Penguatan Jaringan Konektivitas dan Sistem Logistik Nasional di Kawasan Timur Indonesia

B. Penguatan Jaringan Konektivitas dan Sistem Logistik Nasional di Kawasan Timur Indonesia

Dodi Slamet Riyadi Kepala Divisi - Sekretariat KP3EI Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau dengan luas wilayah laut mencakup 75% dari luas daratan. Perekonomian Indonesia menduduki peringkat ke-16 di dunia dengan pertumbuhan mencapai lebih dari 6% per tahun. Kondisi ini tentunya akan berimbas pada pertumbuhan volume perdagangan antarpulau di Indonesia dan secara best pratice seharusnya pertumbuhan arus barang yang ada di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia mencapai empat kali lipat dari pertumbuhan ekonomi makro. Keberadaan pelabuhan- pelabuhan di Indonesia harus mampu melayani dan menampung laju pertumbuhan arus barang sekitar 24 persen serta perlu didukung dengan rantai distribusi angkutan barang dan sistem logistik nasional yang efisien dan efektif.

1. Biaya Logistik Antar Pulau di Indonesia Mahal

Jika diilihat dari pola angkutan barang kargo hinterlands di Indonesia, secara garis besar terbagi menjadi 4 (empat) daerah tangkapan, yaitu: Sumatera, Jawa dan Kalimantan, Sulawesi, Papua dan Kepulauan Maluku di Indonesia bagian Timur. Distribusi angkutan peti kemas saat ini masih terkonsentrasi di Jawa dan Indonesia bagian Barat. Kondisi ini mengakibatkan disparitas pertumbuhan ekonomi regional yang tidak merata di Indonesia, khususnya di Indonesia bagian Timur yang mengakibatkan tingginya biaya logistik. Meskipun distribusi angkutan peti kemas lebih banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Indonesia bagian Barat, namun secara keseluruhan volume perdagangan antar pulau tumbuh dan berkembang cukup pesat. Perdagangan antar pulau berkembang dengan pertumbuhan CAGR (Compounded Avarage Growth Rate) 37 persen dalam 5 tahun terakhir, meningkat hingga 5 kali lipat dari 638 juta ton di tahun 2006, menjadi 3,15

Infrasruktur dan Konektivitas di KTI

miliar ton di tahun 2011. Menurut World Bank, peringkat Logistic Performance Index (LPI) Indonesia

pada tahun 2012 menduduki peringkat ke-59 dari 155 negara yang disurvey, jauh dibawah Singapore, Cina, Malaysia, dan Thailand. Rata-rata biaya logistik di Indonesia masih sangat tinggi, yakni sekitar 14 persen dari harga penjualan. Sebagai gambaran, biaya pengiriman barang dari Tanjung Priok ke Hamburg, Jerman yang berjarak 11.000 km jauh lebih murah ketimbang dari Tanjung Priok ke Belawan yang jaraknya hanya 1.400 km. Biaya logistik yang tinggi ini terutama lebih disebabkan oleh pengiriman peti kemas yang masih menggunakan menggunakan kapal-kapal berukuran kecil, penanganan bongkar muat dan logistik yang belum efisien serta waktu tunggu kapal (dwelling time) yang cukup panjang. Disamping itu, jalur distribusi peti kemas di Indonesia bagian Timur cenderung menyebar dengan volume yang relatif kecil dan menggunakan kapal berukuran kecil pula, kondisi ini mengakibatkan jalur pelayaran peti kemas saat ini menjadi tidak efisien dengan biaya logistik yang tinggi.

