Isu-Isu Spesifik

5.2. Isu-Isu Spesifik

a. Pemberian lisensi dan izin lainnya Pemerintah telah menerbitkan sejumlah regulasi yang mengatur mulai

dari tahap perizinan untuk eksplorasi sampai eksploitasi kegiatan

pertambangan. Sejumlah regulasi terkait kegiatan usaha pertambangan telah diterbitkan seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistem, Undang- Undang Nomor 24 Tahun 1990 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Penjabaran lebih lanjut dari undang-undang ini diikuti dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Pengelolaan Bahan-Bahan Galian, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air dan Lampirannya, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengolahan Limbah Berbahaya dan Beracun, dan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung, serta keputusan bersama Menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri Kehutanan Nomor 969 Tahun 1988 tentang Pedoman Pengaturan Pelaksanaan Usaha Pertambangan dan Energi dalam Kawasan Hutan dan sejumlah regulasi lainnya.

Pembangunan Pertambangan KTI

Gambar 5.6: Alur pemberian izin kegiatan usaha tambang

Wilayah Permohonan:

Pemerintah

Badan Usaha, Koperasi

sesuai Kewenangan:

dan Perseorangan Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota

Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP)

Izin Usaha Pertambangan (IUP)

IUP Eksplorasi IUP Produksi Sesuai kewenangan

Sesuai kewenangan

Badan Usaha, Badan Usaha, Koperasi, dan

Koperasi, dan Perseorangan

Perseorangan

Sumber: diolah dari Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menerbitkan persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mengatur hak dan kewajiban perusahaan

pertambangan dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Sebelum diterbitkannya persetujuan IUP oleh Pemerintah (Pusat atau Daerah), instansi teknis, yaitu Kementerian ESDM atau Dinas Pertambangan daerah menyusun rencana induk sumberdaya mineral yang memuat identifikasi peta potensi tambang, termasuk luas areal dan sebarannya, dan juga peta bahaya geologi. Dalam proses perencanaan, Dinas Pertambangan juga memetakan wilayah izin usaha pertambangan, menyusun dan menetapkan draft peraturan daerah tentang izin usaha pertambangan, mempelajari dokumen dan mensupervisi perusahaan pertambangan yang mengajukan IUP dan memastikan perusahaan tambang benar-benar melakukan kegiatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. IUP yang diberikan memuat hak dan kewajiban perusahaan pertambangan yang memperoleh izin tersebut. Sebelum adanya regulasi yang tegas mengatur kewenangan masing-masing tingkatan pemerintahan, maka ditemukan sejumlah IUP yang masih bermasalah terkait tumpang tindih lahan seperti antara PT. Aneka Tambang dengan Kuasa Pertambangan (KP) baru di Konawe Utara Sulawesi Tenggara, PT. Rio Tinto Indonesia dengan 14 izin KP baru di Morowali Sulawesi Tengah, pertambangan dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Sebelum diterbitkannya persetujuan IUP oleh Pemerintah (Pusat atau Daerah), instansi teknis, yaitu Kementerian ESDM atau Dinas Pertambangan daerah menyusun rencana induk sumberdaya mineral yang memuat identifikasi peta potensi tambang, termasuk luas areal dan sebarannya, dan juga peta bahaya geologi. Dalam proses perencanaan, Dinas Pertambangan juga memetakan wilayah izin usaha pertambangan, menyusun dan menetapkan draft peraturan daerah tentang izin usaha pertambangan, mempelajari dokumen dan mensupervisi perusahaan pertambangan yang mengajukan IUP dan memastikan perusahaan tambang benar-benar melakukan kegiatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. IUP yang diberikan memuat hak dan kewajiban perusahaan pertambangan yang memperoleh izin tersebut. Sebelum adanya regulasi yang tegas mengatur kewenangan masing-masing tingkatan pemerintahan, maka ditemukan sejumlah IUP yang masih bermasalah terkait tumpang tindih lahan seperti antara PT. Aneka Tambang dengan Kuasa Pertambangan (KP) baru di Konawe Utara Sulawesi Tenggara, PT. Rio Tinto Indonesia dengan 14 izin KP baru di Morowali Sulawesi Tengah,

Tabel 5.9: Kewenangan masing-masing tingkatan pemerintahan dalam

pemberian IUP

Pemerintah Pusat

Pemerintah Provinsi

Pemerintah Kab/Kota

Pemberian IUP, pembinaan,

Pemberian IUP dan Izin penyelesaian konflik masyarakat,

Pemberian IUP, pembinaan,

Pertambangan Rakyat (IPR), dan pengawasan usaha

penyelesaian konflik masyarakat

pembinaan, penyelesaian konflik pertambangan yang berada pada

dan pengawasan usaha

masyarakat, dan pengawasan usaha lintas wilayah provinsi dan/atau

pertambangan pada lintas wilayah

pertambangan di wilayah wilayah laut lebih dan 12 mil dari

kabupaten/kota dan/atau wilayah

laut 4 mil sampai dengan 12 mil

kabupaten/kota dan/atau wilayah laut

garis pantai

Kewenangan pusat juga ada pada sampai dengan 4 mil

pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi. Kewenangan ini tidak dimiliki oleh pemerintah daerah.

