Penyuluhan Pertanian: Antara Rekayasa Sosial dan Pembelajaran Sosial
4. Penyuluhan Pertanian: Antara Rekayasa Sosial dan Pembelajaran Sosial
Pembangunan, termasuk pembangunan pertanian, basisnya adalah pengetahuan. Mengapa, karena tindakan perubahan yang efektif memerlukan basis pengetahuan yang cukup. Pengetahuan merupakan dasar kapasitas dari individu maupun kolektivitas tatanan dalam mendorong perubahan. Dalam konteks pembangunan pertanian, pengelolaan pengetahuan tersebut berlangsung dalam sistem penyuluhan, penyuluhan menjadi instrumen pokok pembangunan pertanian. Kalau dalam transisi otonomi daerah kelembagaan penyuluhan pertanian terlemahkan dan kehilangan orientasi, maka sebenarnya ini adalah sebuah salah kaprah aransemen kelembagaan dari sebuah bangsa yang tidak sadar bahwa ia belum bisa keluar dari “takdir” sebagai bangsa agraris.
Dihubungkan dengan penyuluhan pertanian sebagai instrumen pokok
Tantangan Pembangunan Pertanian di KTI
pembangunan pertanian, diperlukan penyuluh pertanian yang berkapasitas untuk tidak hanya meningkatkan kompetensi petani sebagai juru tani, manajer usahatani dan wiratani; tetapi juga meningkatkan kompetensi petani sebagai aktor tata produksi dan produsen pengetahuan; sekaligus bisa menggeser eksistensi petani dari sebagai juru tani menjadi manajer usahatani, menjadi wiratani, menjadi aktor tata produksi dan seterusnya menjadi produsen pengetahuan (Salman, 2012). Ilmu pertanian seyogianya memberi layanan pengetahuan yang mencakupi rentang kebutuhan lima eksistensi petani tersebut. Ilmu pertanian seyogianya melahirkan penyuluh sebagai fasilitator teknis-agronomis petani; sebagai fasilitator manajerial- ekonomis petani; sebagai fasilitator kewirausahaan dan jejaring bisnis petani; sebagai fasilitator kesadaran kritis dan perjuangan kelas petani; serta sebagai fasilitator konstruksi pengetahuan dan representasi diri petani.
Perencanaan pertanian yang diterapkan seyogianya tidak lagi berporos tunggal rekayasa sosial secara teknokratis dan top-down sebagaimana dalam revolusi hijau. Diperlukan aplikasi perencanaan pertanian berbasis pembelajaran sosial secara partisipatoris dan bottom-up sebagaimana telah diintroduksi beberapa pilot-project seperti Decentralized Agricultural and Forestry Extension Project (DAFEP) dan Farmer Empowerment Through Agricultural Technology and Information (FEATI) sejak tahun 2000-an (Lihat: Tabel-5).
Tabel 4.5: Karakteristik Perencanaan Teknokratis dan Perencanaan Partispatoris untuk Dikolaborasikan dalam Pembangunan Pertanian
Aspek/Isu
Perencanaan Teknokratis
Perencanaan Partisipatoris
Pengetahuan yang di-
Pengetahuan dari peng-alaman aplikasikan
Pengetahuan ilmiah hasil
sehari-hari petani Proses dan mekanisme
penelitian dan uji laboratoris
Rekayasa sosial dari pemerintah
Pembelajaran sosial dan
kepada petani dan stakeholder
perubahan lokal petani secara
bottom-up Hasil yang diharapkan
pertanian secara top-down
Pencapaian target produksi dan
Peningkatan kapabilitas dan
daya saing produk pertanian
kapasitas pertanian dan petani
dalam bersesuai dengan
dalam merepre-sentasikan diri
mekanisme pasar dan kapitalisme
pada pangung wacana dan
kontestasi pengetahuan Peran/posisi petani
pertanian
Sebagai penerima manfaat dan
Sebagai penerima manfaat dan
pelaku utama Peran agen pembangunan
partisipan
Teknokrat perekayasa pertanian
Fasilitator pemberdayaan petani
Lebih penting dari itu, demi menjawab kompleksitas pertanyaan agraria, agrikultur, dan rural-urban pada era interkoneksi lokal-global saat ini, diperlukan perencanaan pertanian yang mensinergikan ciri rekayasa sosial dengan ciri pembelajaran sosial dalam suatu paket perencanaan kolaboratif. Dengan perencanaan kolaboratif, kompetensi dan kapasitas aktor pembangunan pertanian dapat bersinergi dan melahirkan fitur baru serta menguatkan saling-percaya, perilaku resiprositas dan kepatuhan pada norma kebersamaan di antara petani, penyuluh pertanian, lembaga lokal, pemerintah desa, pegawai SKPD, lembaga penelitian dan perusahaan pertanian. Dengan modal sosial seperti inilah kompleksitas dapat direspon.
