Prinsip Manajemen dalam Ekonomi Islam

buruk. Hal ini berbeda dengan perilaku dalam manajemen konvensional yang sama sekali tidak terkait bahkan terlepas dari nilai-nilai tauhid. Mereka tidak merasa adanya pengawasan melekat, kecuali semata-mata pengawasan dari pimpinan atau atasan. 35 Hal kedua yang dibahas dalam manajemen syariah adalah struktur organisasi. Srtruktur organisasi sangatlah perlu. Adanya struktur dan stratifikasi dalam Islam dijelaskan di dalam QS. Al-An’aam 6: 165                       مﺎﻌﻧﻻا ٦ : ١٦٥ Artinya : “Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian yang lain beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Dalam ayat di atas dikatakan, “Allah meninggikan seseorang di atas oarang lain beberapa derajat.” Hal ini menjelaskan bahwa dalam mengatur kehidupan dunia, peranan manusia tidak akan sama. Kepintaran dan jabatan seseorang tidak akan sama. Sesungguhnya struktur ini merupakan sunatullah. Ayat ini mengatakan bahwa kelebihan yang diberikan itu merupakan ujian dari Allah dan bukan digunakan untuk kepentingan sendiri. 36 35 Ibid., h. 5 36 Ibid., h.9 Hal ketiga yang dibahas dalam manajemen syariah adalah sistem, sistem adalah seluruh aturan kehidupan manusia yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. 37 Sistem syariah yang disusun harus menjadikan perilaku pelakunya berjalan dengan baik. Keberhasilan sistem ini dapat dilihat pada masa Umar bin Abdul Aziz dapat dijadikan salah satu contoh sistem yang baik. Telah ada sistem penggajian yang rapi namanya ءﺎﻄﻋا. Pada zaman Umar bin Abdul Aziz juga telah ada sistem pengawasan, sehingga di zaman beliau clear governance dan sistem yang berorientasi kepada rakyat dan masyarakat benar-benar tercipta, hanya saja saat itu belum dibakukan dalam bentuk aturan-aturan. 38

H. Manajemen Keuangan Organisasi Pengelola Zakat

Organisasi pengelola zakat OPZ memiliki dua jiwa sekaligus; jiwa Lembaga Swadaya Masyarakat LSM dan jiwa Lembaga Keuangan Syariah LKS. Sebagai LSM, OPZ adalah lembaga pemberdayaan yang mempunyai tujuan besar yaitu merubah keadaan mustahik menjadi muzakki. Dalam peranan ini, OPZ harus paham, peka, serta menyatu dengan masyarakat dan lingkungannya, terutama yangg berada di wilayah kerjanya. OPZ itu harus mengetahui persis kondisi relijius, sosial, budaya, maupun ekonomi masyarakat. Pemahaman yang menyeluruh dan mendalam akan 37 Ibid., h.10 38 Ibid., h.9-10 membantu organisasi pengelola zakat dalam mengembangkan program-program yang dapat menyelesaikan problematika secara menyeluruh pula. 39 Di sisi lain, OPZ adalah LKS karena menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat berupa zakat, infak, shadaqah, atau dana lainnya. Pada umumnya dana yang diterima OPZ tidak terlepas dari realisasi keimanan seseorang terhadap syariah Islam. Oleh karena itu, OPZ harus dapat mengelola dana ynag dihimpun sesuai dengan ketentuan syar’i dan mengoptimalkannya. OPZ harus dapat membuktikan bahwa dana berupa zakat, infak atau shadaqah apabila dikelola dengan benar dan baik dapat menyelesaikan permasalahan ekonomi masyarakat bahkan Negara, sebagaimana yang terjadi pada masa khulafaurrasyidin. 40 OPZ tidak akan dapat berfungsi sebagai LSM maupun LKS secara optimal tanpa adanya profesionalitas dalam pengelolaannya. Salah satu wujud profesionalitas adalah adanya manajemen yang sehat dalam segala sisi, baik itu sumber daya manusia, perencanaan strategis, operasional maupun keuangan. Adapun manajemen keuangan dalam pengelola zakat tidak diukur semata- mata dari efisiensi dan efektifitas, melainkan diukur juga dari sejauh mana kesesuaian dengan syari’ah. Ditinjau dari aliran dana, tugas pokok organisasi pengelola zakat adalah penghimpun dan penyalur dana zakat. Dari tugas pokok tersebut, maka ruang lingkup manajemen keuangan dalam OPZ mencakup perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas penghimpunan, penyaluran dan saldo dana. 39 Hertanto Widodo dan Teten Kustiawam, Akuntansi Manajemen Keuangan Untuk Organisasi Pengelola Zakat, Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2001, h. 73 40 Ibid., h,74 51

BAB III GAMBARAN UMUM

LAZNAS BANGUN SEJAHTERA MITRA UMAT LAZNAS BSM A. Sejarah singkat LAZNAS BSM 1. Profil LAZNAS BSM LAZNAS BSM mulanya adalah Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat BSM Umat berdiri berdasarkan Akta Notaris Agus Madjid SH. Tanggal 21 Nopember 2001 Nomor 85. Kemudian yayasan membentuk Lembaga Amil Zakat Bangun Sejahtera Mitra Umat. Dalam prosesnya, LAZNAS BSM mengalami berbagai macam fase. Semula lembaga ini hanyalah kegiatan kerohanian di Bank Susila Bhakti BSB, yang memiliki unit kegiatan yang disebut Badan Amal Zakat BAMAZ. Seiring perubahan dan pergantian BSB menjadi bank Syariah Mandiri BSM terhitung sejak 1 November 1999, maka BAMAZ pun ikut melakukan terobosan dan pembenahan. Tahun 2001, didirikanlah yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat BSM Umat. BSM sebagai bank berlabel syariah yang memiliki potensi besar dimanfaatkan secara baik oleh Yayasan BSM Umat untuk membentuk lembaga amil zakat. UU perbankan Syariah meniscayakan untuk mengelola zakat tanpa melupakan fungsi utamanya di bidang bisnis syariah. Maka tak lama setelah berdiri, yayasan mengajukan diri membentuk lembaga pengumpul zakat baik yang berasal dari perusahaan, karyawan maupun nasabah. Terlebih lagi, pertumbuhan Bank Syariah Mandiri dari waktu ke waktu ternyata sangat cepat. Dari semula yang hanya memiliki