Prinsip – prinsip Syariah dan Fiqhiyyah dalam Penyaluran Zakat

syara’ adalah orang yang tidak mempunyai bekal berbelanja selama satu tahun dan juga tidak mempunyai bekal untuk menghidupi keluarganya. 10 b. Orang Miskin Hanafi, Maliki dan Imamiyah mengatakan bahwa orang miskin adalah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk dari orang kafir. Sedangkan Hambali dan Syafi’i mengatakan sebaliknya bahwa orang fakir adalah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk dari pada orang miskin, karena yang dinamakan fakir adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu, atau orang yang tidak memiliki separuh dari kebutuhannya, sedangkan orang miskin adalah orang yang memiliki separuh dari kebutuhannya. Maka yang separuh lagi dipenuhi dengan zakat. 11 c. Amil Petugas zakat Amil adalah orang yang bertugas untuk mengelola pengumpulan dan pembagian zakat, menurut kesepakatan senua mazhab. Zakat diberikan kepada mereka bukan karena kemiskinan mereka, bukan juga karena ketidakmampuan mereka, tapi sebagai upah atau gaji atas kerja yang telah mereka lakukan dalam mengurus dan mengelola harta zakat. d. Muallaf Orang-orang muallaf yang dibujuk hatinya adalah orang-orang yang cenderung menganggap sedekah itu untuk kemaslahatan Islam. Para ulama mazhab berbeda pendapat tentang hukum mereka itu, tentang mansukh tidaknya dan 10 Ibid., h. 190 11 Ibid., h. 190-191 peruntukkannya khusus bagi non-islam atau bukan. Menurut Hanafi, hukum ini berlaku pada permulaan penyebaran Islam, karena lemahnya kaum muslimin. Kalau dalam situasi sekarabng dimana Islam sudah kuat, maka hilanglah hukumnya karena sebab-sebabnyasudah tidak ada. Adapun mazhab-mazhab yang lain berpendapat bahwa hukum muallaf itu tetap tidak dinasakh, sekalipun bagian muallaf tetap diberikan kepada orang Islam dan non-muslim dengan syarat bahwa pemberian itu dapat menjamin dan mendatangkan kemaslahatan, kebaikan kepada Islam dan kaum muslimin. 12 Mereka itu ada beberapa macam, di antaranya ada yang diberi zakat agar mereka masuk islam, ada yang diberi harta zakat untuk memperbaiki kualitas keimanannya dan memperkokoh hatinya, ada yang diberi bagian zakat, agar teman-temannya masuk Islam. Di antara mereka ada yang diberi bagian zakat, agar ia mau mengumpulkan zakat dari orang-orang sekelilingnya, atau untuk mengamankan wilayah kaum muslimin dari bahaya yang timbul di perbatasan. 13 e. Riqab memerdekakan budak Dalam kajian fikih klasik yang dimaksud dengan para budak, dalam hal ini jumhur, adalah perjanjian seorang muslim budak belian untuk bekerja dan mengabdi kepada majikannya, dimana pengabdiannya tersebut dapat dibebaskan bila si budak belian memenuhi kewajiban pembayaran sejumlah uang, namun si budak belian tersebut tidak memiliki kecukupan materi untuk membayar tebusan atas 12 Ibid., h. 192 13 Abdullah, Tafsir Ibnu Katsir, h.150-151 dirinya tersebut. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memberikan zakat kepada orang itu agar dapat memerdekakan diri mereka sendiri. Akan tetapi, menurut jumhur hukum ini sudah tidak berlaku, karena perbudakan telah tiada. Dalam memahami ini, Rasyid Ridha mufasir dari mesir dan Mahmud Syaltut tokoh fikih Mesir mensinyalir, bahwa pengertian kata riqab dapat dialihkan kepada kelompok atau bangsa yang hendak membebaskan diri mereka dari penjajahan. Menurut Abd al-Sami’ al-Mishry dalam kitabnya berjudul al- muqawwimaat al-iqtishad al-islamy, menganalogikan budak dengan para pekerjakaryawanburuh dengan upah yang minimum, sehingga dengan upah tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan dharuriyah dasar. 