Agenda-Agenda Pembaruan Persis Masa Depan

F. Agenda-Agenda Pembaruan Persis Masa Depan

Agenda-agenda besar dalam program jihad jam’iyah Persis di abad 21 perlu reorientasi terhadap peran, fungsi, dan kedudukan jam’iyah Persis sebagai organisasi Islam yang mempunyai misi atau cita-cita besar mewujudkan tatanan masyarakat khaira ummah dalam barisan jamaah Rasulullah. Agar tumbuh serta terpeliharanya sikap umat yang sam’an wa tho’atan terhadap imamah dan imarah, menurut Entang Muchtar ZA, Ketua Bidang Jam’iyah Pimpinan Pusat Persis, adalah perlu adanya pemikiran yang benar tentang Persis sebagai Jam’iyah. Ia mengemukakan;

Selama ini pemahaman dan pandangan terhadap Persis sebagai

Bagian Pertama: PERJALANAN SEJARAH PERSATUAN ISLAM -- Prof. Dr. H. Dadan wildan Anas, M.Hum.

Jam’iyah masih dianggap sebagai alat, yang tentu sifatnya sementara. Jika telah tercapai tujuannya, maka alat tersebut bisa dibuang atau diganti. Jika tersisa pemahaman model demikian, maka harga Persis sebagai harakah tajdid yang selalu memperjuangkan tegaknya Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-sunnah, tidak ada bedanya dengan organisasi-organisasi lainnya. Termasuk dengan kesebelasan sepak bola, yang bisa bubar, dibubarkan, atau membubarkan diri, tergantung kebutuhan yang terikat dengan materi atau musim kompetisi. Atau jika tidak bubar, pemainnya selalu berpindah- pindah klub. Tergantung klub mana yang bisa menjanjikan bonus yang menggiurkan.

Memang tidak salah, jika Persis disebut jam’iyah dalam arti organisasi, apabila dilihat dari sisi mekanisme kerja, yang selama ini Persis tetap berjalan sesuai dengan ketentuan kerja yang berlaku dan tetap dalam bingkai struktural yang jelas, sesuai dengan Qanun Asasi dan Qanun Dakhili. Melalui ungkapan “Persis sebagai Jam’iyah”, maka tergambar kongkrit sekumpulan manusia yang bercita-cita luhur dengan mempunyai keterampilan kerja yang bertanggung jawab dan profesional, mampu memposisikan dirinya di atas posisi tertentu serta berbuat sesuai dengan mekanisme kerja yang berlaku. Maka dengan demikian, kata “Jam’iyah” yang berarti organisasi, kurang lebih pengertiannya sangat erat dengan mekanisme kerja.

Apabila berbicara tentang organisasi (Jam’iyah) yang pengertiannya sebatas mekanisme kerja terutama mengenai kemapanan, keutuhan, dan kesolidannya, rasanya banyak sekali organisasi yang lebih mapan, utuh, dan solid daripada Persis. Oleh karena itu jika Persis hanya sekedar Jam’iyah saja, rasanya tidak ada istimewanya dari organisai-organisasi yang lain yang mungkin lebih solid, baik kualitas maupun kuantitasnya.

Dalam hal ini Muchtar 79 mengemukakan: Apabila kita berada dan berjuang dalam sebuah jam’iyah/organisasi yang tidak ada bedanya dengan yang lainnya, apalagi di bawah yang lain, tidak mustahil sekurang-kurangnya akan lahir penilaian minor

STRATEGI PERSATUAN ISLAM DALAM MEMBANGUN JAMA’AH DAN MENGHINDARI KEKUASAAN ORDE BARU

dari dalam organisasi sendiri. Bahayanya organisasi/jam’iyah itu sendiri bisa dihancurkan oleh orang dalam sendiri. Oleh karena itu, kita perlu memberi muatan terhadap “Jam’iyah” ini agar terdapat keistimewaan-keistimewaan yang dapat membedakan dengan yang lainnya. Muatan itu tiada lain adalah “Al Jama’ah”. Sehingga Persis sebagai Jam’iyah yang berwawasan jama’ah.

Mengapa harus “jama’ah”? bukankah tidak ada bedanya antara kedua kalimat itu? Al jama’ah itulah yang mendapat jaminan dari Rasul akan masuk surga. Sebagaimana dalam haditsnya; yang artinya ”Yahudi berpecah menjadi 71 firqoh, Nashroni berpecah menjadi 72 firqoh, dan umat ini akan berpecah menjadi 73 firqoh, semuanya dalam neraka, kecuali yang satu. Rasul ditanya, apa yang satu itu, Ya, Rasul? Rasul menjawab: “Ialah orang yang sesuai dengan apa yang aku kerjakan pada jamanku ini dan juga sesuai dengan sahabatku. Dalam riwayat lain: “Itulah yang disebut dengan jama’ah.

