Perkembangan Pasar Modal Indonesia

lxxvi • 2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat scripless trading mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia. • 2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh remote trading. • 2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya BES ke Bursa Efek Jakarta BEJ dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia BEI

2. Perkembangan Pasar Modal Indonesia

Sepanjang bulan Januari hingga Juli 2007, PT Bursa Efek Jakarta BEJ terus menerus berupaya menciptakan pasar yang semakin likuid, wajar, teratur dan transparan. Sepanjang periode di atas, Bursa telah menunjukkan prestasi yang sangat luar biasa. Salah satunya ditunjukkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG BEJ yang berhasil mencatat rekor tertinggi pada tanggal 24 Juli 2007 di level 2.401,144. Rata-rata volume perdagangan harian mencapai 3.981.633.295 saham dengan rata-rata nilai transaksi Rp 3.549.999.411.555 dan 43.024 kali transaksi. Bersamaan dengan HUT Pasar Modal ke-30 tahun 2007 BEJ meluncurkan Indeks Kompas 100. Indeks ini diharapkan akan bermanfaat bagi para pemodal dalam mengelola portofolio investasinya dan bagi fund manager yang akan menggunakannya sebagai acuan dalam menciptakan kreatifitas inovasi pengelolaan dana yang berbasis saham. Proses pemilihan 100 saham mempertimbangkan frekuensi transaksi, nilai transaksi dan kapitalisasi pasar serta kinerja fundamental dari saham-saham tersebut. Indeks lxxvii ini akan melengkapi informasi mengenai perkembangan pasar saham pada umumnya dan perkembangan harga masing-masing saham khususnya, serta diharapkan dapat memberikan pedoman bagi pemodal dalam melakukan pilihan investasi di Pasar Modal yang pada akhirnya akan meningkatkan likuiditas transaksi di BEJ. Nilai dasar yang digunakan Indeks Kompas 100 adalah 2 Januari 2002. Review terhadap saham-saham yang masuk akan dilakukan 2 dua kali selama setahun yaitu setiap bulan Januari dan Juli. Indeks Kompas 100 merupakan kerjasama antara BEJ dan Harian Kompas yang merupakan wujud komitmen bersama dalam pengembangan Pasar Modal Indonesia. Perubahan ekonomi global berdampak pada pasar keuangan, ekonomi makro, maupun besaran APBN 2008 Di pasar keuangan dalam negeri, terjadi gejolak di pasar modal, sehingga Indeks harga saham gabungan IHSG sempat mengalami penurunan cukup besar di awal tahun 2007, walaupun kinerja pasar modal Indonesia lebih baik dari negara lain. Selain itu net buying asing terhadap obligasi negara juga cenderung menurun dalam beberapa bulan terakhir sampai Januari 2008, sedangkan indikator ekonomi makro, tingkat inflasi 2007 mengalami sedikit tekanan sehingga realisasinya mencapai 6,6 persen dan bulan Januari 2008 sebesar 1,77 persen. Perkembangan yang terjadi di pasar modal banyak dipengaruhi oleh sentimen perekonomian global. Itulah sebabnya IHSG yang pada akhir tahun 2007 yang lalu mencapai 2.754, pada bulan-bulan sesudahnya mengalami penurunan dan terus berlanjut sampai dengan akhir tahun 2008. Pada akhir lxxviii September 2008, IHSG bahkan berada pada level 1.832. suatu penurunan sebesar 33,5 persen dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya. Penurunan tersebut terus berlanjut, terutama pada bulan Oktober, sehingga pada akhir bulan Oktober tersebut IHSG mencapai 1.256,70. Indeks saham tersebut secara bertahap mengalami kenaikan dari titik nadirnya dan pada akhir Desember 2008 IHSG telah kembali mencapai 1.355,4. Indeks harga saham gabungan mengalami peningkatan menjadi 1.406 pada akhir Maret 2009. Peningkatan tersebut terus berlanjut pada bulan-bulan berikutnya dengan kembalinya rally di pasar modal negara-negara berkembang. Tahun 2008 ternyata merupakan tahun yang tetap baik bagi perekonomian Indonesia. Meskipun dalam beberapa bulan di penghujung tahun 2008 perekonomian dunia banyak disibukkan oleh krisis perekonomian global, terutama jatuhnya beberapa lembaga keuangan besar di Amerika Serikat dan Inggris, ternyata dampaknya terhadap perekonomian Indonesia masih relatif terbatas. Hal tersebut tidak berarti krisis perekonomian global tidak berdampak apapun terhadap perekonomian Indonesia. Pada awal kuartal keempat tahun 2008, perekonomian Indonesia sibuk menghadapi masa-masa yang menegangkan. Likuiditas perbankan demikian ketat, sehingga bank-bank dimulai dari bank-bank asing akhirnya mencoba menarik dana nasabah dengan tingkat suku bunga yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga yang berlakudi pasar. Karena bank-bank asing berani memasang bunga yang tinggi, bank-bank lokal, baik yang kecil maupun yang besar terpaksa harus menaikkan suku bunganya, yang ternyata dampaknya masih tetap lxxix dirasakan sampai dengan awal kuartal kedua tahun 2009. Keketatan likuiditas tersebut disebabkan oleh beberapa hal yang terjadi hampir bersamaan, sebagai berikut. Pertama, sangat tingginya pertumbuhan kredit yang terutama disebabkan oleh beralihnya kredit “offshore” ke dalam negeri karena tidak di roll-over nya pinjaman terhadap korporasi maupun perbankan lokal oleh para kreditor di luar negeri. Hal tersebut terjadi karena para bankir luar negeri harus menyiapkan dana untuk memperkuat likuiditas perusahaan induk mereka masing-masing. Sebagai perusahaan yang memiliki kualitas kredit yang prima, maka perpindahan kredit ke dalam negeri disambut dengan antusias oleh bank-bank dalam negeri yang mengakibatkan sampi bulan Agustus 2008 kredit meningkat sekitar Rp 204 triliun. Dalam tahun 2008, sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor pengangkutan’dan komunikasi yang mengalami peningkatan sebesar 16,7 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2007, sedangkan yang terendah adalah sektor pertambangan dengan pertumbuhan sebesar 0,5 persen. Pada kuartal pertama tahun 2009, sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh 16,7 persen, listrik, gas dan air bersih tumbuh sebesar 11,4 persen, sektor jasa tumbuh 6,8 persen, serta sektor keuangan dan sektor konstruksi masing-masing mengalami peningkatan sebesar 6,3 persen. Sektor pertanian meningkat dengan 4,8 persen sektor pertambangan dan penggalian meningkat sebesar 2,2 persen, industri pengolahan meningkat dengan 1,6 persen, lxxx sedangkan sektor perdagangan menempati kedudukan yang paling rendah dengan pertumbuhan hanya sebesar 0,6 persen terlalu tajam.

