UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditunjukkan dengan terbentuknya endapan berwarna merah bata. Penambahan Bouchardat LP memberikan hasil positif jika terbentuk
endapan coklat sampai hitam Depkes RI, 1995. b.
Identifikasi Saponin Ekstrak ditambahkan 5 mL aquadest panas, didinginkan
kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 menit. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang stabil selama tidak
kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm dan pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang Depkes RI, 1995.
c. Identifikasi Flavonoid
Tiga metode yang digunakan untuk menguji flavonoid diantaranya :
Pertama, amonia encer 5 mL ditambahkan ke sebagian filtrat encer dari ekstrak. Kemudian asam sulfat pekat 1 mL
ditambahkan. Hilangnya warna kuning menunjukkan adanya flavonoid.
Kedua, beberapa tetes larutan aluminium 1 ditambahkan ke sebagian dari filtrat, terbentuknya warna kuning menunjukkan
adanya flavonoid. Ketiga, sebagian dari ekstrak dipanaskan dengan 10 mL etil
asetat yang telah diuapkan selama 3 menit. Campuran kemudian disaring dan 4 mL filtrat dikocok dengan penambahan 1 mL larutan
amonia encer, terbentuknya warna kuning menunjukkan adanya flavonoid Ayoola et al., 2008.
d. Identifikasi Terpenoid
Sejumlah 0,5 g ekstrak masing-masing ditambahkan dengan 2 mL kloroform. Kemudian dengan hati-hati ditambahkan 3 mL
H
2
SO
4
pekat sampai membentuk lapisan. Terbentuknya warna merah kecoklatan pada permukaan menunjukkan adanya terpenoid
Ayoola et al., 2008.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e. Identifikasi Tanin
Sebanyak 0,5 g ekstrak dipanaskan dalam 10 mL air dalam tabung reaksi dan kemudian disaring. Ditambahkan beberapa tetes
FeCl
3
0,1 dan diamati perubahan warna menjadi hijau kecoklatan atau biru kehitaman Ayoola et al., 2008.
f. Identifikasi Fenolik
Sejumlah ekstrak ditambahkan 3-4 tetes larutan besi klorida. Terbentuknya warna hitam kebiruan menunjukkan adanya fenolik
Tiwari, et al., 2011. g.
Identifikasi Glikosida Jantung 0,5 g ekstrak dilarutkan ke campuran 5 mL air, 2 mL asam
asetat glasial, satu tetes larutan besi klorida. Sebelumnya dialasi 1 mL asam sulfat konsentrat. Cincin coklat pada interfase
mengindikasikan adanya gula deoksi dari kardenolid. Cincin ungu dapat muncul di bawah cincin coklat, sementara pada lapisan asam
asetat muncul cincin kehijauan di atas cincin coklat dan berangsur- angsur menyebar ke seluruh lapisan ini Ayoola et al., 2008.
3.3.5. Isolasi dan Pemurnian Senyawa
a.
Pemisahan dengan Kromatografi Kolom Pemisahan dengan kromatografi kolom diawali dengan
pembuatan kolom kromatografi dengan menggunakan silika gel 60 0,063-0,200 sebagai fase diamnya dan perbandingan komposisi
pelarut n-heksan, etil asetat, dan metanol sebagai fase geraknya. Pada pembuatan kolom kromatografi pertama, kolom yang
digunakan adalah kolom dengan diameter – cm dan panjang – cm.
Sejumlah kapas dimasukkan ke dalam bagian paling bawah dari kolom, tidak terlalu padat atau terlalu longgar. Silika gel 140 gram
dibuat menjadi bubur silika dengan didispersikan dalam pelarut n- heksan. Silika gel yang telah basah atau seperti bubur dimasukkan
dengan hati-hati ke dalam kolom, kemudian diketuk secara perlahan agar diperoleh susunan yang rata di dalam kolom,
kemudian dibilas dengan pelarut n-heksan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Selanjutnya, ekstrak kental 14 gram digerus dengan silika gel 12 gram sehingga diperoleh ekstrak kering, kemudian ekstrak
tersebut dimasukkan perlahan ke dalam kolom. Setelah kolom siap, maka eluen dimasukkan perlahan-lahan dimulai dari n-heksan 100
dan ditingkatkan kepolarannya menjadi n-heksan : etil asetat = 9:1 hingga etil setat 100 kemudian dilanjutkan dengan perbandingan
etil asetat : metanol = 9:1 hingga metanol 100. Adapun jumlah pelarut yang digunakan yakni 100 mL untuk tiap perbandingan.