14 f. Gharimin orang yang berhutang Menurut Abu Hanifah, gharim adalah orang yang mempunyai hutang, dan dia tidak memiliki bagian yang lebih dari hutangnya. Menurut Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad, bahwa orang yang mempunyai hutang terbagi kepada dua golongan. Pertama, orang yang mempunyai hutang untuk kemaslahatan diri dan keluarganya. Kedua, orang yang berutang untuk kemaslahatan umum. g. Fisabilillah dijalan Allah Orang yang berada di jalan Allah menurut empat mazhab adalah orang-orang yang berpegang secara suka rela untuk membela Islam. Menurut Imamiyah mereka 14 M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat Jakarta: Kencana, 2006, h.194-195 adalah orang yang berperang, orang-orang yang mengurus masjid-masjid, rumah sakit, sekolah-sekolah, dan semua bentuk kegiatan kemaslaatan umum. 15 Secara umum makna dari fisabilillah ini segala amal perbuatan dalam rangka di jalan Allah. Pada zaman Rosulullah, fisabilillah adalah para sukarelawan perang yang ikut berjihad bersama beliau yang tidak mempunyai gaji tetap sehingga mereka diberi bagian dari zakat. Para ulama baik salaf maupun khalaf berbeda pendapat tentang batasan fisabilillah. sebagian ada yang mempersempit, dan sebagian memperluas. Pendapat yang memperluas menyatakan bahwa segala amal perbuatan shaleh yang dilakukan secara ikhlas dalam rangka bertaqarrub kepada Allah, baik yang bersifat pribadi maupun kemasyarakatan, termasuk dalam kerangka fisabilillah. Adapun pendapat yang mempersempit menyatakan bahwa yang dimaksud dengan fisabilillah disini adalah khusus untuk jihad. Menurut Imam Ahmad, al-Hasan dan Ishaq, bahwa haji termasuk fi sabilillah. 16 h. Ibnu Sabil Ibnu sabil adalah orang yang sedang melakukan perjalanan dan terputus bekalnya. Perjalanan disini adalah perjalanan yang mempunyai nilai ibadah dan bukan perjalanan dalam rangka maksiat. Perjalanan yang mempunyai nilai ibadah misalnya orang yang menuntut ilmu didaerah lain, atau orang yang melakukan da’wah disuatu daerah, atau orang yang mencari kerja disuatu negeri untuk menafkahi keluarganya, kemudian apabila mereka semua terputus bekalnya dan 15 Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, h.193 16 Abdullah, Tafsir Ibnu katsir h.154 mereka membutuhkan harta untuk sekedar mencukupi kebutuhan mereka, maka mereka diberi zakat dari pos Ibnu Sabil. 2. Menurut Pendapat Ulama Kontemperer a. Yusuf Qardhawi Menurut beliau fakir dan miskin sebenarnya adalah dua golongan tapi satu macam. Yang dimaksud adalah mereka yang dalam kekurangan dan dalam kebutuhan. 17 Beliau juga berpendapat bahwa negara dalam hal ini BAZ atau LAZ dapat membangun pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan dan sebagainya. Kemudian dijadikan milik orang-orang miskin seluruh atau sebagiannya. Dengan demikian usaha yang dimiliki dapat menghasilkan keuntungan dan dapat membiayai seluruh kebutuhan mereka. Akan tetapi janganlah diberi hak menjual dan memindahkan hak miliknya kepada orang lain, sehingga menyerupai harta wakaf bagi mereka. 