Pembiayaan Salam Sistem Pembiayaan Jual-Beli

Sementara itu keuntungan bagi nasabah yaitu dapat memperoleh dana di muka sebagai modal kerja untuk memproduksi barang. 37

3. Pembiayaan Istishna

Transaksi istishna ba‟i al-Istishna merupakan kontrak pejualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. 38 Dalam fatwa DSN-MUI, dijelaskan bahwa jual beli istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan pembeli, mustashni dan penjual pembuat, shani‟. 39 Dalam UU Perbankan Syariah, bahwa akad Istishna adalah akad pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan pembeli mustashni‟ dan penjual atau pembu shani‟. 40 Pada dasarnya, pembiayaan istishna merupakan transaksi jual beli cicilan, sama persis seperti transaksi murabahah muajjal. Namun, berbeda dengan transaksi murabahah dimana barang diserahkan di muka sedangkan uangnya dibayar cicilan, dalam jual beli istishna barang diserahkan di belakang, walaupun uangnya juga sama-sama dibayar secara cicilan. 37 Bank Indonesia, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2008, Hal. B-8. 38 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah, Suatu Pengenalan Umum,Jakarta: Tazkia Institute,tt, hal. 159. 39 Adiwarman Karim, Bank Islam; Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009, hal. 129. 40 UU Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008. Pasal. 19, ayat.d. Dengan demikian, metode pembayaran pada jual beli murabahah mu ‟ajjal sama persis dengan metode pembayaran dalam jual beli istishna, yakni sama- sama dengan sistem angsuran installment. Satu-satunya hal yang membedakan antara keduanya adalah waktu penyerahan barangnya. Dalam murabahah mu ‟ajjal barang diserahkan di muka, sedangkan dalam istishna barang diserahkan dibelakang, yakni pada akhir periode pembiayaan. hal ini terjadi karena biasanya barangnya belum dibuatbelum berwujud. Jadi pada dasarnya pola arus kas dan penyerahan barang pada jual beli istishna merupakan kebalikan dri jual beli murabahah mu ‟ajjal. 41 Sistem jual beli istishna ini masih merupakan prokontra dikalangan para ulama, mazhab Hanafi melarang jual beli dengan akad istishna, karena bertentangan dengan semangat bai’ secara qiyas. Mereka mendasarkan pada argumentasi bahwa pokok kontrak penjualan harus ada dan dimiliki oleh pejual. Meskipun demikian mazhab Hanafi menyetujui kontrak istishna karena alasan-alasan berikut ini: 1. Masyarakat telah memperaktekan bai‟ al-istishna secara luas dan terus menerus tanpa ada keberatan sama sekali. Hal demikian menjadikan bai al- istishna sebagai basis ijma atau konsensus umum. 2. Di dalam syariah dimungkinkan adanya penyimpangan terhadap qiyas berdasarkan ijma ulama. 41 Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Hal. 126. 3. Keberadaan bai‟ al-istishna didasarkan atas kebutuhan masyarakat. Banyak orang seringkali memerlukan barang yang tidak tersedia di pasar. Sehingga mereka cenderung melakukan kontrak, agar orang lain membuatkan barang untuk mereka. 42 42 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Wacana Ulama dan Cendikiawan, hal. 160.