5.3. Respon Masyarakat Desa Hariara Pintu
Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, tiga pilar yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut pembangunan ekonomi, pembangunan
lingkungan dan pembangunan sosial. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan harus memperhatikan pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi, dan
perspektif jangka panjang. Pembahasan mengenai pemerataan yang berorientasi pemerataan dan keadilan sosial harus dilandasi hal-hal seperti ; meratanya
distribusi sumber lahan dan faktor produksi, meratanya peran dan kesempatan perempuan, meratanya ekonomi yang dicapai dengan keseimbangan distribusi
kesejahteraan. Konsep yang ditawarkan dalam jurnal Aksar Jaya tersebut ditegaskan
bahwa apabila ada perusahaan yang melakukan usaha produksi dalam sebuah wilayah, maka harus memperhatikan keadaan masyarakat sekitar. Undang –
Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Peseroan Terbatas dalam pasal 1 mengatur tentang kewajiban sebuah perusahaan untuk memberikan 1 persen
dari total keuntungannya untuk diberikan kepada masyarakat disekitar operasi perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan corporate social
responsibility. PT. Gorga Duma Sari merupakan perusahaan yang memanfaatkan kayu
hutan untuk dijadikan barang- barang bernilai guna. Selain itu, sesuai dengan dokumen AMDAL yang sudah diterbitkan perusahaan bahwa selain melakukan
penebangan hutan, PT. Gorga Duma Sari berencana melakukan usaha perkebunan dan peternakan di areal hutan yang telah dibabat tersebut. Kenyataan yang
Universitas Sumatera Utara
didapatkan penulis bahwa terdapat dualisme respon dari masyarakat, khususnya masyarakat desa Hariara Pintu tersebut.
Untuk mengetahui mengapa masyarakat menyatakan mendukung PT. Gorga Duma Sari, untuk lebih jelasnya dalam wawancara sebagai berikut, Dion
Sihotang laki- laki, 40 tahun “Perusahaan itu menyediakan lapangan pekerjaan bagi kami, kami ada
sebanyak 147 orang yang bekerja disana. Seharusnya perusahaan itu harus tetap beroperasi, karena rencana perusahaan untuk membuat perkebunan umbi-
umbian dan sayuran dan peternakan juganya. Toh kedepan perusahaan akan menyediakan lapangan pekerjaan untuk dipekerjakannya di proyeknya itu. Jadi
kami mendukung perusahaan PT. GDS ini”
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.8 Wawancara Penulis dengan Togar Sitanggang sebelah kanan
penulis selaku masyarakat yang menolak dan Dion Sihotang sebelah kiri penulis selaku masyarakat yang mendukung
Sumber: Data Primer, 2014 Penulis melihat bahwasanya sebagian masyarakat memang merasakan
dampak kehadiran perusahaan karena perusahaan memberikan lapangan pekerjaan kepada pemuda- pemuda desa untuk dipekerjakan sebagai buruh.. Selain itu,
pendapat Fernando Sitanggang dalam wawancaranya dengan penulis, bahwa mengapa perusahaan memberdayakan masyarakat di Desa Hariara Pintu tersebut,
bahwa itu merupakan strategi pemilik perusahaan supaya perusahaan bisa dengan leluasa melakukan penebangan hutan, supaya kelihatan masyarakat lokal terkesan
ada yang mendukung.
Universitas Sumatera Utara
Selain masyarakat ada yang mendukung perusahaan, penulis juga mewawancarai masyarakat Desa Hariara Pintu yang menyatakan menolak
kehadiran perusahaan. Untuk lebih jelasnya dalam wawancara penulis dengan Saudara Togar Sitanggang, laki – laki, 25 tahun
“ Hutan itu memiliki sejarah bagi kami, sebab pada jaman perang dahulu, pahlawan tanah Batak Sisingamangaraja XII bersembunyi di hutan tersebut.
Selain itu, apabila hutan itu dibabat semua, maka hewan- hewan liar akan datang ke lahan pertanian kami dan mengganggu lahan pertanian kami.”
Setelah penulis meneliti di lapangan ternyata bentuk topografi hutan yang seluas 800 Ha tersebut sebetulnya lebih rendah daripada permukiman warga di
Desa Hariara Pintu dan sekaligus di Desa Partungkonaginjang. Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan pengaruh penebangan hutan terhadap irigasi pertanian
warga khususnya di Desa Hariara Pintu adalah tidak terlalu signifikan, karena lahan pertanian warga lebih tinggi daripada areah hutan Tele. Penulis melihat
bahwa mereka menolak kehadiran perusahaan ini karena pengaruh nilai budaya, mereka menganggap hutan tersebut adalah salah satu situs sejarah. Selain itu,
hutan tersebut mengganggu nilai ekonomi. Sebab lahan pertanian warga diganggu oleh hewan- hewan liar dari hutan seperti monyet- monyet yang sudah keluar dari
hutan untuk datang kelahan pertanian warga. Mereka mau menjaga agar hutan tersebut tetap lestari. Dikatakan situs sejarah karena menurut cerita warga bahwa
pahlawan nasional Sisingamangaraja pada jaman perang gerilya bersembunyi di hutan tersebut. Masyarakat menyampaikan apabila hutan tersebut ditebang, maka
hewan- hewan yang berasal dari hutan akan keluar sehingga akan menganggu lahan pertanian warga bahkan bisa membahayakan. Menurut informasi yang
Universitas Sumatera Utara
didapatkan penulis, bahwa dihutan tersebut masih ada harimau dan monyet yang bisa membahayakan manusia.
