Pertambangan Rakyat Berdasarkan aspek legalitasnya, aktivitas pertambangan berbasis

7.1. Pertambangan Rakyat Berdasarkan aspek legalitasnya, aktivitas pertambangan berbasis

masyarakat lokal di Pulau Sulawesi terdiri dari dua kelompok utama, yakni: (1) “Pertambangan Rakyat” yakni usaha pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat yang memiliki izin pertambangan rakyat (IPR) dari pemerintah daerah setempat. Aktivitas pertambangannya dilaksanakan pada wilayah tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat sebagai wilayah pertambangan rakyat (WPR). Usaha pertambangan ini, juga telah didefinisikan dalam Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara Nomor 4 Tahun 2009 sebagai “pertambangan rakyat”; dan (2) “Pertambangan Illegal (PETI)” yakni usaha pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat lokal baik secara individu maupun kelompok yang tidak memiliki izin pertambangan. Lokasi pertambangan illegal ini, umumnya tumpang tindih dengan lokasi-lokasi yang memiliki peruntukan lain, seperti kawasan lindung atau pada wilayah konsesi perusahaan pertambangan formal.

WPR yang ada di Pulau Sulawesi seluruhnya merupakan pertambangan emas dan tidak ditemukan adanya izin pertambangan rakyat untuk jenis tambang non-emas. Alasan utama masyarakat untuk melakukan pertambangan rakyat pada jenis tambang emas ini, selain karena nilai emas yang cukup tinggi, juga karena pertambangan emas ini dapat dilakukan dengan teknologi sederhana (tradisional) sehingga biaya investasinya pun tidak terlalu besar. Berbeda halnya dengan jenis pertambangan lainnya seperti tambang nikel, biji besi dan lainnya, umumnya memerlukan biaya investasi yang sangat besar, karena itu pada lokasi-lokasi pertambangan non

Pembangunan Pertambangan KTI

emas ini, tidak ditemukan adanya usulan dari masyarakat lokal kepada pemerintah setempat untuk menerbitkan izin pertambangan rakyat.

Terdapat enam unit WPR di Pulau Sulawesi. Ke enam wilayah pertambangan rakyat tersebut terletak di Provinsi Sulawesi Utara dan tersebar di tiga Kabupaten yang memiliki potensi pertambangan emas, yakni masing-masing Kabupaten Minahasa Utara, Minahasa Selatan dan Bolaang Mongondow. Pertambangan rakyat tersebut semuanya merupakan pertambangan emas yang dikelola secara tradisional oleh masyarakat setempat dan di beri izin pertambangan rakyat (IPR) oleh bupati setempat. Selain Provinsi Utara tidak ditemukan adanya izin pertambangan rakyat yang diterbitkan oleh pemerintah setempat di berbagai lokasi pertambangan di Pulau Sulawesi. Akan tetapi di sejumlah lokasi terdapat pertambangan berbasis masyarakat yang tidak memiliki izin (ilegal). Di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, terdapat aktivitas pertambangan emas berbasis masyarakat, yang oleh sebagian masyarakat menyebutnya sebagai pertambangan rakyat. Akan tetapi kegiatan pertambangan tersebut tidak memiliki izin dan lokasi pertambangan rakyat sebagaimana yang di amanatkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Karena itu, pertambangan emas masyarakat di Kabupaten Bombana ini tidak digolongkan sebagai pertambangan rakyat.

Enam unit pertambangan rakyat yang terdapat di Sulawesi Utara, meskipun seluruhnya telah memiliki izin pertambangan rakyat dari pemerintah setempat (izin Bupati), namun belum ada yang memiliki izin

lingkungan. Menurut Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Utara, pertambangan rakyat yang ada di Sulawesi Utara dalam proses produksinya menggunakan bahan berbahaya (Sianida dan Merkuri). Karena itu, pertambangan rakyat yang ada juga diwajibkan melengkapi dokumen AMDAL. Seluruh pertambangan rakyat di Sulawesi Utara belum ada yang melengkapi dokumen amdalnya, sehingga izin lingkungan pertambangan rakyat belum ada yang diterbitkan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Utara. Pemerintah daerah Kabupaten Minahasa Utara menyadari keterbatasan yang dimiliki oleh unit koperasi pengelola WPR dalam penyediaan dokumen amdal, sehingga dalam penyediaan dokumen tersebut diinisiasi dan anggarannya dibebankan pada APBD Kabupaten Minahasa Utara.

Tabel 5.13: Jumlah dan lokasi keberadaan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)

di Pulau Sulawesi

No Lokasi Studi

x Izin WPR Bupati -

Izin WPR

Luas WPR

1. Sulawesi Utara

Izin Lingkungan Tidak

Izin WPR : No.: 2 WPR

ada

50 Ha (25 Ha per * Kab Minahasa Utara

(Tatelu

02/DISTAMBEN/2010 WPR). Setiap WPR

dan

Emas oleh Bupati

memiliki anggota

100 orang

Talawan)

Izin Lingkungan =

Belum ada

2. Sulawesi Selatan

3. Sulawesi Tengah

4. Sulawesi Tenggara -

Sumber: data primer

WPR yang terdapat di Kabupaten Minahasa Utara masing-masing memiliki lokasi pertambangan seluas 25 Ha per WPR. Wilayah Pertambangan Rakyat telah disahkan oleh pemerintah setempat, yang lokasinya berhimpit dengan lokasi pertambangan formal (PT. Mears Soputan Meaning-MSM dan PT. Tambang Tondano Nusajaya-TTN). Kedua WPR yang ada di Kabupaten Minahasa Utara berbadan usaha koperasi, dimana masing-masing WPR beranggotakan 100 anggota. Setiap anggota memiliki satu lokasi pertambangan yang dikelola secara tradisional (penggalian lubang tambang dilakukan secara manual) dan pada umumnya mempekerjakan tenaga kerja

4 – 6 orang. Peleburan material tambang dari tambang rakyat ini dilakukan di industri

peleburan yang di miliki koperasi di wilayah Tatelu. Material tambang biasanya diangkut dari lokasi tambang ke tempat peleburan dengan menggunakan jasa ojek milik masyarakat tempat. Dalam proses peleburan, masyarakat menggunakan bahan beracun seperti sianida dan merkuri. Limbah tambang di tampung pada kolam-kolam yang secara khusus dibuat masyarakat. Produksi emas yang diperoleh masyarakat dari hasil peleburan ini, biasanya dijual kepada pedagang perantara atau pengrajin emas yang ada di Tatelu atau dijual di pedagang perantara atau pengrajin emas yang ada di Kota Manado.

Pembangunan Pertambangan KTI