Konstruksi Atas Realitas Teori Konstruksi Realitas

27 sebagai produk manusia dan manusia sebagai produk masyarakat. 5 Masyarakat sebagai produk manusia maksudnya adalah struktur sosial yang eksislah yang lebih penting bagi tindakan dan persepsi manusia. Sedangkan manusia sebagai produk masyarakat maksudnya adalah manusia digambarkan sebagai entitas yang otonom melakukan pemaknaan dan membentuk masyarakat. Manusia yang membentuk realitas, menyusun institusi dan norma yang ada. Teori konstruksi sosial berada diantara keduanya. Proses berpikir dialektis Berger dikemukakan melalui tiga momen simultan yakni objektivasi, eksternalisasi, dan internalisasi. 6 Objektivasi interaksi sosial adalah kemampuan manusia memanifestasikan diri dalam produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsen-produsennya maupun orang lain. Pada tahap ini sebuah produk sosial berada pada proses institusionalisasi. 7 Salah satu contoh objektivasi yang sangat penting adalah signifikansi yakni pembuatan tanda oleh manusia yang kemudian tanda-tanda tersebut dikelompokan dalam sebuah sistem seperti bahasa. 8 Bahasa mempunyai fungsi mendasar untuk menamai atau menjuluki suatu objek atau peristiwa. 9 Eksternalisasi penyesuaian diri adalah penyesuaian diri dengan dunia sosio cultural sebagai produk manusia. Jika binatang lahir ke dunia sudah ditentukan sepenuhnya oleh instinktualnya, diarahkan pada suatu lingkungan yang khas spesiesnya. Pada manusia berbeda, dunia manusia dibentuk oleh aktivitas manusia sendiri. Oleh karena itu, keberadaan manusia adalah sebagai penyeimbang antara 5 Ibid, h. 10 6 Ibid, h. 16 7 Ibid, h. 19 8 Ibid, h. 29-30 9 Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Rosdakarya, 2005 h. 242 28 manusia dengan dirinya sendiri dan manusia dengan lingkungan dan dunianya di luar pribadinya. Dalam proses penyeimbang ini, manusia membentuk dirinya sendiri sehingga manusia bisa merealisasikan dirinya dalam kehidupan. 10 Manusia juga menciptakan bahasa yang merupakan suatu bangunan simbol-simbol yang teridentifikasi semua aspek kehidupan. Internalisasi proses identifikasi diri adalah proses pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu peristiwa objektif sebagai pengungkapan suatu makna, artinya sebagai suatu manifestasi dari proses-proses subjektif bagi dirinya pribadi. Internalisasi dalam arti luas merupakan dasar dari pemahaman mengenai sesama manusia dan pemahaman mengenai dunia sebagai suatu yang maknawi dari kenyataan sosial. Salah satu wujud internalisasi adalah sosialisasi. Bagaimana suatu generasi menyampaikan nilai-nilai dan norma-norma sosial termasuk budaya yang ada kepada generasi berikutnya. Generasi berikutnya diajar lewat berbagai kesempatan dan cara untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai budaya yang mewarnai struktur masyarakat. Generasi baru dibentuk oleh makna-makna yang telah diobjektivikasikan. Generasi baru mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai tersebut. Pemikiran Barger ini berimplikasi pada kenyataan objektif dan subjektif pada wacana berita. Objektivitas dalam berita hanya merupakan suatu mitos, karena tidak mungkin memberi laporan tanpa berpendapat dan ketika orang berpendapat maka 10 Burhan Bungin ed 2, Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi komunikasi di Masyarakat, Jakarta: Kencana, 2007, h. 29-30 29 akan subjektif. 11 Pihak-pihak yang tidak mengakui adanya objektivitas dalam pemberitaan ini bisa dikenal dengan subjektifivitas. Merril beranggapan bahwa objektivitas semua wartawan baik reporter maupun redaktur bersikap subjektif dalam menjalankan praktek jurnalistik. Setiap kata kalimat ataupun paragraf dalam laporannya pasti bersifat subjektif. Dalam membuat suatu laporan wartawan senantiasa terbentur pada keterbatasan penguasaan bahasa yang dimilikinya dan dipengaruhi latar belakang pengalamannya, lingkugan, pendidikan dan faktor lain yang mempengaruhi kata-kata dan struktur bahasa menentukan makna gambaran suatu realitas. 12 Realitas sosial tergantung pada bagaimana seseorang menafsirkannya. Pemahaman itulah disebut realitas. Karena itu peristiwa dan realitas yang sama bisa menghasilkan konstruksi realitas yang berbeda dari orang yang berbeda. Setiap individu memiliki gambaran yang berbeda-beda mengenai realitas di sekelilingnya. 13 Dalam hal ini media massa turut berperan dalam merekonstruksi suatu peristiwa atau kejadian tertentu.

b. Media Massa Sebagai Saluran Konstruksi Realitas

Media massa adalah sarana penyampaian pesan yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas, misalnya media elektronik radio, TV, dan film ataupun media cetak Koran, majalah, dan sebagainya. 14 11 Ibid, h. 30 12 Kaelan, Filsafat Bahasa, Masalah dan Perkembangannya, Yogyakarta: Paradigma, 1998, h. 114-118, dalam Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dan Media Massa; Sebuah Studi Critical Discourse Analisis Terhadap Berita-berita Politik, Jakarta: Granit, 2004, h.14 13 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Rosdakarya, 2005, h. 176 14 Harimurti Kridalaksana, Leksikon Komunikasi, Jakarta: Pradnya Paramita, 1984, h. 60 30 Tugas media adalah mengumpulkan fakta, menulis berita, menyunting serta menyiarkan berita kepada khalayak pembaca. Media massa dikatakan unggul jika media massa tersebut telah mencakup pada bagian dari fungsi berikut 15 : a Media berfungsi sebagai issue intensifier. Media memunculkan isu atau konflik dan mempertajamnya dengan posisinya sebagai intensifier media dapat mem-blow up realitas menjadi isu sehingga dimensi isu menjadi transparan. b Media berfungsi sebagai conflict diminished. Adalah media dapat menenggelamkan atau meniadakan suatu isu atau konflik, terutama bila terkait dengan kepentingan media yang bersangkutan. c Media berfungsi menjadi pengarah conflict resolution. Yaitu media menjadi mediator dengan menampilkan isu dari berbagai prespektif serta mengarahkan pihak yang bertikai pada penyelesaian konflik. d Media massa berfungsi sebagai pembentuk opini publik. Media merupakan bagian dari publik oleh karena itu media massa berhak mengetahui kinerja pelayanan publik. Fungsi media massa dalam komunikasi politik dapat dikatakan sebagai transmitter penyampai pesan-pesan politik dari pihak-pihak di luar dirinya, sekaligus menjadi sender pengirim pesan politik yang dibuat constructed oleh para wartawan kepada audiens. 16 Dalam buku Anwar Arifin, Pencitraan dalam Politik, mengungkapkan bahwa pesan politik disampaikan oleh media massa 15 Eni Setiani, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan, Jakarta: Andi Press, 2005, h. 68 16 Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa,Sebuah Studi Critical Discourse Anaysis terhadap Berita-berita Politik. Jakarta: Granit, 2004 h.1 31 bukanlah realitas yang sesungguhnya melainkan realitas media. 17 Maksudnya realitas yang dibuat oleh wartawan dan redaktur yang mengelola peristiwa politik menjadi berita politik, melalui proses penyaringan dan seleksi editing dan rapat redaksi dengan kata lain adalah realitas buatan atau realitas tangan kedua. Dalam kehidupan sehari-hari media massa mempunyai dua peranan normatif. Pertama yaitu, media harus bisa bersikap netral karena isi yang disampaikan adalah cerminan dari realitas sosial yang beranggapan bahwa media mampu merefleksikan seluruh yang ada dalam kehidupan sosial. Peran kedua adalah sudah selayaknya media bertindak selektif dalam menyajikan informasinya yang pada akhirnya isi pesan pemberitaan itu cenderung selektif dan spesifik. 18 Melalui peranan dan isi media dapat melahirkan perspektif teoritik bahwa isi media dapat dianggap sebagai penggambaran suatu realitas sosial yang ada dan yang hidup di masyarakat. 19 Media mewakili realitas sosial yang terkait dengan berbagai macam kepentingan. Keterkaitan media ini berhubungan dengan kepentingan yang berada di dalam maupun di luar media massa itu sendiri. Kepentingan eksternal meliputi pemilik atau pengelola media yang berhubungan dengan keuntungan industri media. Sedangkan kepentingan internal meliputi kepentingan masyarakat. Sehingga hal ini yang membuat media harus bergerak dinamis diantara kepentingan- kepentingan tersebut sebagai saluran dalam mengkonstruksi realitas. 17 Anwar Arifin, Pencitraan dalam Politik; Strategi Pemenangan PEMILU dalam Perspektif Komunikasi Politik, Jakarta: Pustaka Indonesia, 2006, h. 5 18 Mansyur Sema, Study Gate Keeping dalam Pemberitaan Surat Kabar Indonesia. Tesis ini tidak diterbitkan. Jakarta Pasca Sarjana FISIP UI Jakarta. 1990. 19 Harsono Suwardi, Peran Pers Dalam Politik di Indonesia: Suatu Study Komunikasi Politik terhadap Liputan Berita Kampanye PEMILU 1987, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993 h.65