Perumusan Masalah Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Pembangunan 1. Lingkungan Hidup

sisi lain, sebahagian masyarakat di Desa Hariara Pintu ini mendukung keberadaan perusahaan ini. Disisi lain ada juga masyarakat yang tidak mau tahu tentang kasus ini. Penulis menarik melihat kasus ini untuk melihat gambaran yang terjadi mengapa terjadi respon yang berbeda ditengah- tengah masyarakat lokal atas keberadaan perusahaan ini. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul Gerakan Sosial Dalam Pemberhentian Penebangan Hutan Studi Kasus tentang Gerakan Sosial Pemberhentian Penebangan Hutan Tele di Desa Hariara Pintu, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir

1.2. Perumusan Masalah

Untuk mempermudah penelitian ini dan agar memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan data dan fakta yang ada ke dalam penulisan, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah a. Bagaimana peranan Gerakan Sosial Forum PESONA dalam pemberhentian penebangan hutan Tele? b. Bagaimana proses gerakan sosial Forum Pesona hingga sampai berhentinya operasi perusahaan PT. Gorga Duma Sari? c. Bagaimana respon masyarakat desa Hariara Pintu sebagai masyarakat lokal terhadap gerakan sosial yang digerakkan oleh Forum PESONA? Universitas Sumatera Utara 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui peranan gerakan sosial Forum Pesona pemberhentian penebangan hutan Tele. 2. Untuk mengetahui proses gerakan sosial yang diorganisir oleh Forum PESONA dalam pemberhentian penebangan hutan PT. Gorga Duma Sari 3. Untuk mengetahui respon masyarakat Desa Hariara Pintu sebagai masyarakat lokal terhadap gerakan sosial yang digerakkan Forum PESONA.

1.3.2. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah refrensi ilmu pengetahuan dan karya ilmiah di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dalam studi Gerakan Sosial Social Movement dan Lingkungan Hidup. 2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperluas dan memperkaya penelitian kualitatif di bidang ilmu kesejahteraan sosial.