Sumber: diolah dari Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010

b. Divestasi Pemerintah telah menerbitkan sejumlah regulasi terkait dengan

kewajiban divestasi bagi perusahaan pemegang IUP. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 sebagai perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara mengatur mengenai aktivitas bisnis pertambangan. Aspek yang diatur dalam peraturan pemerintah ini antara lain mengenai divestasi dan perpanjangan lisensi perizinan. Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 2012 ini mengubah kewajiban divestasi oleh pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dengan penyertaan modal asing dari sebelumnya 20 persen menjadi minimum 51 persen harus dimiliki investor Indonesia pada tahun ke-10 setelah produksi dimulai. Peraturan ini juga mempertegas definisi penyertaan modal asing termasuk dalam rangka penanaman modal asing (PMA) dimana peraturan Kontrak Karya mencakup antara lain penyesuaian wilayah Kontrak Karya, kewajiban perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) lainnya, ketentuan pemenuhan nilai tambah domestik, jangka waktu perpanjangan Kontrak Karya, penerapan bentuk perizinan untuk perpanjangan tersebut, prioritas untuk kontraktor lokal dan nasional dan pembatasan keterlibatan perusahaan afiliasi untuk pengerjaan jasa-jasa penambangan.

Pembangunan Pertambangan KTI

c. Penyediaan infrastruktur Perusahaan pertambangan skala usaha besar yang telah lama beroperasi,

menyiapkan dukungan infrastruktur untuk dukungan operasionalnya sementara perusahaan lainnya masih mengandalkan infrastruktur yang

telah dibangun pemerintah. Perusahaan besar seperti PT. Vale, dan PT. Aneka Tambang telah membangun dan memelihara infrastruktur pendukung yang mencakup fasilitas pelabuhan, instalasi listrik, jaringan jalan dan jembatan, terminal bahan bakar minyak, dan pengolah limbah. Perusahaan juga membangun infrastruktur di sekitar operasi perusahaan, misalnya rumah sakit, sekolah mulai dari tingkat dasar sampai menengah, rumah ibadah dan instalasi air bersih yang juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar perusahaan. Pembangunan Infrastruktur yang dilakukan oleh perusahaan besar yakni PT. Vale dan PT. Aneka Tambang belum diikuti oleh perusahaan tambang lainnya, walaupun dalam skala yang masih lebih kecil. Perusahaan tambang tersebut masih mengandalkan infrastruktur yang telah ada sebelumnya seperti jalan dan jembatan yang telah dibangun oleh pemerintah.

d. Lingkungan hidup Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Rencana Pengelolaan

Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup adalah tiga dokumen yang dipersyaratkan bagi perusahaan pertambangan sebelum

mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan sebagai pengaturan lebih lanjut dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, mewajibkan seluruh perusahaan untuk memperoleh Izin Lingkungan sebagai syarat untuk memperoleh izin usaha. Izin lingkungan dikeluarkan setelah dilakukan kajian atau studi yang dituangkan dalam bentuk penyusunan kerangka acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Amdal), Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL). Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk meminimalkan kerusakan lingkungan hidup dan masalah sosial atas aktivitas pertambangan yang akan dilaksanakan. Badan Lingkungan Hidup Daerah melakukan pemantauan secara berkala atas dampak aktivitas pertambangan terhadap kualitas lingkungan hidup. Kegiatan pemantaaun mencakup kerusakan lingkungan, pencemaran, mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan sebagai pengaturan lebih lanjut dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, mewajibkan seluruh perusahaan untuk memperoleh Izin Lingkungan sebagai syarat untuk memperoleh izin usaha. Izin lingkungan dikeluarkan setelah dilakukan kajian atau studi yang dituangkan dalam bentuk penyusunan kerangka acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Amdal), Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL). Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk meminimalkan kerusakan lingkungan hidup dan masalah sosial atas aktivitas pertambangan yang akan dilaksanakan. Badan Lingkungan Hidup Daerah melakukan pemantauan secara berkala atas dampak aktivitas pertambangan terhadap kualitas lingkungan hidup. Kegiatan pemantaaun mencakup kerusakan lingkungan, pencemaran,