Pelabuhan merupakan salah satu komponen yang sangat penting di dalam indikator Logistic Performance Index (LPI), dan untuk memperbaiki kinerja logistik Indonesia perlu dilakukan perbaikan sistem logistik khususnya pada sistem transportasi laut, agar tidak kalah bersaing dengan negara-negara Asia lainnya. Untuk meningkatkan peringkat LPI Indonesia, sebagaimana disebutkan dalam dokumen MP3EI bahwa penguatan Konektivitas Nasional antar Koridor Ekonomi diantaranya adalah dengan menurunkan biaya logistik nasional dan ekonomi biaya tinggi pengiriman barang dan jasa antar koridor ekonomi serta penetapan dan peningkatan kapasitas beberapa pelabuhan dan bandara strategis sebagai pusat koleksi dan distribusi dengan menerapkan manajemen logistik yang terintegrasi. Pengembangan enam koridor ekonomi yang diamanatkan dalam MP3EI sangat tergantung pada keberadaan infrastruktur pelabuhan yang berkualitas baik dari sisi pelayanan dan penyediaan fasilitas.

Di Pulau Jawa sendiri, sistem logistik perdagangan didominasi pada angkutan jalan raya, sedangkan pada Indonesia bagian Timur sistem logistik perdagangan lebih didominasi oleh angkutan laut. Dengan kondisi bahwa Indonesia adalah negata kepulauan dan maritim terbesar dan 95% perjalanan perdagangan dunia terjadi melalui laut, sudah sewajarnya untuk mengembangkan perdagangan antar pulau-pulau di Indonesia melalui pengembangan pelabuhan-pelabuhan strategis dan penataan sistem angkutan laut merupakan cara yang paling efisien untuk menghubungkan simpul-simpul perekonomian yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.

2. Memperkuat Konektivitas melalui Integrasi Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Pendulum Nusantara

Sebagai salah satu upaya untuk mempercepat interkoneksi antar simpul- simpul perekonomian pada setiap koridor ekonomi serta untuk menurunkan biaya logistik nasional dan pemerataan pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia, maka akan dikembangkan suatu jalur peti kemas domestik melalui pengoperasiaan kapal-kapal besar berukuran 3200 TEUS yang dapat menghubungkan wilayah Indonesia bagian Barat dan Timur (East-West Pendulum). Selain itu, dengan penerapan jalur ini diharapkan dapat membangkitkan simpul-simpul pertumbuhan ekonomi di enam koridor ekonomi (selain pulau Jawa), khususnya wilayah Timut seperti: Ambon, Sorong dan Jayapura.

Infrasruktur dan Konektivitas di KTI

Peningkatan Logistik melalui Konsep Pendulum Nusantara Main Sea-Corridor (East-West)

“East-West Pendulum” atau dikenal dengan “Pendulum Nusantara” ini merupakan jalur komersial peti kemas yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan strategis, seperti: Belawan, Kuala Tanjung, Batam, Tanjung Priok, Surabaya, Makassar dan Sorong. Rencana ini termasuk dalam rencana peningkatan/pengembangan infrastruktur dan fasilitas pelabuhan agar dapat melayani kapal dengan ukuran yang

relatif lebih besar (3000-5000 TEUS), sehingga menjadi lebih cost effective dan efficient. Jalur ini dapat diibaratkan sebagai jalan tol di wilayah perairan yang menghubungkan simpul-simpul perekonomian di Indonesia bagian Barat dengan Timur, yang nantinya akan menumbuhkan jalur-jalur atau loop-loop pendukungnya. Dengan adanya East-West Pendulum ini nantinya diharapkan dapat membangkitkan aktivitas perdagangan dan industri secara merata di seluruh Indonesia, menurunkan biaya logistik nasional serta meningkatkan volume angkutan peti kemas di masa mendatang.

Disisi lain, dalam Cetak Biru Sistem Logitik Nasional (Sislognas) sebagaimana diatur Perpres No. 26/2012, memposisikan Pelabuhan Kuala Tanjung dan Bitung sebagai dua hub port international di Barat dan Timur dan diyakini pula akan dapat mendorong integrasi pelayanan logistik nasional. Membangun dua hub port Kuala Tanjung dan Bitung sebagai pintu masuk kapal asing ke Indonesia merupakan terobosan yang sangat strategis yang perlu didukung untuk memposisikan hub port tersebut sebagai simpul utama Sislognas.

