Operasional-teknik Murabahah di Lembaga Keuangan Syariah

Umumnya murabahah diadopsi untuk memberikan pembiayaan jangka pendek kepada para nasabah guna pembelian barang meskipun mungkin si nasabah tidak memiliki uang untuk membayar. Murabahah , sebagaimana yang digunakan dalam perbankan syariah, prinsipnya didasarkan pada dua elemen pokok yaitu harga beli dan biaya terkait, dan kesepakatan mark-up laba. Ciri dasar kontrak murababah sebagai jual beli dengan pembayaran tunda adalah: 1 Pembeli harus memiliki pengetahuan tentang biaya-biaya terkait dan harga asli barang; batas laba mark-up harus ditetapkan dalam bentuk presentase dari total harga plus biaya-biayanya. 2 Apa yang dijual adalah barang atau komoditas, dan dibayar dengan uang. 3 Apa yang diperjualbelikan harus ada dan dimiliki oleh penjual, dan penjual harus mampu menyerahkan barang itu kepada pembeli. 4 Pembayarannya ditangguhkan. Murabahah seperti yang difahami di sini, digunakan dalam setiap pembiayaan dimana ada barang yang bisa diidentifikasi untuk dijual. Prinsip murabahah umumnya diterapkan dalam pembiayaan pengadaan barang investasi. Murabahah sangat berguna bagi seseorang yang membutuhkan barang secara mendesak tetapi kekurangan dana. Kemudian meminta kepada pihak yang memberi dana agar membiayai pembelian barang tersebut dan bersedia menebusnya. Harga jual di dalam murabahah adalah harga pokok ditambah profit margin yang disepakati. Dalam transaksi jual beli murabahah ini bank syariah bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Kesepakatan harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan tidak dapat berubah menjadi lebih selama berlakunya akad. 32 Pada umumnya murabahah telah digunakan sebagai metode pembiayaan yang utama, meliputi kira-kira tujuh puluh lima persen dari total kekayaan. Angka presentase ini kira-kira cocok dengan banyak Islamic Banking. Begitupula dengan sistem perbankan, baik di Pakistan maupun di Iran. Semenjak awal 1984, di Pakistan pembiayaan jenis murabahah mencapai sekitar delapan puluh tujuh persen dari total pembiayaan dalam investasi deposito PLS. Dalam kasus Dubai Islamic Bank. Islamic Bank terawal di sektor swasta, pembiayaan murabahah mencapai delapan puluh dua persen dari total pembiayaan selama tahun 1989. Bahkan Islamic Development Bank IDB, selama lebih dari sepuluh tahun periode pembiayaannya adalah murabahah, yaitu dalam pembiayan dagang luar negeri. 33 32 Bank Indonesia, Petunjuk Pelaksana Pembukaan Kantor Cabang Bank Syariah, Jakarta: Bank Indonesia, 1999, hal. 33. 33 Veithzal Rivai. Andrian Permata Veithzal, Islamic Financial Management, Hal. 149.

