Gambaran Rantai Nilai Komoditas Jagung di Sulawesi

2. Gambaran Rantai Nilai Komoditas Jagung di Sulawesi

Aktor penting dalam rantai tata-niaga komoditas jagung di wilayah Sulawesi antara lain; petani/produsen jagung, pedagang pengumpul desa, pedagang p e n g u m p u l ke c a m a t a n , p e d a g a n g p e n g u m p u l k a b u p a t e n , penggilingan/pengolah/industri pakan ternak, pengecer, pedagang (pedagang antar pulau), eksportir dan pengguna akhir (peternak). Masing- masing aktor ini melakukan perannya berbasis pada keterampilan dan pengalaman yang mereka miliki dan antar satu aktor dengan aktor lainnya memiliki keterkaitan atau “ketergantungan”. Distribusi jagung dari titik produsen hingga konsumen akhir sangat bergantung pada kemampuan aktor-aktor tersebut menjalannya perannya secara maksimal.

Dalam melakukan kegiatan usahatani, petani jagung sangat bergantung pada ketersediaan input produksi dari pemasok, termasuk harga input yang stabil dan terjangkau. Ketika petani memiliki modal usaha yang cukup, kelangkaan bibit (seringkali dihadapi oleh petani) yang disertai dengan kenaikan harga tentu tidak mejadi masalah, akan tetapi hal ini akan berbeda jika petani memiliki modal usaha yang terbatas. Tidak sedikit petani yang kemudian memutuskan untuk berhenti berproduksi ketika kelangkaan dan kenaikan harga bibit terjadi, atau kemudian tetap memaksakan untuk berproduksi dengan melakukan pinjaman modal usaha terlebih dahulu dengan jaminan hasil produksinya kelak akan mereka jual langsung ke pemilik modal pada tingkat harga yang ditetapkan oleh pemilik modal tersebut.

Pedagang pengumpul desa, kecamatan dan kabupaten umumnya adalah pelaku usaha yang siap menampung hasil produksi petani dan selanjutnya distribusikan ke level yang lebih tinggi. Tidak sedikit dari pedagang pengumpul tersebut, khususnya pada tingkat desa dan kecamatan yang juga berperan sebagai petani/produsen jagung dengan luas lahan yang dikelola relatif lebih besar dari petani lainnya. Hal yang membedakan antara pedagang pengumpul di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten hanyalah

Tantangan Pembangunan Pertanian di KTI

cakupan wilayahnya dan kemampuan mereka untuk menarik minat petani lain agar mengumpulkan/menjual hasil produksinya pada pedagang tersebut. Harga beli yang ditawarkan oleh masing-masing pedagang, bersaing satu sama lain. Selain menjual hasil produsinya ke pedagang pengumpul, beberapa petani jagung di Sulawesi menjual jagung produksinya ke penggilingan/pengolah pakan ternak/industri pakan ternak.

Peran pengecer umumnya dilakukan oleh pedagang besar yang posisinya berada di wilayah ibukota kabupaten dan ibukota provinsi.Pengecer adalah pedagang komoditas jagung baik dalam bentuk pipilan maupun dalam bentuk jagung giling yang mendistribusikan produknya langsung ke penggilingan maupun ke peternak. Kasus Sulawesi, distribusi komoditas jagung dari tingkat petani ke konsumen akhir tidak melibatkan atau tidak mengenal adanya istilah pedagang pengecer, kecuali pedagang pengumpul di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten yang menjalankan perannya sebagai pengecer jagung pipil dan jagung giling.

Perdagangan antar pulau, terjadi disaat kebutuhan jagung di suatu wilayah industri pakan ternak menjadi terbatas.Industri pakan yang menjadikan jagung sebagai bahan baku utama dalam kegiatan produksi sangat bergantung pada ketersediaan jagung secara lokal. Namun industri pakan ini seringkali mengalami kesulitan untuk berproduksi secara kontinu ketika hasil produksi petani ternyata tidak mampu mencukupi kebutuhan mereka. Jalan yang ditempuh oleh industri tersebut adalah dengan meminta jagung yang berasal dari pulau lain yang saat itu mengalami surplus produksi. Serupa dengan peran pedagang antar pulau, peran eksportir sangat bergantung pada tinggi rendahnya permintaan jagung sebagai bahan baku pakan ternak di negara lain. Bagi provinsi penghasil jagung yang memiliki hubungan dagang dengan negara lain, peran eksportir sangat penting, terlebih untuk eksportir yang sudah memiliki jaringan pasar di negara tersebut.

Gambar 4.16: Rantai Tata Niaga Jagung di Pulau Sulawesi.

Sumber: Data Primer, diolah