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Universitas Sumatera Utara Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, fokus penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan deskripsi umum objek penelitian, BAB V : TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA Bab ini berisikan hasil temuan dan analisis data BAB VI : PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Gerakan Sosial 2.1.1. Pengertian Gerakan Sosial Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, gerakan sosial adalah tindakan atau agitasi terencana yang dilakukan sekelompok masyarakat yang disertai program terencana dan ditujukan pada suatu perubahan atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan pola-pola dan lembaga masyarakat yang ada. Di dalam sosiologi, gerakan sosial erat kaitannya dengan perilaku kolektif. Sebab gerakan sosial dilakukan oleh kelompok orang dengan kesadaran kolektif melakukan kerumunan. Dari beberapa defenisi di dalam buku Kamanto Soekanto lihat Horton Hunt, 1984, Kornblum, 1988; Light, Keller dan Calhoun, 1989 dapat kita simpulkan bahwa perilaku kolektif merupakan perilaku yang 1 dilakukan bersama dengan sejumlah orang, 2 tidak bersifat rutin, 3 merupakan tanggapan dari ransangan tertentu. Lebih lanjut, Jary dan Jary 1995: 614- 615 mendefenisikan gerakan sosial sebagai “any broad social alliance of people who are associated in seeking to effect or to block an aspect of social change within a society’’ – suatu aliansi sosial sejumlah besar orang yang berserikat untuk mendorong ataupun menghambat suatu segi perubahan sosial dalam masyarakat Sunarto, 2004; 199 Universitas Sumatera Utara Gerakan sosial lahir dari situasi dalam masyarakat karena adanya ketidakadilan dan sikap sewenang-wenang terhadap masyarakat. Dengan kata lain, gerakan sosial lahir dari reaksi terhadap sesuatu yang tidak diinginkan rakyat atau menginginkan perubahan kebijakan karena dinilai tidak adil. Gerakan sosial merupakan gerakan yang lahir dari prakarsa masyarakat dalam menuntut perubahan dalam institusi, kebijakan atau struktur pemerintahan. Disini terlihat tuntutan perubahan itu lahir karena melihat kebijakan yang ada tidak sesuai dengan konteks masyarakat yang ada maupun bertentangan dengan kepentingan masyarakat scara umum. Nelson A. Pichardo dalam Wahyudi mengatakan bahwa paradigma gerakan sosial merupakan cerminan dari karakter kelas, karena ia dapat menunjukkan segala apa yang kelas inginkan. Menurut Keun, mobilisasi terhadap partisipan itu dapat dilakukan melalui mobilisasi personal maupun mobilisasi kognitif. Dalam hal ini, gerakan sosial yang diinisiasi oleh jaringan organisasi merupakan gerakan sosial yang memiliki tujuan yang sama untuk melakukan perlawanan terhadap penguasa dan perusahaan Wahyudi, 2005: 8 Handayani dkk mengemukakan bahwa Gerakan Sosial merupakan upaya kolektif dalam melakukan suatu perubahan melalui interaksi dan sosialisasi. Gerakan ini tidak hanya muncul dengan kesadaran kelas dan ideologi tertentu, namun kelompok ini muncul dengan identitas dan kesadaran serta perhatian terhadap persoalan, masalah dan atau fenomena yang sedang dihadapi oleh masyarakat luas. Gerakan ini berupaya untuk menyatukan komponen-komponen dalam masyarakat penyatuan untuk melakukan suatu perubahan dan mencapai tujuan bersama Handayani, dkk, 2013: 3 Universitas Sumatera Utara Pendapat lain juga disampaikan oleh Turner and Kilian; a social movement as ; collectivity acting with somecontinuity to promote or resist a change in the society or group of with indefinite and shifting membership and with leadership whose position is determined more by the informal response of the members than by formal procedures for legitimizing authority gerakan sosial adalah tindakan secara bersama dengan berkelanjutan untuk mensosialisasikan atau menolak perubahan dalam masyarakat atau kelompok dengan keanggotaan terbatas dan pergeseran dan dengan kepemimpinan yang posisinya lebih banyak ditentukan oleh respon informal para anggota dibandingkan dengan prosedur formal untuk mengesahkan kewenangan Handayani, dkk, 2013: 3 Menurut John Lofland, ada 17 variabel faktor yang dapat berpengaruh terhadap gerakan sosial, yaitu : a. Perubahan dan ketimpangan sosial b. Kesempatan politik c. Campur tangan negara terhadap kehidupan warga d. Kemakmuran yang menimbulkan deprivasi ekonomi e. Konsentrasi geografis f. Identitas kolektif g. Solidaritas antar kelompok h. Krisis kekuasaan i. Melemahnya kontrol kelompok yang dominan j. Pemfokusan krisis k. Sinergi gelombang warga negara penduduk l. Adanya pemimpin Universitas Sumatera Utara m. Jaringan komunikasi n. Integrasi jaringan di antara para pembentuk potensial o. Adanya situasi yang memudahkan para pembentuk potensial p. Kemampuan mempersatukan Perlu diperhatikan juga ada beberapa faktor pengaruh terhadap jalannya gerakan sosial, gagasan ini dapat digambarkan pada tabel berikut. Tabel 2.1 Faktor pengaruh terhadap jalannya gerakan sosial Aspek mikro Internal diri aktor Aspek makro Eksternal diri aktor Ideologi diri Kondusivitas structural Nilai-nilai diri Ketegangan struktural Perspektif memandang suatu fenomena Penyelenggaraan pemerintah Sumber daya diri Strategi pembangunan Komitmen diri Situasi dan kondisi yang sedang Universitas Sumatera Utara berlangsung Sumber : Wahyudi, 2005 : 198 Maka dari itu, gerakan sosial dapat dikategorikan sebagai sebuah manifestasi kepentingan orang-orang yang tidak mendapatkan jaminan dari adanya kekuasaan secara struktural negara. Sehingga mengambil jalan untuk mewujudkan tuntutan dengan berbagai macam metode perlawanan yang disajikan, mulai dari yang bersifat taat asas hukum sampai kepada sebuah usaha yang radikal progresif dalam payung hukum yang abnormal dalam implementasinya. Walaupun nantinya konsekuensinya yang terjadi harus melibatkan semua potensi material yang dimiliki oleh para pelaku gerakan sosial itu sendiri. Baik harta, tenaga maupun nyawa sekalipun untuk mewujudkan harapan keadilan bagi semua orang. Harper dalam Wahyudi menyebutkan tentang adanya tiga macam konsekuensi gerakan sehingga mengarah pada terjadinya suatu perubahan, yakni: 1 terjadinya dramatisasi isu sosial dan terciptanya masalah- masalah sosial; 2 dilakukannya perubahan- perubahan tertentu dalam kebijakan sosial; dan 3 ekspansi akses struktural pada sumber- sumber tertentu seperti pendidikan, ketenagakerjaan, dan pemeliharaan lingkungan Wahyudi, 2005: 198