Sebagian besar area konsesi pertambangan merupakan area hutan lindung yang pemanfaatannya harus melalui persetujuan Kementerian

Kehutanan. Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pasal 38 ayat (3), menyebutkan bahwa penggunanan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri Kehutanan. Menteri mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 yang mengatur penggunaan area kehutanan, baik untuk tujuan komersial maupun non komersial yang dilakukan berdasarkan izin pinjam pakai. Untuk mendapatkan izin eksplorasi hingga kegiatan produksi atau eksploitasi tambang mineral dan batu bara yang ada dalam kawasan hutan, harus melewati prosedur yang telah ditetapkan Kementerian Kehutanan. Prosedur ini diatur dalam Praturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 jo Nomor 61 Tahun 2012 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Semua dasar hukum tersebut, memerlukan koordinasi yang intens dan terpadu dengan semua stakeholder terkait, mengingat kegiatan pertambangan yang memasuki kawasan hutan sarat akan domain kewenangan dari lintas sektoral. Ketika aktivitas penambangan merambat ke dalam kawasan hutan, pada saat itu juga akan menjadi urusan dari Kementerian Kehutanan dalam rangka menjaga kelestarian dan sumber daya yang ada di kawasan hutan.

Tabel 5.10: Luas dan status lahan perusahaan pertambangan nikel PT. Vale

Nama Perusahaan

Jenis Peruntukan Luas (Ha)

Persentase

Hutan Konservasi 2.139,8 1,81

PT Vale (Area Konsesi Luwu

Hutan Lindung

Timur Sulawesi Selatan) Hutan Produksi 24.726,7 20,89

Area Penggunaan Lain

19.083,8 Jumlah 16,11 118.387,3 100,00

Sumber: Laporan Tahunan PT. Vale, 2012

Pembangunan Pertambangan KTI

Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2004 tentang Perizinan dan Perjanjian di Bidang Pertambangan yang Berada di Kawasan Hutan menyebutkan bahwa suatu izin pinjam pakai dapat diberikan untuk tahap eksplorasi dan eksploitasi dengan persyaratan sebagai berikut: (1) Untuk tahap eksplorasi, persyaratannya lebih lunak, dengan tidak mengharuskan dipenuhinya dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan gambar satelit namun dengan durasi waktu yang lebih pendek, yakni dua tahun, namun dapat diperpanjang; dan (2) Untuk tahap eksploitasi, persyaratannya lebih banyak termasuk analisis AMDAL dan gambar satelit, dengan durasi yang lebih panjang, yaitu selama durasi izin untuk operasi.

Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca- tambang secara tegas mengatur reklamasi dan kegiatan pasca penambangan baik untuk pemegang IUP-Eksplorasi maupun IUP-Operasi

Produksi. Pemegang IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi diwajibkan melaksanakan reklamasi dan pasca tambang. Kewajiban reklamasi dilakukan terhadap lahan terganggu pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan dengan sistem dan metode: (a) penambangan terbuka; dan (b) penambangan bawah tanah. Perusahaan pemegang IUP baik skala besar maupun menengah dan kecil harus menyertakan rencana reklamasi dalam rencana kerja dan anggaran eksplorasi dan menyediakan jaminan reklamasi dalam bentuk deposito berjangka yang ditempatkan pada bank milik pemerintah. Perusahaan skala besar pada umumnya lebih patuh dibanding perusahaan skala menengah dan kecil dalam pengimplementasian peraturan pemerintah tersebut. Jika perusahaan tersebut tidak melakukan reklamasi atau recovery kerusakan lahan dari aktivitas pertambangan, maka dana yang dijaminkan bisa digunakan untuk menunjuk pihak ketiga atau pemerintah melakukan reklamasi. Perusahaan yang memanfaatkan sumberdaya alam sudah sepatutnya menyadari bahwa kegiatan operasi yang dijalankannya mengakibatkan perubahan kondisi lingkungan. Beberapa program terkait dengan reklamasi atau pasca tambang dijalankan oleh perusahaan dalam rangka pemulihan area yang sebelumnya dieksploitasi. Antara lain: (1) mengembalikan fungsi dan daya dukung lingkungan pasca tambang kepada fungsi dan daya dukung semula; (2) mengimplementasikan tahapan proses penutupan tambang; dan (3) membantu pemerintah daerah setempat dalam mencari sumberdaya yang dapat diperbaharui guna menggantikan industri pertambangan sebagai sumber utama perekonomian lokal (dilakukan oleh PT. Vale dan PT. Aneka Tambang).