hampir berbatasan dengan Kabupaten Pak-Pak tidak termasuk dalam sebaran hutan lindung sebagaimana dalam ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian
Kehutanan, melainkan wilayah tersebut merupakan wilayah APL Area Penggunaan Lahan Lain. Dimana dalam peraturan, bahwa wilayah APL dimiliki
oleh pemerintah daerah setempat untuk dikelola yang kewenangannya tidak terbatas. Hal inilah yang menyebabkan pemerintah Kabupaten Samosir
memberikan ruang kesempatan bagi pengusaha- pengusaha untuk mengelola lahan ini. Terdapat 3 perusahaan besar yang sempat memberikan perhatian ke
lahan ini yaitu PT. Toba Pulp Lestari, PT. EJS Agro Mulia Lestari, dan PT. Gorga Duma Sari.
4.2. Gambaran Umum Kasus Penebangan Hutan Tele Illegal Logging atau Legalized Logging
4.2.1. Pengantar
Dalam melakukan pemanfaatan kayu hutan, yang menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah tunduk pada segala peraturan yang berlaku dan
terbaru urusan perizinan, memperhatikan aspek keseimbangan ekosistem lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di pinggiran ataupun
sekitar hutan. Apabila sebuah perusahaan tidak memenuhi syarat- syarat perizinan tersebut akan tetapi penebangan hutan masih tetap berjalan, maka tindakan
tersebut merupakan tindakan penebangan yang tidak legal atau sering disebut illegal loging.
Akan tetapi, lain lagi dengan istilah legalized logging penebangan yang dilegalkan. Istilah ini menjelaskan bahwa adanya tindakan penebangan hutan
Universitas Sumatera Utara
karena adanya upaya melegalkan dokumen- dokumen perizinan yang sewajarnya hal itu diluar dari standar kelayakan dan dengan penuh rekayasa. Tujuan
dimaksudkan adanya legalized logging Penebangan yang dilegalkan hanya untuk pemenuhan harapan- harapan mereka dengan azas kepentingan kelompok
semata.
4.2.2. Kronologi Awal Penebangan Hutan Tele
Sebermula dari Hutan Tele yang merupakan lahan APL Areal Penggunaan Lahan Lain. Oleh karena itu, Hutan Tele menjadi hutan yang
dijadikan sebagai komoditas untuk keuntungan yang transaksional yang dilakukan oleh pemerintah setempat dengan para pengusaha.
Awal mula APL Areal Penggunaan Lain akan diuraikan kronologinya sebagai berikut:
a Pemerintah Hindia Belanda
Semula yang digunakan pemerintah sebagai pedoman pembuatan kebijakan adalah berdasarkan Peta Kawasan Hutan Register yang diwarisi oleh
Pemerintah Belanda adalah merupakan APL Areal Penggunaan Lain.
b Tahun 1970- 1987
Pengelolaan APL dan perizinan yang berkembang sebelum berlakunya Undang- Undang Otonomi Daerah terutama yang menyangkut di bidang
pengelolaan hutan bahwa pada lokasi tersebut sekitar tahun 1970 – an sampai 1987, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara pada waktu itu pernah
memberikan Izin Hak Pemungutan Hasil Hutan IHPHH kepada masyarakat di sekitar hutan yang luasnya 100 hektar
Universitas Sumatera Utara
c Tanggal 27 Desember 1982
Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 923 Kpts Um 12 1982 tanggal 27 Desember 1982 tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan bahwa
peruntukkannya adalah APL Kawasan Non Budidaya Kehutanan. Esensi dari kebijakan ini adalah untuk kepentingan masyarakat banyak semata dalam rangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat sebesar- besarnya. Perlu diketahui maksud pemberian wewenang ini adalah untuk pemerintah daerah dalam pengertian
Gubernur bersama Bupati dan Dewan Perwakilan Daerah
d Tanggal 14 Oktober 1993
Keikutsertaan pemerintah Provinsi Sumatera Utara, dapat terlihat dalam perjalanan pengelolaan APL tersebut. Berdasarkan Keputusan Gubernur sebagai
Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 593. 43 3337 1993 tanggal 14 Oktober 1993 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk Keperluan Usaha agrobisnis
dan agroindustri Peternakan Sapi dan Pertanian Terpadu kepada PT. Biranta Nusantara seluas 2.500 Ha di Utara.