Jadi keistimewaan sebuah jam’iyah tergantung atas muatannya, jika jam’iyah itu bermuatan al-jama’ah, maka jam’iyah itu insya Allah, mendapat jaminan sesuai dengan yang dikatakan Rasulullah Saw. Tapi jika jam’iyah iyu hanya jam’iyah belaka, dalam arti organisasi yang kaitannya hanya dengan mekanisme kerjanya saja, maka jelas tidak termasuk yang mendapat jaminan dari Rasulullah Saw.

Jika Persis sudah diberi muatan, Al-jama’ah tidak akan ada orang yang menjadikan Persis sebagai alat, apalagi dijadikan alat untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Selain itu tidak ada anggota yang mempunyai niat untuk keluar dari Persis, karena dibentengi oleh suatu keyakinan bahwa keluar dari jama’ah itu jika ia mati, sama dengan mati jaman jahiliyyah. Walaupun belum sampai hati, bila ada seorang anggota Persis yang keluar dari keanggotaannya dihukumi seperti itu. Tetapi untuk menjaga keutuhan Persis sebagai jam’iyah dan tumbuhnya rasa wajib bergabung dalam jam’iyah, maka Persis harus berwawasan al-jama’ah. Tidakkah keliru jika hadits yang berbunyi: “Man faraqa ‘anil jama’ati mata mitatan jahiliyyatan”, dijadikan dasar kehati-hatian.

Bagian Pertama: PERJALANAN SEJARAH PERSATUAN ISLAM -- Prof. Dr. H. Dadan wildan Anas, M.Hum.

Dari uraian di atas, agaknya jama’ah Persatuan Islam penting untuk melakukan renungan dan apresiasi aktual ke depan dalam berbagai bidang, baik dalam bidang pendidikan dan dakwah maupun partisipasi aktif dalam kegiatan politik. Menatap ke depan dan berpaling ke belakang bukan saja perintah dalam suatu kaidah ushul para ulama “al-muhafadzatu ’ala al-qadimi al-shalih wa al- ‘ahdu bi al-jadidi al-ashlah”, tetapi juga adalah cerminan sikap dari seorang cendikia yang selalu apresiatif terhadap tradisi dan khasanah pemikiran sebelumnya.

Menyadari hal itu, Pimpinan Pusat Pemuda Persatuan Islam yang diketuai oleh Atip Latifulhayat pada tanggal 29 Mei 2000 mengajukan beberapa agenda masa depan Jam’iyah Persis yang didiskusikanbersama dengan unsur Pimpinan Pusat Persis. Adapun agenda-agenda Persis masa depan adalah:

1. Kaderisasi

Kaderisasi merupakan salah satu agenda besar yang harus diperhatikan secara serius dan sungguh-sungguh. Sebab, harus diakui secara jujur bahwa saat ini Persis mengalami kemacetan kaderisasi yang luar biasa serius yang menyebabkan lemahnya aktivitas Persis di semua lini perjuangannya. Secara garis besar kelemahan kaderisasi Persis ini menimpa dua penyangga utama gerakan Persis yaitu: kader pimpinan dan kader pemikir (ulama). Untuk merespon persoalan ini, maka Persis perlu menegaskan satu cetak biru program kaderisasi secara integrated yang melibatkan seluruh komponen perjuangan di lingkungan Persis.

2. Pendidikan

Sebagai salah satu garapan utama Persis, sektor pendidikan sampai saat ini baru digarap oleh Persis secara cukup serius hanya pada level pendidikan dasar dan menengah. Meskipun demikian, pada level ini muncul beberapa kendala yang cukup serius yaitu: manajemen yang masih lemah, minimnya sarana pendidikan, dan kualitas SDM yang belum memadai. Sementara itu, pada level

STRATEGI PERSATUAN ISLAM DALAM MEMBANGUN JAMA’AH DAN MENGHINDARI KEKUASAAN ORDE BARU

pendidikan tinggi Persis boleh dikatakan masih belum memberikan perhatian yang cukup dalam berbagai hal. Sebagai sebuah harakah tajdid, Persis seharusnya memberikan perhatian penuh terhadap pengembangan pendidikan tinggi, sebab eksistensi sebuah perguruan tinggi dapat diajadikan wahana bagi para anggota/ simpatisan dan khususnya para pemikir/ulama di lingkungan Persis dalam melakukan berbagai kajian keislaman. Dalam Muktamar sekarang perlu digariskan satu kebijakan yang melahirkan satu sistem pendidikan yang integrated, yang menempatkan semua level pendidikan yang ada di Persis sebagai sebuah sistem kaderisasi baik kader pemimpin maupun kader pemikir Islam.

3. Dakwah

Dakwah dalam pengertian yang khas dan konvensional sudah dilakukan oleh Persis. Dalam muktamar sekarang selain Persis harus terus berusaha melakukan berbagai perubahan dalam kebijakan dakwahnya, Persis juga harus mulai memikirkan manajemen modern dalam program-program dakwahnya antara lain dengan memanfaatkan teknologi informasi. Dalam jangka pendek selain Persis mempersiapkan diri untuk memasuki “cyber dakwah” (dakwah lewat internet), Persis juga harus memaksimalkan sarana dakwah yang sudah dimiliki misalnya “majalah Risalah”. Khusus untuk majalah Risalah ini perlu dilakukan perombakan personal dan institusional agar dapat berfungsi optimal dan betul-betul menjadi sarana dakwah jam’iyah.