2. Pembiayaan Salam

Pembayaran harga barang dilakukan kemudian setelah barang diserahkan kepada pembeli, pada bai‟ salam pembayaran harga barang dilakukan di muka sebelum barang diserahkan kepada pembeli, yang jual beli itu bukan dilakukan berdasarkan fee, bai‟ salam adalah suatu jasa pre-paid purchase of goods. Melalui cara ini harga barang dibayar di muka pada waktu kontrak dibuat, tetapi penyerahan barang dilakukan beberapa waktu kemudian. Cara ini memungkinkan pula seorang pengusaha untuk menjual barangnya kepada bank dengan harga yang telah ditentukan di muka. 34 Seperti telah dikemukan di atas, dibandingkan dengan transaksi murabahah, bai‟ salam merupakan kebalikannya. Pada murabahah barang diserahkan terlebih dahulu oleh penjual bank kepada pembeli nasabah bank, baru pembayarannya dilakukan kemudian hari setelah penyerahan barang b aik pembayaran dilakukan secara cicilan. Sedangkan pada bai’ salam, pembayaran harga barang oleh pembeli bank dilakukan di muka sebelum penyerahan barang oleh penjual pemasok atau nasabah bank dan penyerahan barangnya oleh penjual pemasoknasabah bank kepada pembeli bank dilakukan kemudian setelah pembayaran selesai dilakukan. Apabila nasabah menginginkan barang dengan cicilan, misalnya membeli mesin-mesin untuk suatu proyek investasi atau membeli pesawat 34 Sutan Remi Syahdeini, Perbankan Islam: dan kedudukannya dalam tata hukum perbankan Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009, Cet. 3, Hal.69. terbang oleh perusahaan penerbangan, maka bank dapat memberikan fasilitas pembiayaan dalam bentuk fasilitas pembiayaan murabahah; sedangkan untuk keperluan bank memperoleh barang yang diinginkan oleh nasabah dapat dilakukan dengan membeli barang dari perusahaan manufaktur pemasok barang yang menghasilkan barang-barang yang dipesan oleh nasabah itu dilakukan dengan menempuh transaksi bai‟ salam. 35 Artinya, bank memerlukan fasilitas pembiayaan kepada perusahaan manufaktur yang bersangkutan berupa pembayaran harga barang itu di muka. Dengan uang hasil pembayaran di muka dari harga barang itu oleh bank, perusahaan manufaktur dapat membiayai pembuatan barang yang dipesan oleh bank. Dengan mengkombinasikan kedua transaksi itu, bank dapat memperoleh margin atau spreed yang baik. 36 Maka dengan adanya akad salam diperbankan ini, dapat meningkatkan hubungan yang saling menguntungkan antar kedua belah pihak. Dimana bank sebagai salah satu bentuk penyaluran dana dalam rangka memperoleh barang tertentu sesuai kebutuhan nasabah akhir, memperoleh peluang untuk mendapatkan keuntungan apabila harga pasar barang tersebut pada saat diserahkan ke bank lebih tinggi daripada jumlah pembiayaan yang diberikan, mendapatkan pendapatan dalam bentuk margin atas transaksi pembayaran barang ketika diserahkan kepada nasabah akhir. 35 Hal seperti ini disebut salam pararel di mana terjadi dua transaksi salam yang dilakukan secara simultan dan melibatkan tiga pihak yang berkepentingan, salah satu diantaranya bertindak sebagai pembeli dan sekaligus penjual bank. Yang dimaksud dengan penjual adalah yang membeli suatu barang dari pihak kedua dan menjualnya kepada pihak ketiga nasabah. 36 Ibid. hal.126 Sementara itu keuntungan bagi nasabah yaitu dapat memperoleh dana di muka sebagai modal kerja untuk memproduksi barang. 37

3. Pembiayaan Istishna

Transaksi istishna ba‟i al-Istishna merupakan kontrak pejualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. 38 Dalam fatwa DSN-MUI, dijelaskan bahwa jual beli istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan pembeli, mustashni dan penjual pembuat, shani‟. 39 Dalam UU Perbankan Syariah, bahwa akad Istishna adalah akad pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan pembeli mustashni‟ dan penjual atau pembu shani‟. 40 Pada dasarnya, pembiayaan istishna merupakan transaksi jual beli cicilan, sama persis seperti transaksi murabahah muajjal. Namun, berbeda dengan transaksi murabahah dimana barang diserahkan di muka sedangkan uangnya dibayar cicilan, dalam jual beli istishna barang diserahkan di belakang, walaupun uangnya juga sama-sama dibayar secara cicilan. 37 Bank Indonesia, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2008, Hal. B-8. 38 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah, Suatu Pengenalan Umum,Jakarta: Tazkia Institute,tt, hal. 159. 39 Adiwarman Karim, Bank Islam; Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009, hal. 129. 40 UU Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008. Pasal. 19, ayat.d.