Di dalam buku Shahriah, Penyelenggaraan pengelolaan kehutanan disebutkan berazaskan pada manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan,
kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. Yang ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kehutanan, sebagai berikut. Kriteria pengelolaan hutan secara lestari mencakup aspek ekonomi, sosial, dan ekologi, antara lain meliputi: a Kawasan hutan yang
mantap, b Produksi yang berkelanjutan, c Manfaat sosial bagi masyarakat di sekitar hutan, d Lingkungan yang mendukung sistem penyangga kehidupan.
Keempat hal ini sebetulnya harus diperhatikan oleh PT. GDS dan Pemerintah Kabupaten Samosir. Pemerintah harus melihat secara keseluruhan aspek
sebagaimana yang telah diatur dalam Undang- Undang, apakah kawasan hutan tersebut bisa dikelola secara berkelanjutan, selanjutnya apakah masyarakat
menerima manfaat yang lebih besar daripada kerugian yang mereka terima. Meskipun terdapat 147 karyawan PT. GDS, yakni terdapat 30 orang karyawan
tersebut berasal dari Desa hariara Pintu, tidak barang tentu, perusahaan memberikan manfaat yang besar dari pada dampak kerugian yang akan diterima
oleh masyarakat Desa Hariara Pintu. Inilah alasan masyarakat desa Hariara Pintu untuk bergabung bersama
dengan Forum PESONA dalam melakukan aksinya. Akan tetapi, disamping ada masyarakat yang mendukung dan menolak. Sebetulnya sebagian besar penduduk
di Desa Hariara Pintu tidak terlalu ikut campur akan peristiwa penebangan hutan tersebut. Lebih banyak masyarakat yang dari luar desa ini yang lebih
Universitas Sumatera Utara
menyuarakan. Yakni dari Kecamatan Harian dan Kecamatan Sianjur Mula- Mula. Mengapa masyarakat Harian dan Masyarakat Sianjur Mula- Mula yang lebih
banyak melakukan perlawanan. Hal ini karena kondisi topografi lahan hutan Tele dan dua kecamatan dibawahnya yakni Kecamatan Harian dan Kecamatan Sianjur
Mula- Mula yang langsung menerima dampak penebangan. Penulis mewawancarai kepala desa yaitu Bapak Parulian Pasaribu laki- laki, 40
tahun “ Masyarakat disini lebih banyak yang tidak mau meresponi tentang
kejadian penebangan hutan tersebut. Mereka lebih banyak tidak mau tahu karena menganggap kasus ini hanya urusan orang- orang besar diantara pengusaha,
pemerintah dan orang- orang berada.” Faktor pendidikan dan keterbukaan informasi yang menyebabkan
partisipasi masyarakat desa Hariara Pintu yang rendah dalam melakukan aksi turun ke jalan. Faktor pendidikan mayarakat khususnya yang sudah dewasa yang
sebagian besar hanya tamat SD sebagaimana dalam data kependudukan desa menjadikan masyarakat enggan mencampuri kasus tersebut. Apalagi kasus ini
udah terseret kasus hukum sampai pada KPK Komisi Pemberantasan Korupsi dapat dilihat di lampiran 5.1. Masyarakat juga belum banyak yang mengerti dan
belum memiliki wawasan dan kesadaran tentang isu lingkungan hidup. Masyarakat di desa ini juga belum mengerti tentang konsep Pembangunan
Berkelanjutan. Terkait soal keterbukaan informasi, masyarakat di desa Hariara Pintu
cenderung takut ikut campur tangan dan tabuh membicarakan kasus ini apabila mereka berkumpul- kumpul seperti di kedai- kedai tuak. Karena kasus ini telah
Universitas Sumatera Utara
berurusan juga dengan pihak berwajib seperti kepolisian Ressort Samosir. Mereka takut membicarakan hal ini karena takut menginformasikan yang salah.
Menurut penjelasan Fernando Sitanggang selaku Sekretaris Forum Pesona, di dalam Hutan Tele terdapat 5 titik mata air aliran sungai mengarah kedua
kecamatan dibawahnya. Jadi mengapa banyak massa yang bergabung dalam gerakan Forum PESONA? Massa tersebut lebih banyak berasal dari dua
kecamatan yaitu kecamatan Harian dan kecamatan Sianjur Mula – Mula. Mereka merupakan yang tergabung dalam organisasi petani, yaitu STKS Serikat Tani
Kabupaten Samosir. Partisipasi masyarakat dari dua kecamatan ini cukup besar. Mereka datang
dengan kesukarelaan tanpa ada unsur paksaan. Mereka membawa bekal makanan dari rumah masing- masing dan transportasi yang disediakan pun adalah milik
warga. Penulis menemukan bahwa dampak penebangan hutan Tele bukan hanya dirasakan oleh desa Hariara Pintu saja, melainkan secara lebih signifikan
dirasakan oleh dua kecamatan dibawah hutan Tele ini, yaitu Kecamatan Harian dan Kecamatan Sianjur Mula- Mula.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan