Kebijakan Dividen TINJAUAN PUSTAKA
24
karena kebanyakan investor merencanakan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka dalam saham dari perusahaan bersangkutan atau perusahaan
sejenis dengan kata lain bahwa nilai perusahaan akan dimaksimalkan dengan menentukan rasio pembagian dividen yang tinggi.
3. Teori Preferensi Pajak Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan
bahwa investor mungkin lebih menyukai pembagian dividen yang rendah daripada yang tinggi yaitu pertama, investor yang memiliki sebagian besar
saham dan menerima sebagian besar dividen yang dibayarkan mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba ke dalam
perusahaan. Pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikan harga saham, dan keuntungan modal yang pajaknya rendah akan
menggantikan dividen yang pajaknya lebih tinggi. Kedua, pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual. Ketiga, jika selembar
saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, maka sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang, ahli waris yang menerima
saham itu dapat menggunakan nilai saham pada hari kematian sebagai dasar biaya mereka, dengan demikian mereka terhindar dari pajak keuntungan
modal. Karena adanya keuntungan-keuntungan pajak ini, para investor mungkin lebih suka perusahaan menahan sebagian besar laba perusahaan.
Jika demikian, para investor akan mau membayar lebih tinggi untuk
25
perusahaan yang pembagian dividennya rendah daripada untuk perusahaan sejenis yang pembagian dividennya tinggi.
Menurut Rozeff dalam sudarma 2003 dalam Pituringsih, vol. 6, 2005:189 mengungkapkan suatu model yang diusulkan oleh Higgins dengan
asumsi bahwa kebijakan dividen perusahaan mencerminkan usaha mereka untuk memelihara target hutangrasio equity tanpa terlalu
sering mempercayakan pada pembiayaan eksternal disamping target struktur capital
perusahaan, level perencanaan investasi baru untuk cash flow operasi merupakan variabel major yang mempengaruhi keputusan dividen. Model
target dividend payout ini dihasilkan dari sebuah proses yang menyeimbangkan dua offsetting pertimbangan yaitu: pertama suatu keinginan untuk menghindari
atau memperkecil flotation cost yang berhubungan dengan equity baru yang ditawarkan disebabkan tingginya dividen yang dibayarkan, dan kedua suatu
usaha menentang untuk memperkecil biaya yang membawa aktiva lancar berlebihan sebagai hasil terlalu rendah kebijakan payout.
Secara umum ada tiga dasar dari kebijakan dividen yaitu Astuti, 2004:146:
a. Kebijakan dividen dengan persentase tetap pembayaran dividen tunai. Kebijakan ini dikenal dengan nama constant payout ratio dividend
policy . Dengan kebijakan ini perusahaan kurang dapat memperkirakan
jumlah pembayaran dividen yang dilakukan setiap periode.
26
b. Kebijakan dividen biasa. Pada kebijakan dividen biasa atau reguler dividend policy
, perusahaan membayar dividen per lembar saham dalam jumlah rupiah yang tetap setiap periode.
c. Kebijakan dividen rendah plus ekstra. Kebijakan ini dikenal dengan nama low reguler and extra dividend policy. Menurut kebijakan ini
perusahaan membayar dividen tunai secara rutin setiap periode dalam jumlah yang tetap dan rendah, jika laba perusahaan periode yang
bersangkutan sangat baik maka jumlah pembayaran tetap tersebut akan ditambah pembayaran dividen ekstra.
Menurut Brigham Houston 2001:84 prosedur pembagian dividen yang sebenarnya adalah tanggal pengumuman declaration date yaitu tanggal pada
saat direksi perusahaan mengeluarkan pernyataan berisi pengumuman pembagian dividen, tanggal pencatatan pemegang saham holder of record
date yaitu jika perusahaan mencatat seorang pemegang saham sebagai pemilik
pada tanggal ini, pemegang saham tersebut berhak menerima dividen, tanggal ex-dividen ex-dividend date yaitu tanggal pada saat hak atas dividen periode
berjalan tidak lagi menyertai saham tersebut; biasanya jangka waktunya adalah empat hari kerja sebelum tanggal pencatatan pemegang saham, dan tanggal
pembayaran payment date yaitu tanggal pada saat perusahaan benar-benar mengirimkan cek dividen.