Hasil pemisahan ditampung dalam botol vial, masing-masing 5 mL dan diberi nomor. Kemudian masing-masing fraksi pada vial
diuji dengan KLT untuk mengetahui botol vial yang memiliki bercak yang sama. Fraksi yang menampakkan bercak yang sama
dikumpulkan dan disatukan dalam 1 vial. Kemudian pada kromatografi kolom kedua, silika gel yang
digunakan sebanyak 15 gram yang dibuat bubur silika dan dilakukan penyiapan kolom kedua seperti kolom pertama. Sebanyak 0,6 gram
fraksi D dimasukkan ke dalam kolom yang telah berisi bubur silika yang telah dimampatkan, kemudian dialiri eluen n-heksan 100
hingga hasil isolasi yang ditampung dalam vial berwarna bening. Kemudian dilanjutkan dengan eluen n-heksan:etil asetat=9:1 hingga
hasil isolasi yang ditampung dalam vial berwarna bening. Kemudian dilanjutkan dengan eluen n-heksan:etil asetat = 8:2 hingga eluen n-
heksan:etil asetat = 4:6 hingga hasil isolasi yang ditampung dalam vial berwarna bening. Setelah itu, kolom dibilas dengan
menggunakan etil asetat 100 sebanyak 120 mL. Hasil pemisahan ditampung dalam botol vial, masing-masing
5 mL dan diberi nomor. Kemudian masing-masing fraksi pada vial diuji dengan KLT untuk mengetahui botol vial yang memiliki bercak
yang sama. Fraksi yang menampakkan bercak yang sama dikumpulkan dan disatukan dalam 1 vial.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Pengujian dengan Kromatografi Lapis Tipis KLT
Plat silika gel 60 F
254
dibuat dengan ukuran lebar 5 cm dan panjang 5 cm dan diberi garis batas awal dan batas akhir elusi 0,5
cm. Chamber dijenuhkan terlebih dahulu dengan eluen yang akan digunakan, untuk memilih eluen yang optimal dilakukan percobaan
terhadap beberapa komposisi dengan perbandingan bertingkat dari eluen yang digunakan. Dimulai dengan percobaan n-heksan 100 ,
jika tidak terjadi pemisahan maka perbandingan eluen ditingkatkan menjadi n-heksan : etil asetat = 4:1, jika masih tidak terjadi
pemisahan maka dinaikkan perbandingannya menjadi 3:2 dan 2:3. Volume eluen yang digunakan yakni 5 mL.
Ekstrak dan fraksi yang akan diuji dilarutkan dalam pelarut, kemudian ditotolkan pada garis batas awal elusi lalu dikeringkan.
Setelah totolan mengering, plat KLT ditempatkan dalam sebuah chamber yang telah dijenuhkan, kemudian chamber ditutup rapat.
Setelah eluen mencapai garis akhir elusi, plat KLT dikeluarkan dan dikeringkan.
Bercak yang dihasilkan diamati di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm dan 365 nm. Untuk menampakkan
bercak yang tidak berwarna dan tidak berfluorosensi dapat diamati dengan penambahan pereaksi godyns reagen A : 1 vanilin dalam
etanol 70 dan 3 asam perklorat dalam aquades = 1:1, reagen B : H
2
SO
4
1 yang dilanjutkan dengan pemanasan. Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah dari
lapisan tipis menggunakan harga Rf. Harga Rf Retardation factor didefinisikan sebagai berikut Sastrohamidjojo, 1985 :
Rf = Nilai Rf yang diperoleh dibandingkan dengan literatur, untuk
mengetahui kemungkinan senyawa hasil pemisahan dengan KLT.
c. Rekristalisasi
Untuk senyawa berbentuk kristal dilakukan pemurnian dengan rekristalisasi, yaitu melarutkan senyawa dengan pelarut atau
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
campuran pelarut yang cocok. Pelarut yang digunakan dipilih berdasarkan kemampuan melarutkan zat yang akan dimurnikan.
Adanya perbedaan kelarutan akibat penambahan pelarut lain akan menyebabkan senyawa utama akan mengkristal lebih dahulu. Kristal
direkristalisasi dengan pelarut n-heksan dan metanol sehingga pengotornya hilang dan diperoleh kristal yang berwarna putih jernih
berbentuk jarum.
3.3.6. Uji Kemurnian Senyawa
a. Uji Titik Leleh
Sampel dibuat dengan memasukkan kristal ke ujung pipa kapiler yang nanti akan dimasukkan ke alat pengukur melting point.
Kemudian dilakukan pengamatan rentang suhu ketika kristal melebur mulai dari awal melebur hingga melebur sempurna.
b. Uji Panjang Gelombang Maksimum
Larutan induk konsentrasi 100 ppm dibuat dengan melarutkan kristal 1 mg dalam n-heksan 10 mL kemudian
diencerkan menjadi 50 ppm dengan mengencerkan 5 mL larutan induk dalam labu ukur dengan n-heksan 10 mL. Alat
Spektrofotometri UV-Vis diatur panjang gelombang deteksinya pada 200 hingga 800 nm. Pengukuran dilakukan pertama terhadap blanko
berupa pelarut n-heksan kemudian dilanjutkan dengan pengukuran terhadap sampel. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap
terbentuknya peak yang menunjukkan panjang gelombang maksimum dari senyawa tersebut.
