Majalah Al-Lisan, Bandung: Persatuan Islam, 1936, No.1, hlm. 26. 75 Majalah Al-Lisan, Bandung: Persatuan Islam, 1936, No.3, hlm. 31.

76 Majalah Al-Lisan, Bandung: Persatuan Islam, 1936, No.3, hlm. 29. 77 Majalah Al-Lisan, Bandung: Persatuan Islam, 1936, No.89, hlm. 38.

78 Maklumat yang dikutip tidak menggunakan ejaan penulisan seperti yang tercantum dalam majalah (naskah aslinya), namun tidak mengubah isi

dan maksud kalimatnya. Lihat, Majalah Al-Lisan, Bandung: Persatuan Islam, 1937, No.16, hlm. 38.

79 Lothrop Stoddard, Dunia Baru Islam, Jakarta: Panitia Penerbit, 1966, hlm. 316. 80 Pemuda Persis didirikan di Bandung pada tanggal 22 Maret 1936 (Minggu, 28 Zulhijjah 1354) pada saat berlangsung Rapat Anggota di Gedung

Persis Jalan Pangeran Soemedang. Sebagaimana disiarkan majalah Al-Lisan No. 4 tahun 1936 sebagai berikut; Ladenvergadering Persatoean Islam: di Gedong Persis pada tg. 22 Maart 1936, djam 9 pagi, diadakan rapat anggauta. Pemimpin Vergadering toean H. Azhari. Jang bitjara, toean-toean Fachroeddin dan Kemas Ahmad. Kepoetoesan:

Mengadakan bahagian pemoeda, sebagai voorzitter toean Djodjoe; Mengadakan crediet cooperatie, sebagai voorzitter toean Karta; Mengadakan verbruik cooperatie, sebagai voorzitter toean Heroe.

Pemuda Persis diadakan dan dibina oleh Persis dengan berkewajiban menjadi kader Persis, barisan pelopor perjuangan Persis dalam alam kepemudaan yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah dalam rangka mempersiapkan diri sebagai umat pada masa depan. (Lihat Qanun Dakhili Persis, Bab I Pasal 2, 1987:15). Selain Pemuda Persis ada pula bagian otonom Persis dari kaum wanita muda yang dibina oleh Persistri yang bernama Jam’iyyatul Banaat yang baru didirikan pada tanggal 28 Pebruari 1954 (Minggu,

24 Jumadit Tsani 1373). (Lihat arsip Muktamar Persis ke-6, 15-18 Desember 1956). Jam’iyyatul Banaat ini kemudian berubah nama menjadi Pemudi Persis pada Muktamar ke XI Persis di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta pada tanggal

4 September 1995 (8 Rabiut Tsani 1416 H.). 81 Praktek nyata dalam ibadah berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah yang semula dianggap kontroversi, pada perkembangan selanjutnya diikuti oleh

Bagian Pertama: PERJALANAN SEJARAH PERSATUAN ISLAM -- Prof. Dr. H. Dadan wildan Anas, M.Hum.

umat Islam lainnya, tidak hanya golongan pembaharu, namun termasuk pula golongan tradisional. Lihat, H. Eman Sar’an, “Sejarah Persatuan Islam,” artikel dalam Majalah Pemuda Persis, Tamadun, Bandung, 1972, hlm. No.1.

82 Lihat Majalah Risalah, Bandung: PP. Persatuan Islam, Mei 1990, hlm.15. 83 Deliar Noer, “Gerakan Modern...,” Op.Cit., hlm.97. 84 Diantaranya R.A.A. Wiranatakoesoemah Bupati Bandung serta para

wakil dari berbagai perkumpulan seperti Muhammadiyah Cabang Bandung, Muhammadiyah bahagian Pemuda Cabang Bandung, Al-Islah Bandung, Perguruan Islamiyyah Bandung, PNI Bandung, PPBM Bandung. Cabang- cabang Persis yang hadir adalah Cabang Kutaraja Aceh, Betawi, Tanah Abang, Bogor, Cianjur, Cimenteng, Bandung, Cirebon, Majalaya, Mr. Cornelis (Jakarta) ditambah pula Cabang Persistri Bogor, Tanah Abang dan Bandung. Konferensi itu diliput oleh pers yang hadir saat itu antara lain; pers Amal, A.I.D., Nicorck, Pemandangan, Perbintjangan, dan Sin Po. Demikian pula wakil-wakil dari pemerintahan ikut hadir. Lihat Majalah Al-Lisan, Bandung: Persatuan Islam,

23 Desember 1936, No.13, hlm.36-37. 85 Majalah Al-Lisan, No. 13, 1936, hlm. 36-37.

86 Lihat lampiran 1 dalam buku ini. 87 MIAI berdiri pada tahun 1935 dengan beranggotakan tujuh organisasi

Islam pada awalnya, yaitu: Sarekat Islam, Muhammadiyah, Al-Islam (Solo), Perserikatan Ulama Majalengka, Al-Irsyad (Surabaya), Hidayatul Islamiyyah (Banyuwangi) dan Al-Khairiyah (Surabaya). Kemudian pada tahun 1941 bertambah menjadi 21 organisasi, termasuk 15 anggota biasa, yaitu Sarekat Islam, Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), Persyerikatan Ulama, Al-Irsyad, Jong Islamieten Bond, Al-Islam (Solo), Al-Ittihadul Islamiyah (Sukabumi), Partai Islam Indonesia, Partai Arab Indonesia, Persatuan Ulama Aceh (Sigli), Musyawarat Al-Tholibin (Kandangan Kalimantan), Nahdatul Ulama, Al-Jamiatul Wasliyah, Nurul Islam (Tanjungpanda Bangka Belitung); dan tujuh anggota istimewa, yaitu Al-Hidayatul Islamiyyah (Banyuwangi), Majelis Ulama Toli-Toli Sulawesi, Persatuan Muslimin Minahasa (Menado), Al-Khairiyah (Surabaya), Persatoean Poetra Borneo (Surabaya), Persatuan India Putera Indonesia, dan Persatuan Pelajar Indonesia Malaysia (PPIM) di Mesir yang beranggotakan para pelajar yang berasal dari Indonesia dan Malaysia. Perbedaan antara anggota biasa dengan anggota istimewa terletak pada struktur organisasi. Anggota biasa mempunyai pengurus besar dan cabang-cabang, sedangkan anggota istimewa merupakan organisasi Islam lokal. Lihat Deliar Noer, “Partai di Pentas Nasional...,” Op.Cit, hlm.16-17.

88 Deliar Noer, “Partai di Pentas Nasional...,” Ibid, hlm. 20-21. 89 H. Eman Sar’an, “Sejarah Persatuan Islam,” ... Loc.Cit.

Bab