B. Deskriptif Analisis 1. Deskriptif Data Sampel

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Investment Opportunity Set Terhadap Kebijakan Deviden Dengan Struktur Modal Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

2 116 92

Pengaruh Profitabilitas, Free Cash Flow dan Investment Opportunity Set terhadap Cash Dividend dengan Likuiditas sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 - 2011

1 64 141

Pengaruh Kemampulabaan Dan Invesment Opportunity Set Serta Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia

1 37 96

Pengaruh Variabel Free Cash Flow, Profitabilitas, dan Kebijakan Hutang Terhadap Kebijakan Pembayaran Dividen Pada Perusahaan yang Tergabung dalam Indeks Saham LQ45

2 95 71

Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Investment Opportunity Set, Free Cash Flow, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI)

1 46 91

Pengaruh Investment Opportunity Set dan Profitabilitas terhadap Return Saham dan Kebijakan Dividen pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

4 59 170

Pengaruh Profitability dan Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

5 70 119

Hubungan Investment Opportunity Set Dengan Kebijaksanaan Dividen Dan Struktur Modal Perusahaan

0 16 3

PENGARUH LEVERAGE, INVESTMENT OPPORTUNITY SET, KEPEMILIKAN MANAJERIAL DAN KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN KEBIJAKAN DIVIDEN SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA PERUSAHAAN

1 32 136

ANALISIS ARUS KAS OPERASI, KEBIJAKAN LEVERAGE, KEBIJAKAN DIVIDEN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DAN INVESTMEN OPPORTUNITY SET (IOS) SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI Periode 2009-2013)

0 5 15