c. Uji Kemurnian dengan High Perfomance Liquid Chromatography
HPLC Sampel dibuat dengan melarutkan 2 mg kristal dalam
kloroform pro-analisis 5 mL untuk konsentrasi 400 ppm. Kolom fase diam yang digunakan adalah C18 panjang 15 cm, diameter 4,6 mm,
dan ukuran partikel 5 µm. Fase gerak yang digunakan adalah asetonitril : metanol = 70: 30. Panjang gelombang deteksi diatur
pada 206 dan 220 nm, laju alir 1 mLmenit, suhu 25 C, waktu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
deteksi 10 menit. Setelah kondisi base line stabil ,
larutan uji diinjekkan sebanyak 20 µ L. Kemudian alat dioperasikan untuk
melakukan deteksi, hasil deteksi senyawa yang telah murni ditunjukkan dengan terbentuknya satu peak dengan waktu retensi
tertentu, kemudian identitas diberikan untuk senyawa tersebut
3.3.7. Pengujian Brine Shrimp Lethality Test BSLT
a. Penetasan larva Artemia salina Leach
Pembiakan udang dilakukan dalam kotak yang dibagi menjadi 2 bagian dengan sekat berlubang, kemudian dimasukkan air
laut yang diambil dari Karangantu, Serang. Salah satu sisi kotak dibuat gelap dengan ditutup aluminium foil dan sisi yang lain dibuat
terang. Telur udang Artemia salina L. dimasukkan ke dalam kotak berisi air laut tersebut. Kotak diletakkan di laminar air flow di
bawah lampu selama 48 jam. Larva berumur 48 jam siap digunakan untuk uji toksisitas.
b. Pembuatan seri konsentrasi
1
Untuk pengujian BSLT ekstrak etil asetat daun Angiopteris palmiformis Cav. C. Chr dibuat larutan 10.000, 1.000, 100,
dan 10 ppm untuk membuat larutan uji 1.000, 100, 10, dan 1 ppm yang bertujuan untuk mengetahui persentase kematian 90
dan 10. 2
Untuk pengujian BSLT fraksi hasil isolasi kromatografi kolom pertama ekstrak etil asetat daun Angiopteris palmiformis Cav.
C. Chr. dibuat larutan induk 1000 ppm kemudian diencerkan menjadi 250 ppm yang digunakan untuk membuat larutan uji 25
ppm. 3
Untuk pengujian kristal dibuat larutan induk 1.000 ppm kemudian diencerkan menjadi 100, 200, 300, 400, dan 800 ppm
yang digunakan untuk membuat larutan uji 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 80 ppm.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Prosedur pengujian toksisitas dengan metode BSLT
10 larva Artemia salina dimasukkan ke tiap tabung reaksi yang telah dikalibrasi 5 mL. Larutan sampel yang telah dibuat
ditambahkan sebanyak 0,5 mL dengan konsentrasi yang berbeda pada tiap tabung reaksi, kemudian ditambahkan aquadest hingga
batas kalibrasi 5 mL, percobaan dilakukan secara triplo. Setelah 24 jam dihitung jumlah larva Artemia salina yang mati dan hidup pada
tiap tabung reaksi kemudian dilakukan perhitungan LC
50
dengan menggunakan metode probit pada pengujian BSLT ekstrak dan
kristal. Sedangkan untuk pengujian BSLT fraksi hasil kromatografi kolom pertama dihitung rata-rata persentase kematian larva udang
karena hanya dilakukan uji BSLT dengan satu konsentrasi saja.
3.3.8. Penentuan Struktur Molekul Senyawa Murni
a. Spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance NMR
Sampel dilarutkan di pelarut kloroform deuterium CDCl
3
. Kemudian dimasukan ke dalam tube NMR. Selanjutnya dimasukkan
ke alat NMR dan dilakukan analisis
1
H. b.
Gas Chromatography Mass Spectrometry GCMS Sedikit sampel dilarutkan dalam pelarut n-heksan pro-analisis
di dalam vial. Kemudian vial dimasukkan ke alat GCMS. Alat GCMS diatur metodenya untuk analisis dengan menggunakan kolom DB-5MS
dengan panjang 30 m, film 0,25 µm, dan diameter dalam 0,32 mm. Gas pembawa yang digunakan yakni helium. Kondisi diatur dengan suhu
kolom 70 C, suhu injeksi 210
C, mode injeksi split, tekanan 76,1 kPa, split ratio 100, suhu ion source 210
C, suhu interfase 230 C, laju alir
1,19 mLmenit. Setelah itu analisis mulai dilakukan dan hasil yang diperoleh dibandingkan dengan library.
c. Spektoskopi Infrared IR
Bubuk KBr dan sedikit kristal dihaluskan di mortar. Setelah halus, sampel dimasukkan ke dalam holder. Jika alat telah ready,
sampel dimasukkan ke dalam alat dan mulai dideteksi.