18 Amil adalah orang yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari pengumpul sampai kepada bendahara dan penjaganya, juga mulai dari pencatat sampai kepada penghitung yang mencatat keluar masuk zakat, dan membagi kepada para mustahiknya. Menurut Qardhawi, apabila kebolehan muallaf diberi zakat masih berlaku maka bagian muallaf pada masa kita sekarang bisa diberikan sesuai tujuan yang diharapakan yaitu untuk merangsang adanya kecenderungan dan memantapkan hati orang terhadap Islam; membela yang lemah, membantu mereka yang mendukung 17 Yusuf Qhardawi. Hukum Zakat: studi komparatif mengenai status dan filsafat zakat berdasarkan Qur’an dan Hadis. Penerjemah Salman Harun, dkk Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 1996, h. 511 18 Ibid., h.532 Islam; atau mencegah kejahatan yang akan menimpa dakwah dan pemerintahannya. Kadangkala pemberian itu dimaksudkan untuk menolong sebagian pemerintahan non- Muslim agar mereka bersatu dengan barisan kaum Muslimin, atau menolong berbagai suku dan suatu kelompok masyarakat agar mereka cenderung kepada Islam, atau untuk mendirikan berbagai penerbitan dan percetakan untuk kepentingan Islam dan untuk mencegah adanya berita-berita bohong tentang Islam 19 Menurutnya “gharimin” adalah orang yang mengalami bencana hidup dan mengalami musibah dalam hartanya, sehingga mempunyai kebutuhan yang mendesak sehingga ia harus meminjam bagi dirinya dan keluarganya, berhak untuk mendapatkan zakat. Qardhawi juga mengatakan bahwa qiyas yang benar dan maksud umum ajaran Islam dalam bab zakat, memperbolehkan kepada kita memberikan pinjaman pada orang yang membutuhkannya dari bagian gharimin, hanya saja hal itu harus diatur sedemikian rupa dan dikeluarkan dari brankas khusus, sehingga dengan itu zakat dibagikan dengan pembagian yang praktis dalam memerangi riba dan menghapuskan segala bunga ribawi. 20 Untuk bagian “sabilillah” beliau mengungkapkan bahwa jihad itu kadangkala bisa dilakukan dengan tulisan dan ucapan sebagaimana bisa dilakukan dengan pedang dan pisau. Kadangkala jihad itu dilakukan dalam bidang pemikiran, pendidikan, sosial, ekonomi, politik sebagaimana dilakukan dengan kekuatan bala tentara. Seluruh jenis jihad ini membutuhkan bantuan dan dorongan materi. Yang paling 19 Ibid., h.580 20 Ibid., h.608 penting, terwujudnya syarat utama pada semuanya itu, yaitu hendaknya sabilillah itu dimaksudkan untuk membela kalimat Allah dimuka bumi ini. Setiap jihad yang dimaksudkan untuk menegakkan kalimat Allah, termasuk sabilillah, bagaimanapun keadaan dan bentuk jihad serta senjatanya. 21 Sedangkan “ibnu sabil” dalam pandangan beliau adalah bahwa apa yang diserahkan pada ibnu sabil bukanlah menjadi miliknya, akan tetapi diserahkan sesuai dengan kemaslahatan yang timbul dalam perjalanan menuju kampung halamannya, atau apa yang dibutuhkannya untuk menyampaikan maksudnya. Karenanya zakat boleh dipindahkan untuk membeli sesuatu seperti membeli tiket pelayaran, tiket pesawat udara dan kereta api. Beliau juga menjelaskan beberapa jenis orang yang bisa dikatakan sebagai ibnu sabil pada saat ini, antara lain; orang yang diusir dan orang yang minta suaka, orang yang tinggal dipelosok atau gurun yang jauh, orang yang mempunyai harta, akan tetapi tidak mampu mendapatkannya walaupun di negerinya, musafir dalam kemaslahataan, Tunawisma, dan anak buangan. 