Fungsi dan Tujuan Penyaluran zakat

zakat dari orang-orang kaya itu merupakan perekayasaan pemiskinan secara struktural. Zakat yang mempunyai dimensi sosial disamping dimensi sakral, bila tidak ditunaikan akan menimbulkan dampak negatif berupa kerawanan sosial, seperti banyaknya pengangguran dan masalah-masalah sosial.

C. Prinsip – prinsip Syariah dan Fiqhiyyah dalam Penyaluran Zakat

Para ulama mazhab sependapat bahwa golongan yang berhak menerima zakat itu ada delapan. Dan semuanya sudah disebutkan dalam QS. At-Taubah 9: 60                         ﺔﺑﻮﺘﻟا ٩ : ٦٠ Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” Namun kalau tentang definisi golongan atau kelompok tersebut, semua ulam mazhab mempunyai pendapat yang berbeda. 7 Para ulama juga berbeda pendapat berkaitan dengan delapan kelompok ini, apakah pembagian zakat harus meliputi semuanya, atau sebatas yang memungkinkan. Dalam hal ini, terdapat dua pendapat: 7 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab. Penerjemah Masykur A.B, dkk -Cet.19-. Jakarta: Lentera, 2007, h.189 Pertama, harus meliputi semuanya, ini adalah pendapat Imam asy-Syafi’i dan sekelompok ulama. Kedua, tidak harus semuanya. Harta zakat boleh diberikan kepada satu kelompok saja, meskipun terdapat kelompok lain. Ini adalah pendapat Imam Malik dan sekelompok ulama salaf dan khalaf, diantaranya ‘Umar, Huzaifah, Ibnu ‘Abbas, Abul ‘Aliyah, Sa’id bin Jubair dan Maimun bin Mihran. Ibnu Jarir berkata: “Ini adalah pendapat sebagian besar ulama.” Penyebutan kelompok- kelompok dalam ayat tersebut adalah untuk menjelaskan mereka yang berhak, bukan karena keharusan memenuhi semuanya. 8 1. Mustahik menurut Pendapat berbagai Mazhab a. Orang Fakir Hanafiyah berpendapat bahwa yang dimaksud “fakir” adalah orang yang memiliki harta tidak sampai nisab, atau ia memiliki nisab tidak sempurna yang habis untuk kebutuhannya. Adapun orang yang mempunyai harta sampai nishab apapun bentuknya yang dapat memenuhi kebutuhan primer, maka orang tersebut tidak boleh diberikan zakat. Alasannya bahwa orang yang mempunyai harta sampai nishab, maka ia wajib zakat. Orang yang wajib mengeluarkan zakat berarti ia tidak wajib menerima zakat. 9 Syafi’i dan Hambali mengatakan bahwa orang yang mempunyai separuh dari kebutuhannya, ia tidak bisa digolongkan orang yang fakir, dan ia tidak boleh menerima zakat. Imamiyah dan Maliki berpendapat bahwa orang fakir menurut 8 Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu katsir, jilid 4, Bogor: Pustaka Imam Syafi’I, 2003 h. 150 9 Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, h. 189 syara’ adalah orang yang tidak mempunyai bekal berbelanja selama satu tahun dan juga tidak mempunyai bekal untuk menghidupi keluarganya. 10 b. Orang Miskin Hanafi, Maliki dan Imamiyah mengatakan bahwa orang miskin adalah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk dari orang kafir. Sedangkan Hambali dan Syafi’i mengatakan sebaliknya bahwa orang fakir adalah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk dari pada orang miskin, karena yang dinamakan fakir adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu, atau orang yang tidak memiliki separuh dari kebutuhannya, sedangkan orang miskin adalah orang yang memiliki separuh dari kebutuhannya. Maka yang separuh lagi dipenuhi dengan zakat. 11 c. Amil Petugas zakat Amil adalah orang yang bertugas untuk mengelola pengumpulan dan pembagian zakat, menurut kesepakatan senua mazhab. Zakat diberikan kepada mereka bukan karena kemiskinan mereka, bukan juga karena ketidakmampuan mereka, tapi sebagai upah atau gaji atas kerja yang telah mereka lakukan dalam mengurus dan mengelola harta zakat. d. Muallaf Orang-orang muallaf yang dibujuk hatinya adalah orang-orang yang cenderung menganggap sedekah itu untuk kemaslahatan Islam. Para ulama mazhab berbeda pendapat tentang hukum mereka itu, tentang mansukh tidaknya dan 10 Ibid., h. 190 11 Ibid., h. 190-191