Uji Kemurnian Senyawa Rekristalisasi

28 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pemeriksaan Sampel Tumbuhan

Sampel daun yang diperoleh dari Kebun Raya Bogor dideterminasi di Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Cibinong, Bogor. Determinasi dilakukan untuk mengetahui keaslian tumbuhan yang akan digunakan dan untuk menghindari kesalahan dalam pemilihan tumbuhan. Hasil determinasi menunjukkan bahwa daun tersebut merupakan Angiopteris palmiformis Cav. C. Chr dari suku Maratiaceae yang memiliki sinonim nama Angiopteris angustifolia C. Presl. Lampiran

1. 4.2.

Penyiapan Simplisia Daun Angiopteris palmiformis Cav. C. Chr sebanyak 3,5 kg disortasi basah untuk memisahkan daun dengan kotoran dan benda asing. Kemudian dilakukan pencucian dengan air mengalir untuk membersihkan daun dari pengotor. Selanjutnya dilakukan pengeringan, pengeringan dilakukan dalam ruangan untuk menjaga kandungan senyawa kimia dalam daun. Setelah daun kering maka dilakukan sortasi kering untuk memisahkan benda asing yang masih tersisa pada daun. Selanjutnya dilakukan penghalusan dengan menggunakan blender. Penghalusan bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel daun sehingga luas permukaan meningkat dan mampu meningkatkan kontak simplisia dengan pelarut sehingga proses ekstraksi dapat berjalan dengan maksimal. Dari 3,5 kg daun Angiopteris palmiformis Cav.. C. Chr. segar diperoleh 944 g simplisia kering. Simplisia kemudian disimpan di wadah tertutup yang terlindung dari sinar matahari langsung.

4.3. Pembuatan Ekstrak

Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan ekstraksi cara dingin, yakni dengan metode maserasi. Alasan pemilihan metode maserasi untuk meminimalisasi terjadinya pemanasan yang dapat menyebabkan kerusakan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap senyawa yang tidak tahan panas. Proses ekstraksi ini menggunakan teknik maserasi bertingkat dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda, yakni n-heksan yang merupakan pelarut nonpolar, kemudian dilanjutkan dengan etil asetat yang merupakan pelarut semi polar, dan selanjutnya dengan menggunakan pelarut metanol yang merupakan pelarut polar. Alasan penggunaan teknik maserasi bertingkat yakni untuk memaksimalkan proses ekstraksi, dimana senyawa akan terekstraksi berdasarkan sifat kepolarannya. Selain itu teknik ini juga digunakan untuk memperoleh hasil rendemen yang lebih banyak. Maserasi dilakukan selama 1-2 hari dengan beberapa kali pengocokan, volume n-heksan yang digunakan sebanyak 7 liter Hasil maserasi disaring dengan menggunakan kapas kemudian dengan menggunakan kertas saring untuk memisahkan filtrat dengan ampas. Filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan dengan vacuum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Ampas yang tersisa dilakukan maserasi kembali dengan menggunakan pelarut n-heksan. Maserasi dengan pelarut n-heksan dilakukan sebanyak 7 kali hingga pelarut bening. Ampas yang tersisa dilakukan remaserasi dengan menggunakan pelarut etil asetat, volume etil asetat yang digunakan sebanyak 16 liter. Prosedur ekstraksi sama dengan prosedur ekstraksi dengan menggunakan pelarut n-heksan. Maserasi dengan pelarut etil asetat dilakukan sebanyak 14 kali hingga pelarut bening. Selanjutnya ampas yang tersisa dilakukan remaserasi dengan menggunakan pelarut metanol, volume metanol yang digunakan sebanyak 10 liter. Prosedur ekstraksi sama dengan prosedur ekstraksi sebelumnya. Maserasi dengan pelarut metanol dilakukan sebanyak 8 kali hingga pelarut bening. Dari hasil maserasi diperoleh tiga ekstrak kental, yakni ekstrak n- heksan 9,7329 g, ekstrak etil asetat 66,279 g, dan ekstrak metanol 95,789 g Lampiran 4.