22 b. Sayyid Sabiq Orang fakir dam miskin adalah orang-orang yang butuh tetapi tidak memiliki sesuatu yang mencukupi mereka, kebalikan dari orang kaya yang berkecukupan. Ukuran seseorang disebut kaya adalah nishab yang lebih dari kebutuhan pokok dirinya dan anak-anaknya, berupa makanan, minuman, pakaian, rumah, kendaraan, 21 Ibid., h.632 22 Ibid., h.661-663 alat-alat kerja, dan semisalnya, yang setiap orang tidak bisa lepas darinya. Siapa saja yang tidak memiliki ukuran di atas, maka dinamakan fakir, berhak mendapatkan zakat. Amil para Pengurus Zakat adalah orang-orang yang ditugaskan oleh pemimpin atau wakilnya untuk mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya. Mereka dinamakan al-Jubaah para penarik zakat. Termasuk juga orang-orang yang ditugaskan untuk menjaga harta zakat, pengembala zakat yang berupa ternak dan para pegawai administrasi. Muallaf Orang-orang yang diambil hatinya untuk masuk Islam adalah sekelompok orang yang hatinya diharapkan masuk Islam atau untuk menguatkan keislaman mereka yang lemah atau untuk mencegah kejahatan mereka terhadap kaum muslimin atau untuk mengambil manfaat dari mereka, dengan melindungi kaum muslimin. Mereka terbagi dalam dua golongan, yaitu kaum muslimin dan orang- orang kafir. Demikianlah menurut para Ulama. Muallaf dari kaum muslimin terbagi menjadi empat kelompok. Yaitu; pertama, para pemuka dan pemimpin kaum muslimin yang memiliki tandingan yang semisal dari orang-orang kafir. Kedua, para pemimpin yang lemah imannya tetapi ditaati kaumnya. Ketiga, kaum muslimin yang sedang berada menjaga perbatasan. keempat, kelompok kaum muslimin yang dibutuhkan untuk menarik dan mengambil zakat dari orang-orang yang enggan menunaikannya kecuali dengan kekuasaan dan pengaruh dari mereka. Hamba sahaya menurut Sayyid Sabiq mencakup mukatab budak yang sedang menebus pembebasan dirinya dan budak. Zakat digunakan untuk membantu mukatab dalam membebaskan dirinya, serta untuk membeli budak, untuk kemudian dibebaskan. Sedangkan gharimun orang-orang yang memiliki hutang menurut beliau adalah orang-orang yang menanggung hutang dan tidak sanggup membayarnya Fii Sabilillah adalah jalan yang mengantarkan kepada keridhaan Allah, baik berupa ilmu atau amal. Lafazh ﷲا ﻞﯿﺒﺳ ﻲﻓ mencakup seluruh kemaslahatan agama secara umum, yang menjadi sendi tegaknya urusan agama dan negara. Salah satu perkara penting dalam kategori fii sabilillah pada zaman kita adalah menyiapkan dan mengirim para da’i ke negeri-negeri kafir, melalui lembaga-lembaga yang terorganisir untuk menyiapkan dana yang cukup bagi mereka. 