Skema Pengembangan Sislognas (Sistem Logistik Nasional)

Peran dari masing-masing pelabuhan strategis baik yang masuk dalam Konsep “Pendulum Nusantara” maupun Konsep “Sislognas” bukan lagi hanya sekadar “transhipment point” dalam sistem transportasi laut, tetapi telah menjadi bagian penting dalam mata rantai logistik nasional (national logistic link). Dengan penerapan konsep Pendulum Nusantara dan Sislognas yang menghubungkan simpul-simpul perekonomian utama di enam koridor ekonomi Indonesia diyakini akan mampu memberikan kontribusi yang optimal bagi terciptanya struktur biaya logistik yang wajar yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan daya saing logistik nasional.

Dalam jangka panjang, ketika konsep “Pendulum Nusantara” dan “Sislognas” ini sudah bersinergi dan mulai berjalan, diharapkan akan menguntungkan semua stakeholders baik pemilik barang, operator pelabuhan dan perusahaan pelayaran. Diperkirakan dengan mengintegrasikan kedua konsep tersebut, biaya angkut barang, penggunaan dermaga (bert occupancy) dan biaya operasi/layanan kapal akan semakin efisien. Kesemuanya akan berdampak pada biaya logistik nasional yang semakin kompetitif.

Penguatan konektivitas dan struktur jaringan logistik nasional kedepan diharapkan dapat diintegrasikan dalam sistem transportasi multimoda dengan memfokuskan pada interkoneksi antar simpul-simpul perekonomian

Infrasruktur dan Konektivitas di KTI

yang selanjutnya akan diposisikan sebagai transhipment point yang mampu membentuk jejaring transportasi intermoda dan sistem logistik nasional yang efisien dan efektif.

Transhipment Point dan Jalur Distribusi Peti Kemas Domestik

Tanjung Priok

Tanjung Perak

3. Mendorong Percepatan Pembangunan Infrastruktur di Kawasan Timur Indonesia

Pengembangan sistem jaringan prasarana dan pelayanan transportasi kedepan diharapkan dapat diintegrasikan dengan mengembangkan interkoneksi antar simpul-simpul perekonomian, yang selanjutnya akan dipilih sebagai transshipment point yang mampu menumbuhkan jalur-jalur atau loop-loop pendukung sebagai bagian penting dalam mata rantai logistik nasional (national logistic link). Penetapan simpul-simpul transportasi sebagai transshipment point tentunya didasarkan atas: potensi dan analisis permintaan pergerakan orang dan barang, posisi geografis, kondisi prasarana yang ada serta penetapan sistem simpul-simpul setiap koridor ekonomi yang dituangkan dalam MP3EI dan RTRWN (Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional).

“Interkoneksi Antar Simpul Transportasi”

Dengan posisi Indonesia sebagai negara maritim dan 95% perjalanan perdagangan dunia terjadi lewat laut, sudah sewajarnya untuk mengembangkan perdagangan antar pulau-pulau di Indonesia khususnya untuk wilayah KTI melalui pengembangan pelabuhan-pelabuhan strategis serta penataan jalur transportasi laut merupakan cara yang paling efisien dengan cara menghubungkan simpul-simpul perekonomian yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.

Salah satu kunci keberhasilan dalam rangka penguatan Konektivitas dan Sistem Logistik Nasional yang efisien dan efektif, yakni dengan mendorong pengembangan sistem angkutan barang berbasis maritim yang dapat menghubungkan simpul-simpul perekonomian dari barat ke timur secara merata pada setiap koridor ekonomi melalui pengembangan pelabuhan- pelabuhan strategis dan penataan jalur pelayaran domestik khususnya di Kawasan Timur Indonesia.