Di dalam kurun waktu yang relatif bersamaan, PT Artha Morado Jaya mendapat izin lokasi dari Gubernur Sumatera Utara untuk pengembangan ternan
domba biri- biri untuk lokasi yang belum masuk dalam izin lokasi PT. Biranta Nusantara. Berdasarkan izin lokasi yang dimiliki oleh kedua perusahaan tersebut,
telah mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Sumatera Utara untuk memperoleh Izin Pemanfaatan Kayu IPK
namun karena belum ada peraturan yang tegas tentang peruntukannya, dan studi kelayakan yang diajukan kurang memenuhi persyaratan, maka kedua perusahaan
Universitas Sumatera Utara
tidak berhasil memperoleh izin melaksanakan pembukaan areal dan meneruskan aktivitasnya.
e Tanggal 26 Desember 2003
Setelah dimekarkannya Kabupaten Toba Samosir dari Kabupaten Tapanuli Utara. Bupati Toba Samosir pada saat itu mengambil kebijakan melalui
Keputusan Bupati Toba Samosir, Drs. Sahala Tampubolon, menyaksikan penduduk penggarap dengan kehidupannya sangat memprihatinkan di kawasan
Tele. Ia kemudian mnegeluarkan Keputusan Bupati Toba Samosir Nomor 281 Tahun 2003 Tentang Izin Membuka Tanah untuk Permukiman dan Pertanian yang
terletak di Desa Partungkoan Naginjang, Kecamatan Harian yang lokasinya pada APL tersebut dengan letaknya 500 meter ke dalam sepanjang jalan hingga ke
perbatasan Dairi.
f Tahun 2004- 2005
Terbentuknya Pemerintahan Kabupaten Samosir pada tahun 2004, menarik kembali perhatian PT. Biranta Nusantara pada lahan seluas 2.500 Ha di Utara
dengan mengajukan lagi permohonannya kepada Pejabat Bupati Samosir atas dasar izin lokasi dari Gubernur Sumatera Utara dan juga diikuti dengan kehadiran
PT. Artha Morado Jaya dengan memohon izin pengembangan ternak domba biri- biri untuk lokasi yang belum bagian dari izin yang diberikan ke PT. Biranta
Nusantara. Berdasarkan izin yang dimiliki oleh kedua perusahaan tersebut yang telah
mengajukan kembali permohonan dengan berbagai pendekatan kepada Pejabat Bupati Samosir pada kala itu, yakni Bapak Wilmar Elieser Simanjorang, Dipl.
Universitas Sumatera Utara
Ec., Dipl. Plan, M.Si karena menurutnya motif perusahaan hanya untuk tindakan eksploitasi hasil kayu dan potensi lain yang terkandung dalam hutan Tele.
g Tahun 2005- 2006
Dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan SK. 44 Menhut- II 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi
Sumatera Utara dan kemudian telah mengalami perbaikan lewat Surat Keputusan Menteri dengan Nomor SK. 201 Menhut- II 2006 tentang Perubahan Keputusan
Menteri SK. 44 Menhut-II2005 maka segala bentuk keputusan yang sebelumnya termasuk Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 923 Kpts Um 12 1982
tidak berlaku lagi. Berdasarkan SK. 201 dan SK. 44 ditekankan bahwa daerah tersebut adalah
merupakan areal non budidaya kehutanan atau APL Areal Penggunaan Lain.
h Tahun 2007
Bupati Samosir, Drs. Mangindar Simbolon, MM, memberikan izin lokasi kepada PT. EJS Agro Mulia Lestari seluas ±2.2.50 hektar sesuai dengan
Keputusan Bupati Samosir Nomor 346 Tahun 2007 tanggal 10 Desember 2007 tentang Pemberian Izin Usaha Agrobisnis Tanaman Hias Holtikultura kepada PT.