Mengingat perannya yang masih cukup efektif untuk kalangan masyarakat tertentu, Persis perlu memikirkan kembali hadirnya sebuah pemancar radio yang sepenuhnya dimiliki oleh Persis.

4. Persis dan Politik

Meskipun anggota/simpatisan Persis sudah tidak asing lagi dengan persoalan politik dan bahkan telah memberikan partisipasi politik yang cukup lumayan untuk partai-partai yang beraspiraasi Islam, tapi Persis sebagai sebuah institusi jauh dari dikatakan

Bagian Pertama: PERJALANAN SEJARAH PERSATUAN ISLAM -- Prof. Dr. H. Dadan wildan Anas, M.Hum.

jelas dalam kaitannya dengan persoalan politik. Dalam muktamar sekarang perlu dihasilkan satu rumusan yang jelas mengenai masa depan Persis dalam kaitannya dengan politik dan lebih khususnya lagi partai politik (Islam). Hal ini dapat dimulai dengan dilakukannya kajian fiqh siyasah menjelang pelaksanaan muktamar.

5. Pemikiran ke-Islaman

Kalau melihat background historisnya, Persis sebetulnya adalah sebuah gerakan pemikiran. Namun, seiring dengan perubahan waktu dimana telah terjadi perubahan yang cukup cepat di masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan, tampaknya Persis kurang begitu berhasil merespon perubahan ini yang menyebabkan Persis kehilangan jati dirinya.

Dalam muktamar sekarang Persis perlu segera mengembaalikan citra diri Persis ini dalam bentuk penciptaan program-program yang mengarah kepada hadirnya kembali citra diri Persis. Untuk langkah awal pimpinan Persis saat ini perlu segera memahami selain pemikiran yang berlangsung di luar Persis (eksternal) juga gesekan berbagai pemikiran di kalangan internal Persis.

6. Suksesi Kepemimpinan

Dengan macetnya kaderisasi di lingkungan Persis membawa implikasi yang cukup serius dalam melahirkan satu sistem kepemimpinan Persis yang berkualitas yang sesuai dengan tuntutan eksternal maupun internal Persis. Dalam muktamar kali ini perlu dibicarakan secara terbuka dan bertanggung jawab oleh berbagai komponen Persis mengenai masalah suksesi kepemimpinan Persis.

Serangkaian agenda-agenda besar itulah yang disoroti oleh Pemuda Persis sebagai rasa tanggung jawabnya terhadap jam’iyah Persis di masa depan. Persis yang telah disebut oleh berbagai kalangan sebagai organisasi pembaharu pemahaman Islam tidak bisa berhenti berpikir dalam kemapaman intelektual danjargon menbembalikan umat kepada al-Qur’an dan Sunnah, sebab sekarang ini jargon iti bukan lagi milik Persis, melainkan harus mampu menangkap

STRATEGI PERSATUAN ISLAM DALAM MEMBANGUN JAMA’AH DAN MENGHINDARI KEKUASAAN ORDE BARU

semangat jaman dan mengantisipasi ke arah mana masa depan akan berkembang. Persis memerlukan keberanian dan kemampuan untuk setiap waktu meminjau kembali konsepsi pembaruan dan pemikiran yang pernah diketengahkan sehingga bisa dijadikan parameter untuk mengkaji ulang apakah gagasan yang ditawarkan Persis cukup relevan dalam perkembangan jaman atau tidak. Jangan sampai organisasi sebesar Persis gagal mempertahankan kesegaran pemikiran, di saat organisasinya berkembang menjadi besar namun terjebak rutinitas dan raktikal dalam mengurus organisasi dan bukan mengedepankan pemikiran-pemikiran baru yang membawa wacana Islam lebih ramah dan terbuka.

Ada semacam keharusan terutama para elit Persis untuk menoleh ke belakang kepada generasi awal yang mampu menjadikan Persis---karena daya tanggap dan apresiatipnya terhadap pemikiran keislaman universal---mempunyai daya tarik tersendiri. Mereka mampu merespom setiap fenomena yang muncul yang memerlukan pemecahan dari perspektif Islam. Pada generasi sekarang terkesan kurang mampu memberikan respon yang cepat dan tanggap terhadap wacana keislaman yang tengah berkembang. Padahal, sesungguhnya di sinilah ciri khas Persis di masa awal yang dengan cepat merespon segala pemikiran baru yang muncul sehingga menempatkan dirinya sebagai gerakan mujaddid (pembaharu). Kekurangsigapan para elit Persis ini yang membuat ada semacam perbedaan antara Persis generasi awal dengan generasi sekarang ini. Agaknya, stagnasi dinamika internal ini yang harus segera dibenahi menuju suasana intelektual yang menjadi ciri khas Persis agar tetap eksis di tengah masyarakat global.