Menurut UU Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, penyuluhan adalah “proses pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku usaha agar mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup”. Pembelajaran dalam konteks ini perlu dipahami dalam beberapa substansi dan peran penyuluh dipetakan dalam berbagai substansi tersebut sebagaimana dipetakan pada Tabel-6.
Tantangan Pembangunan Pertanian di KTI
Tabel-6: Hubungan antara Level Eksistensi Petani dengan Tipologi Peran Penyuluh
Level Eksistensial Petani Peran Penyuluh yang Dibutuhkan Petani sebagai Juru Tani
Penyuluh memfasilitasi pelaku utama dan pelaku usaha untuk menolong diri dan mengorganisasikan diri melalui akses pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya untuk fokus kompetensi pada teknis produksi, dengan fokus hasil pada tingkat panen, dengan kriteria outomes pada pergeseran dari subsistensi ke komersial
Petani sebagai Manajer
Penyuluh memfasilitasi pelaku utama dan pelaku usaha untuk
Usahatani
menolong diri dan mengorganisasikan diri melalui akses pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya untuk fokus kompetensi pada teknis manajerial, dengan fokus hasil pada pendapatan/profit, dengan kriteria outomes pada efisiensi usaha
Petani sebagai Wiratani
Penyuluh memfasilitasi pelaku utama dan pelaku usaha untuk menolong diri dan mengorganisasikan diri melalui akses pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya untuk fokus kompetensi pada kewirausahaan, dengan fokus hasil pada produk berdaya saing, dengan kriteria outomes pada pemasaran global
Petani sebagai Aktor Tata
Penyuluh memfasilitasi pelaku utama dan pelaku usaha untuk
Produksi
menolong diri dan mengorganisasikan diri melalui akses pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya untuk fokus kompetensi pada kesadaran kelas, dengan fokus hasil pada tata produksi alternatif atas kapitalisme pertanian, dengan kriteria outomes pada keadilan sosial bagi petani
Petani sebagai Produsen
Penyuluh memfasilitasi pelaku utama dan pelaku usaha untuk
Pengetahuan
menolong diri dan mengorganisasikan diri melalui akses pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya untuk fokus kompetensi pada produksi wacana/makna, dengan fokus hasil pada representasi diri,
dengan kriteria outomes pada ketersuaraan pilihan petani/pertanian/ perdesaan
Dalam memainkan peran-peran ini, kompetensi dan kapasitas penyuluh dibutuhkan untuk dapat menjalankan sistem penyuluhan dalam tiga karakteristik. Pertama, penyuluhan sebagai rekayasa sosial, dimana pelaku utama ditempatkan sebagai obyek penerima pesan, dari pesan yang bersumber pada peneliti, melalui penyuluh sebagai saluran. Ini terutama dibutuhkan untuk petani dengan entitas sebagai juru tani dan manajer usahatani (Gambar-1). Sistem latihan dan kunjungan (Laku) yang telah berhasil mengantarkan Indonesia swasembada beras pada era Soeharto (2014) dan masih teraplikasikan saat ini perlu diperkuat.
Gambar 4.1: Penyuluhan Berbasis Rekayasa Sosial
Peneliti Teknologi
Kedua, penyuluhan sebagai pembelajaran sosial untuk pemberdayaan petani. Penyuluh berperan sebagai fasilitator bagi pelaku utama dan pelaku usaha untuk menjalani siklus pemecahan masalah melalui rencana dan implementasi rencana yang dijalankan sendiri oleh mereka secara bersiklus dan berulang dalam lingkup pertanian lalu meluas ke lingkup masalah yang lebih umum. Petani difasilitasi untuk menjalani siklus experience based learning process (proses belajar dari pengalaman) (Gambar-2). Dalam kaitan ini, aplikasi pendekatan partisipatoris dalam penyuluhan ala DAFEP dan FEATY relevan diperkuat.
Gambar 4.2: Penyuluhan Berbasis Pembelajaran Sosial untuk
Pemberdayaan Petani
Ketiga, penyuluhan sebagai pembelajaran sosial untuk kontestasi dan pertukaran pengetahuan secara setara antara petani, penyuluh, peneliti dan produsen pengetahuan lain (Lihat misalnya: Evers dan Gerke, 2003; Eshuis and Stuiver, 2005) (Gambar 3). Penyuluh berperan sebagai fasilitator
Tantangan Pembangunan Pertanian di KTI
sekaligus pelaku di balik kontestasi maupun saling kontribusi pengetahuan, baik pengetahuan yang sifatnya teknikal, simbolis maupun idiologis. Di sini, kapasitas kelembagaan penyuluhan dalam memproduksi dan mereproduksi pengetahuan melalui persentuhan antar pihak dalam arena pertanian, perikanan dan kehutanan menjadi penting untuk dikuatkan.
Gambar 4.3: Penyuluhan Berbasis Pembelajaran Sosial untuk Kontestasi
dan Pertukaran Pengetahuan