Infrasruktur dan Konektivitas di KTI

Pemilihan Proyek Prioritas Pelabuhan Memanfaatkan Keunikan Geografis Indonesia sebagai Negara Kepulauan dan Bertujuan untuk Mengurangi Biaya Logistik (MP3EI)

Beberapa pelabuhan strategis yang akan dikembangkan di wilayah KTI untuk mendukung mata rantai logistik nasional, antara lain:

1. Pengembangan Makassar New Port – Sulawesi Selatan

Pelabuhan Makassar akan diposisikan sebagai hub regional yang akan mendukung perdagangan domestik dan internasional di Koridor Sulawesi dengan potensi kapasitas pelabuhan : 1,5 Juta TEU's (pada tahun 2011, Pelabuhan Makassar menampung 450.000 TEU's dan terus akan berkembang 10% per tahun)

2. Pelabuhan Hub International Bitung – Sulut

Dalam Sistem Logistiki Nasional (Sislognas), pelabuhan Bitung ditetapkan sebagai hub port international di KTI. Sebagai pintu gerbang jalur perdagangan global, pelabuhan ini akan dapat mengeliminiasi ketergantungan logistik nasional terhadap jasa pelabuhan negara tetangga. Berlokasi di jalur ALKI III pelabuhan hub international Bitung diharapkan dapat mendorong integrasi pelayanan logistik maritim dari dan ke Indonesia, Brunei, Malaysia dan Philipina. Selain itu, pelabuhan Bitung akan mendukung Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung.

3. Pelabuhan Sorong dan Merauke Papua Barat

Pengembangan pelabuhan Sorong merupakan bagian integral dari konsep “Pendulum Nusantara” yang bertujuan untuk menciptakan pusat koridor logistik di wilayah Timur Indonesia serta berperan untuk perpindahan barang antar pulau di Indonesia Timur dan mendukung pengembangan industri di Papua.

4. Pelabuhan Maloy – Kaltim

Pengembangan pelabuhan Maloy dalam rangka mendukung rencana pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy yang berbasis industri oleochemical.

4. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan

Biaya logistik nasional yang belum efisien, antara lain disebabkan oleh: Pertama, beban antar moda yang tidak berimbang, sehingga masih terjadi penumpukan “heavy loaded” pada transportasi jaringan jalan dan belum berkembang untuk moda-moda transportasi lainnya. Kedua, kondisi prasarana transportasi yang belum siap untuk mendukung sistem transportasi multimoda. Ketiga, transshipment yang eksesif menyebabkan transportasi intermoda tidak berjalan secara ideal, terutama disebabkan interkoneksi antar moda yang kurang dan manajemen transportasi multimoda yang belum optimal.

Rekomendasi Kebijakan:

Ü Dalam sistem perekonomian global, maka sistem transportasi nasional dituntut agar mampu memberikan layanan yang efisien, efektif, aman,

fleksibel, dan ramah lingkungan sehingga dapat melayani aktifitas pergerakan antar wilayah di Indonesia secara berimbang.

Ü Membangun Konektivitas Nasional (national connectivity) dengan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dan menghubungkan daerah tertinggal/terpencil dengan pusat pertumbuhan;

Ü Mendorong penguatan jaringan Konektivitas dan Logistik Nasional berbasis maritim serta menjadikan sistem transportasi laut sebagai tulang punggung (backbone).

Ü Mendorong untuk penguatan sistem transportasi yang berbasis pada jaringan prasarana dan sarana transportasi nasional yang mampu

Infrasruktur dan Konektivitas di KTI

menyediakan pergerakan intermoda dalam kerangka sistem transportasi multimoda merupakan salah satu kunci keberhasilan bagi penguatan sistem konektivitas dan daya saing logistik nasional

Ü Untuk memperkuat sistem konektivitas yang efisien dan efektif perlu

dilakukan upaya untuk merasionalisasikan sistem transportasi nasional, dan struktur jaringan logistik nasional secara hirarkis, dimana peran antar moda transportasi harus diperkuat secara proporsional dengan mempertimbangkan volume pergerakan orang dan barang, kondisi geografis setempat serta ketersediaan prasarana yang ada

Ü Melakukan re-fokusing terhadap kebijakan dan strategi pembangunan

sektor transportasi yang diarahkan pada upaya untuk penataan sistem logistik nasional yang menitikberatkan pada pengembangan angkutan barang nasional.

Ü Pengembangan sistem transportasi multimoda dengan mengintegrasikan konsep Short Sea Shipping dan Pendulum Nusantara dalam Sistem Transportasi Multimoda