EJS Agro Mulia Lestari. Pemberian izin tersebut dipestakan melalui suatu acara akbar yang meriah
di Tele, yang dihadiri petinggi PT. EJS, Bupati, Anggota DPRD Samosir, serta masyarakat pendukungnya. Akan tetapi, selama 3 tiga tahun masa izin, PT. EJS
tidak berhasil mengelola lahan tersebut, hal dikarenakan terdapat penolakan dari elemen masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
i Tahun 2012- 2013
Walaupun terjadi penolakan, namun Bupati Samosir tetap memberikan izin lagi kepada perusahaan PT. Gorga Duma Sari seluas ± 800 Hektar , yaitu
melalui Surat Keputusan Bupati Samosir Nomor 89 Tahun 2012 tanggal 1 Mei 2012 Tentang Pemberian Izin Atas Tanah yang terletak di Desa Hariara Pintu,
Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir yang lokasinya bersebelahan dengan lahan atas izin PT. EJS. Izin ini juga didasari Izin Prinsip Penanaman Modal dari
Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Kabupaten Samosir Nomor 001 1217 IP I PMDN 2012 tertanggal 23 Februari 2012 oleh Bapak
Sampe Sijabat, SH. MM. Oleh karena itu, pada tanggal 16 Januari 2013, berdasarkan pertimbangan
teknis Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, dan selanjutnya Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Samosir menerbitkan surat izin IPK
Izin Pemanfaatan Kayu kepada PT. GDS dengan SK Nomor 005 Tahun 2013 pada tanggal 16 Januari 2013 tentang Izin Pemanfaatan Kayu Hutan Tele seluas
605 hektar lahan APL Areal Penggunaan Lain. Dibawah kepemimpinan Bupati Samosir, Ir. Mangindar Simbolon, lahan
seluas 4.086 Ha tersebut telah dimanfaatkan dengan berlandaskan kebijakan sebagai berikut;
1 Berdasarkan Peta Kawasan Hutan Register yang diwarisi oleh Pemerintah
Hindia Belanda adalah merupakan APL 2
Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 923Kpts Um 12 1982 tanggal 27 Desember 1982 Tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan bahwa
peruntukannya adalah APL Kawasan Non Budidaya Kehutanan
Universitas Sumatera Utara
3 Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 44 Menhut- II 2005
tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara telah mengalami Perbaikan lewat Surat Keputusan Menteri Kehutanan:
SK.201 Menhut-II 2006 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan: SK. 44 Menhut- II 2005 Tanggal 16 Februari 2005 bahwa
wilayah tersebut adalah APL Areal Penggunaan Lain murni. 4
Pemanfaatan APL dengan bentuk kebijakan pemerintah Kabupaten Samosir saat ini sudah bertentangan dengan maksud dan tujuan
pemerintah pusat mengapa menetapkan lahan tersebut sebagai lahan APL, yakni pelepasan kawasan hutan milik negara menjadi kawasan hutan APL
semata- mata adalah untuk kesejahteraan masyarakat banyak, bukan untuk kepentingan kelompok tertentu. Sumber: Dokumen Hoetaginjang Pusuk
Buhit Eco- Tourism Movement Meskipun secara regulasi, pemerintah memiliki landasan dalam
mengeluarkan izin kepada PT. GDS, tetapi yang menjadi landasan perlawanan masyarakat adalah kehadiran PT. GDS dalam melakukan penebangan hutan sarat
akan kesalahan prosedural hukum cacat hukum , kerusakan lingkungan di sekitar Danau Toba, sikap pejabat Samosir yang menghiraukan aspirasi dan
kepentingan umum masyarakat Sumber: Dokumen SLTF- Save Lake Toba Foundation
Universitas Sumatera Utara
BAB V TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA
5.1. Peranan Gerakan Sosial Forum PESONA Peduli Samosir Nauli