23 c. Didin Hafiduddin Zakat yang dikumpulkan oleh lembaga pengelola zakat, harus segera disalurkan kepada mustahik sesuai dengan skala prioritas yang telah disusun dalam program kerja. Zakat tersebut harus disalurkan kepada para mustahik sebagaimana tergambar dalam surat at-Taubah: 60, yang uraiannya antara lain sebagai berikut : Pertama: Fakir dan miskin. Meskipun kedua kelompok ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan, akan tetapi dalam teknis operasional sering dipersamakan, yaitu mereka yang tidak memiliki penghasilan sama sekali, atau memilikinya akan tetapi 23 Syaikh as-Sayyid Sabiq, Panduan Zakat, Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005, h. 135-159 sangat tidak mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya. Kedua : Kelompok Amil petugas zakat. kelompok ini berhak mendapat bagian dari zakat, maksimal satu perdelapan atau 1,25 persen, dengan catatan bahwa petugas itu memang melakukan tugas-tugas keamilan dengan sebaik-baiknya dan waktunya sebagian besar atau seluruhnya untuk tugas tersebut. Ketiga : Kelompok Muallaf, yaitu kelompok orang yang dianggap masih lemah imannya, karena baru masuk Islam. Pada saat sekarang mungkin bagian muallaf ini dapat diberikan kepada lembaga-lembaga dakwah yang mengkhususkan garapannya untuk menyebarkan Islam di daerah-daerah terpencil dan di suku-suku terasing yang belum mengenal Islam atau yang bertugas melakukan balasan dan jawaban terhadap pemahaman- pemahaman buruk tentang Islam. Mungkin juga diberikan kepada lembaga-lembaga yang melakukan training-training keislaman bagi muallaf atau untuk keperluan mencetak berbagai brosur dan media informasi lainnya yang dikhususkan bagi mereka yang baru masuk Islam. 24 Keempat : Dalam memerdekakan budak belian. Cara membebaskan perbudakan ini biasanya dilakukan dengan dua hal, yaitu sebagai berikut : Menolong pembebasan diri hamba mukatab, yaitu budak yang telah membuat kesepakatan dan perjanjian dengan tuannya, bahwa dia sanggup membayar sejumlah harta misalnya uang untuk membebaskan dirinya. Dan seseorang atau sekelompok orang dengan 24 Didin Hafidhuddin, Zakat dalam perekonomian modern, cet.1 Jakarta : Gema Insani Press,2002, h.134-135 uang zakatnya atau petugas zakat, membeli budak atau budak perempuan ammah untuk kemudian membebaskannya. Menurut beliau, tidak tepat jika Tenaga Kerja Indonesia TKI yang mempunyai permasalahan dengan majikannya, kemudian ingin keluar dari pekerjaannya dan membutuhkan dana, lalu diberi zakat atas nama fir- riqab. Kelima : Kelompok gharimin, atau kelompok orang yang berutang, yang sama sekali tidak melunasinya. Para ulama membagi kelompok ini pada dua bagian, yaitu kelompok orang yang mempunyai utang untuk kebaikan dan kemaslahatan diri dan keluarganya. Kelompok kedua adalah kelompok orang yang mempunyai utang untuk kemaslahatan orang atau pihak lain. Keenam : Dalam Jalan Allah SWT fi sabilillah. Sebagian ulama membolehkan memberi zakat tersebut untuk membangun masjid, lembaga pendidikan, perpustakaan, pelatihan para da’i, menerbitkan buku, majalah, brosur, membangun mass media, dan lain sebagainya. Ketujuh : Ibnu Sabil, yaitu orang yang terputus bekalnya dalam perjalanan. Untuk saat sekarang, di samping para musafir yang mengadakan perjalanan yang dianjurkan agama, mungkin juga dapat dipergunakan untuk pemberian beasiswa atau beasantri pondok pesantren bagi mereka yang terputus pendidikannya karena ketiadaan dana, mungkin juga dipergunakan untuk membiayai pendidikan anak-anak jalanan yang kini semakin banyk jumlahnya, atau mungkin juga dapat dipergunakan untuk merehabilitasi anak-anak miskin yang terkena narkoba atau perbuatan- perbuatan buruk lainnya.

D. Sistem Penyaluran Zakat yang ada di Masyarakat pada Saat ini

Pada dasarnya pendayagunaan zakat ada dua macam. Pertama, pendayagunaan yang bersifat konsumtif, yaitu pendayagunaan zakat yang diperuntukkan bagi pemenuhan hajat hidup para mustahik delapan asnaf. Penyaluran zakat kepada mereka bersifat sesaat untuk menyelesaikan masalah yang mendesak. Kedua, pendayagunaan yang bersifat produktif, yaitu pendayagunaan zakat yang diperuntukkan bagi usaha produktif, apabila kebutuhan mustahik delapan asnaf sudah terpenuhi dan terdapat kelebihan. Penyaluran zakat dalam bentuk ini adalah bersifat bantuan pemberdayaan melalui program atau kegiatan yang berkesinambungan. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, Indonesia memilki potensi dana ZIS yang cukup besar. Namun sayangnya data-data yang berhubungan dengan dana zakat selama ini relatif minim. Untuk mengisi kekosongan inilah PIRAC melakukan penggalian data mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan zakat di sepuluh kota, yaitu : Medan, Padang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Pontianak, Balikpapan, Manado, dan Makassar. Berdasarkan hasil survei PIRAC Public In-terest Research and Advocacy Center meskipun ada peningkatan ternyata belum ada perubahan yang signifikan antara tahun 2000 dan 2004, seperti digambarkan dalam tabel berikut ini : 25 25 Kurniawati, Kedermawanan kaum muslimin; Potensi dan Realita Zakat masyarakat di Indonesia; Hasil Survey di Sepuluh Kota Jakarta: PIRAMEDIA, 2004, h.26-28 Tabel 2 Pola Penyaluran zakat pada tahun 2000 2004 Tahun No Pola Penyaluran 2000 2004 1 Masjid sekitar rumah 66 64 2 Langsung kepada mustahik 28 20,5 3 BAZ 4 9 4 LAZ BMT - 1,5 5 Yayasan Amal 2 2 6 Lainnya - 3 Pola berderma yang berkembang di Indonesia bersifat tradisional yang dicirikan oleh derma antarindividu dan bersifat komunal – yakni lebih memilih orang-orang terdekat sebagai sasaran penerima sumbangan. Dari tiga jenis derma yang diberikan oleh masyarakat, yakni uang, barang, dan jasa, hampir seluruhnya diberikan kepada individu-individu dari kalangan terdekat, baik keluarga maupun tetangga, seperti orang-orang di lingkungan RT setempat. Masyarakat muslim mengaku sering memberikan sumbangan kepada tetangga 75, keluarga 67, dan pengemis 71.kelompok-kelompok lainnya yang tak memiliki hubungan dekat baik dari segi genealogis, geografis, ataupun ideologis tidak menjadi prioritas masyarakat dalam memberikan sedekah. Hanya 21 dari masyarakat yang pernah memberikan sedekah kepada masyarakat di kawasan lain, dan hanya 5 yang pernah bersedekah kepada non-Muslim. 26 Jika dilihat dari jumlah rata-rata sumbangannya, terlihat ada peningkatan yang cukup tinggi untuk program pemberdayaan ekonomi, dari Rp 121.737orangtahun 2004 menjadi Rp 198.738orangtahun 2007. Peningkatan juga terjadi pada program pembelaan hukum dan seni budaya, masing-masing dari Rp 114.338orangtahun 2004 menjadi Rp. 194.680orangtahun 2007 dan dari Rp.81.150orangtahun 2004 menjadi 275.830orangtahun 2007. Sementara sumbangan untuk program lainnya, seperti pelayanan sosial, pendidikan, kesehatan, dan pelestarian lingkungan, secara umum mengalami penurunan. Penurunan jumlah sumbangan yang signifikan terjadi pada jenis sumbangan untuk kesehatan dari Rp 355.230orangtahun menjadi Rp 120.310orangtahun, olahraga Rp 163.900orangtahun menjadi Rp 85.317orangtahun dan pendidikan Rp 290.280 menjadi Rp 213.684. Seperti survei sebelumnya, metode penggalangan sumbangan yang ditemui masyarakat masih didominasi oleh dua metode konvensional, yakni didatangi ke rumah dan menyumbang lewat kotak amal. Meski demikian, dua metode ini mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan dua survei sebelumya. Sementara metode-metode yang lain, seperti event amal, menyumbang lewat teman, atau menyumbang lewat tempat kerja relatif stabil. Survei 2007 juga ditandai dengan 26 Amelia Fauzia, dkk. Filantropi Islam dan keadilan Sosial. Jakarta: CSRC UIN Syarif Hidayatullah, 2006, h.195