27
Faktor-Faktor yang yang biasanya harus dan seharusnya dianalisis perusahaan ketika membuat keputusan kebijakan dividen. Horne dan
Wachowicz, 2007:280 : a. Aturan-aturan hukum. Hukum badan perusahaan memutuskan legalitas
distribusi apapun kepada para pemegang saham biasa perusahaan. Berbagai aturan hukum dalam membuat batasan hukum yang
memungkinkan kebijakan dividen akhir perusahaan dapat berjalan. Aturan-aturan hukum ini berkaitan dengan penurunan nilai modal,
insolvensi kebangkrutan, dan penahanan laba yang tidak dibenarkan
atau berlebihan. b. Kebutuhan pendanaan perusahaan. Begitu batasan hukum untuk
kebijakan dividen perusahaan telah ditentukan, langkah berikutnya melibatkan penilaian kebutuhan pendanaan perusahaan. Dalam hal ini,
anggaran kas, laporan sumber dan penggunaan dana yang diproyeksikan, serta perkiraan laporan arus kas akan digunakan. Intinya
adalah menentukan arus kas dan posisi kas perusahaan yang akan terjadi di tengah ketiadaan perubahan kebijakan dividen.
c. Likuiditas. Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak keputusan dividen. Karena dividen menunjukkan arus
kas keluar, semakin besar posisi kas dan keseluruhan likuiditas perusahaan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk
membayar dividen. Perusahan yang sedang bertumbuh dan
28
menguntungkan mungkin saja tidak likuid karena dananya digunakan untuk aktiva tetap dan modal kerja permanen. Oleh karena pihak
manajemen di perusahaan semacam ini biasanya ingin mempertahankan beberapa perlindungan likuiditas agar dapat memberikan fleksibilitas
keuangan dan perlindungan terhadap ketidakpastian, maka pihak manajemen mungkin enggan untuk mempertahankan posisi ini dengan
membayar dividen dalam jumlah besar. d. Kemampuan untuk meminjam. Posisi yang likuid tidak hanya
merupakan cara untuk memberikan fleksibilitas keuangan dan melindungi dari ketidakpastian. Jika perusahaan memiliki kemampuan
untuk meminjam dalam jangka waktu yang relatif singkat, maka dapat dikatakan perusahaan tersebut fleksibel secara keuangan. Semakin
besar kemampuan perusahaan untuk meminjam, maka akan semakin besar fleksibilitasnya untuk meminjam, dan semakin besar pula
kemampuannya untuk membayar dividen tunai. Dengan adanya akses yang mudah ke dana utang, pihak manajemen tidak perlu terlalu
khawatir dengan pengaruh dividen tunai terhadap likuiditasnya. e. Batasan-batasan dalam kontrak utang. Syarat perjanjian utang
covenant sebagai pelindung dalam kesepakatan obligasi atau
perjanjian pinjaman sering kali meliputi batasan untuk pembayaran dividen. Batasan tersebut ditentukan oleh pihak pemberi pinjaman
untuk menjaga kemampuan perusahaan membayar utang. Biasanya
29
syarat perjanjian utang dinyatakan sebagai persentase maksimum laba ditahan kumulatif yang diinvestasikan kembali dalam perusahaan.
f. Pengendalian. Jika suatu perusahaan membayar dividen dalam jumlah yang cukup besar, maka perusahaan perlu mengumpulkan modal di
kemudian hari melalui penjualan saham agar dapat membayar berbagai peluang investasi yang menguntungkan. Berdasarkan situasi semacam
ini, pihak yang memiliki kendali atas perusahaan controlling interest dapat terdilusi jika pemegang saham mayoritas tidak atau tidak dapat
memesan saham tambahan. Para pemegang saham ini mungkin lebih menginginkan pembayaran dividen dalam jumlah rendah dan
melakukan pendanaan investasi melalui laba ditahan. Kebijakan dividen semacam ini mungkin tidak akan memaksimalkan kesejahteraan
seluruh pemegang saham, tetapi tetap paling menguntungkan bagi kepentingan para pemegang saham mayoritas.
g. Beberapa observasi akhir. Dalam menetukan pembayaran dividen, perusahaan umumnya akan menganalisis sejumlah faktor yang baru saja
dibahas. Sebagian besar faktor-faktor ini menyatakan batasan hukum dan batasan lainnya yang memungkinkan pembayaran dividen. Apabila
perusahaan membayar dividen melebihi dana residualnya, maka ini berarti bahwa pihak manajemen dan dewan komisaris yakin bahwa
pembayaran tersebut memiliki pemgaruh positif terhadap kesejahteraan pemegang saham. Kurangnya kestabilan perusahaan yang digunakan
30
untuk memprediksi pengaruh jangka panjang kebijakan dividen tertentu terhadap penilaian membuat pilihan dividen merupakan keputusan
kebijakan yang paling sulit dilakukan. Menurut Smith dan Watts 1992 dalam Pituringsih vol. 6, 2005:189
menunjukkan sebuah bukti bahwa perusahaan yang tumbuh cenderung untunk mengikuti kebijakan pembayaran dividen yang lebih rendah untuk menurunkan
masalah-masalah agency yang berasosiasi dengan kebebasan aliran kas. Dan menurut Rozeff 1982 dan Easterbrook 1984 mengungkapkan bahwa
penggunaan dividen merupakan salah satu cara untuk mengurangi agency cost.