UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
campuran pelarut yang cocok. Pelarut yang digunakan dipilih berdasarkan kemampuan melarutkan zat yang akan dimurnikan.
Adanya perbedaan kelarutan akibat penambahan pelarut lain akan menyebabkan senyawa utama akan mengkristal lebih dahulu. Kristal
direkristalisasi dengan pelarut n-heksan dan metanol sehingga pengotornya hilang dan diperoleh kristal yang berwarna putih jernih
berbentuk jarum.
3.3.6. Uji Kemurnian Senyawa
a. Uji Titik Leleh
Sampel dibuat dengan memasukkan kristal ke ujung pipa kapiler yang nanti akan dimasukkan ke alat pengukur melting point.
Kemudian dilakukan pengamatan rentang suhu ketika kristal melebur mulai dari awal melebur hingga melebur sempurna.
b. Uji Panjang Gelombang Maksimum
Larutan induk konsentrasi 100 ppm dibuat dengan melarutkan kristal 1 mg dalam n-heksan 10 mL kemudian
diencerkan menjadi 50 ppm dengan mengencerkan 5 mL larutan induk dalam labu ukur dengan n-heksan 10 mL. Alat
Spektrofotometri UV-Vis diatur panjang gelombang deteksinya pada 200 hingga 800 nm. Pengukuran dilakukan pertama terhadap blanko
berupa pelarut n-heksan kemudian dilanjutkan dengan pengukuran terhadap sampel. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap
terbentuknya peak yang menunjukkan panjang gelombang maksimum dari senyawa tersebut.
c. Uji Kemurnian dengan High Perfomance Liquid Chromatography
HPLC Sampel dibuat dengan melarutkan 2 mg kristal dalam
kloroform pro-analisis 5 mL untuk konsentrasi 400 ppm. Kolom fase diam yang digunakan adalah C18 panjang 15 cm, diameter 4,6 mm,
dan ukuran partikel 5 µm. Fase gerak yang digunakan adalah asetonitril : metanol = 70: 30. Panjang gelombang deteksi diatur
pada 206 dan 220 nm, laju alir 1 mLmenit, suhu 25 C, waktu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
deteksi 10 menit. Setelah kondisi base line stabil ,
larutan uji diinjekkan sebanyak 20 µ L. Kemudian alat dioperasikan untuk
melakukan deteksi, hasil deteksi senyawa yang telah murni ditunjukkan dengan terbentuknya satu peak dengan waktu retensi
tertentu, kemudian identitas diberikan untuk senyawa tersebut
3.3.7. Pengujian Brine Shrimp Lethality Test BSLT
a. Penetasan larva Artemia salina Leach
Pembiakan udang dilakukan dalam kotak yang dibagi menjadi 2 bagian dengan sekat berlubang, kemudian dimasukkan air
laut yang diambil dari Karangantu, Serang. Salah satu sisi kotak dibuat gelap dengan ditutup aluminium foil dan sisi yang lain dibuat
terang. Telur udang Artemia salina L. dimasukkan ke dalam kotak berisi air laut tersebut. Kotak diletakkan di laminar air flow di
bawah lampu selama 48 jam. Larva berumur 48 jam siap digunakan untuk uji toksisitas.
b. Pembuatan seri konsentrasi
1
Untuk pengujian BSLT ekstrak etil asetat daun Angiopteris palmiformis Cav. C. Chr dibuat larutan 10.000, 1.000, 100,
dan 10 ppm untuk membuat larutan uji 1.000, 100, 10, dan 1 ppm yang bertujuan untuk mengetahui persentase kematian 90
dan 10. 2
Untuk pengujian BSLT fraksi hasil isolasi kromatografi kolom pertama ekstrak etil asetat daun Angiopteris palmiformis Cav.
C. Chr. dibuat larutan induk 1000 ppm kemudian diencerkan menjadi 250 ppm yang digunakan untuk membuat larutan uji 25
ppm. 3
Untuk pengujian kristal dibuat larutan induk 1.000 ppm kemudian diencerkan menjadi 100, 200, 300, 400, dan 800 ppm
yang digunakan untuk membuat larutan uji 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 80 ppm.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Prosedur pengujian toksisitas dengan metode BSLT
10 larva Artemia salina dimasukkan ke tiap tabung reaksi yang telah dikalibrasi 5 mL. Larutan sampel yang telah dibuat
ditambahkan sebanyak 0,5 mL dengan konsentrasi yang berbeda pada tiap tabung reaksi, kemudian ditambahkan aquadest hingga
batas kalibrasi 5 mL, percobaan dilakukan secara triplo. Setelah 24 jam dihitung jumlah larva Artemia salina yang mati dan hidup pada
tiap tabung reaksi kemudian dilakukan perhitungan LC
50
dengan menggunakan metode probit pada pengujian BSLT ekstrak dan
kristal. Sedangkan untuk pengujian BSLT fraksi hasil kromatografi kolom pertama dihitung rata-rata persentase kematian larva udang
karena hanya dilakukan uji BSLT dengan satu konsentrasi saja.
3.3.8. Penentuan Struktur Molekul Senyawa Murni
a. Spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance NMR
Sampel dilarutkan di pelarut kloroform deuterium CDCl
3
. Kemudian dimasukan ke dalam tube NMR. Selanjutnya dimasukkan
ke alat NMR dan dilakukan analisis
1
H. b.
Gas Chromatography Mass Spectrometry GCMS Sedikit sampel dilarutkan dalam pelarut n-heksan pro-analisis
di dalam vial. Kemudian vial dimasukkan ke alat GCMS. Alat GCMS diatur metodenya untuk analisis dengan menggunakan kolom DB-5MS
dengan panjang 30 m, film 0,25 µm, dan diameter dalam 0,32 mm. Gas pembawa yang digunakan yakni helium. Kondisi diatur dengan suhu
kolom 70 C, suhu injeksi 210
C, mode injeksi split, tekanan 76,1 kPa, split ratio 100, suhu ion source 210
C, suhu interfase 230 C, laju alir
1,19 mLmenit. Setelah itu analisis mulai dilakukan dan hasil yang diperoleh dibandingkan dengan library.
c. Spektoskopi Infrared IR
Bubuk KBr dan sedikit kristal dihaluskan di mortar. Setelah halus, sampel dimasukkan ke dalam holder. Jika alat telah ready,
sampel dimasukkan ke dalam alat dan mulai dideteksi.