2.1.2. Teori Perilaku Kolektif Theory of Collective Behavioral

Psikologi Sosial mengangkat Teori Perilaku Kolektif untuk membahas gerakan sosial. Pendapat Rajenda Sing membagi tradisi teoritik tentang studi gerakan sosial menjadi tiga tradisi, yaitu teoritik tradisi klasik, neo- klasik, dan Universitas Sumatera Utara gerakan sosial baru. Tradisi klasik menstudi jenis perilaku kolektif seperti kerumunan, kerusuhan, dan kelompok pemberontak dari pendekatan psikologi sosial. Tradisi ini ada dalam periode sebelum tahun 1950-an. Tradisi teoritik neo- klasik berkaitan dengan studi terhadap gerakan sosial ‘tua’. Kebanyakan tulisan- tulisannya dipublikasikan setelah tahun 1950-an, dan ini merupakan kontribusi dari ilmuan Barat dan India. Tradisi ini mengikuti kerangka pemikiran fungsionalis Parsonian, dan dialektik Marxis. Klasifikasi ketiga adalah gerakan sosial kontemporer atau ‘baru’, yang mana muncul di Eropa dan Amerika pada sekitar tahun 1960 dan 1970. Gerakan sosial tipe ini mengusung humanitas, budaya, dan hal- hal yang non- materialistik. Tujuan gerakannya universalistik, yakni untuk mempertahankan esensi manusia dan mempertahankan esensi manusia dan memproteksi kondisinya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Kali ini gerakan sosial yang dilakukan oleh elemen masyarakat dalam usaha pemberhentian operasi penebangan hutan PT. Gorga Duma Sari adalah gerakan yang mengusung humanitas dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Benar yang disampaikan oleh Gurr, bahwa perilaku kolektif bisa disebabkan oleh rasa ketidaksenangan. Sedangkan rasa ketidaksenangan merupakan produk dari ketidaksesuaian antara kondisi objektif dan ide- ide tentang kondisi tersebut. Ketidaksenangan adalah produk kesenjangan antara kenyataan dengan keinginan. Selanjutnya Obershall menambahkan, ketidaksenangan juga dapat disebabkan oleh adanya rancangan struktur sosial yang menguntungkan kelompok tertentu dan disatu sisi merugikan kelompok yang lain Wahyudi; 2005: 14 Universitas Sumatera Utara Selanjutnya, menurut Smelser dalam Wahyudi, bahwa manusia memasuki episode perilaku kolektif karena ada sesuatu yang salah dalam lingkungan sosialnya. Smelser mengembangkan skema nilai tambah value added untuk menganalisis penentu perilaku kolektif. Penentu- penentu penting perilaku kolektif tersebut meliputi; a. Kondusifitas struktural, yakni setting dimana perilaku kolektif dapat berlangsung, b. Ketegangan struktural, yakni memburuknya hubungan diantara komponen tindakan dan sebagai konsekuensinya terjadi kemunduran fungsi dari komponen- komponen tindakan, atau terjadi ‘ketiadaan kehendak’ dalam mengikuti pola- pola tindakan yang sudah diatur secara institusional, c. Tumbuh dan menyebarnya kepercayaan umum, yakni sesuatu yang mengidentifikasikan sumber ketegangan, kemudian menghubungkan karakter- karakter tertentu sumber itu, dan akhirnya menentukan respon tertentu atas ketegangan yang ada, d. Faktor-faktor yang mempercepat, atau peristiwa yang menjadi pemicu, e. Mobilisasi partisipan untuk bertindak, faktor ini merupakan faktor awal mulainya perilaku kolektif aktual, dan f. Dilakukannya atau dilaksanakannya kontrol sosial. Kesuksesan gerakan sosial tidak hanya tergantung pada pemimpinnya, tetapi juga pada pengikutnya. Oleh sebab itulah gerakan sosial diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kolektif, maka tindakannya pun tindakan yang sifatnya kolektif. Sedangkan menurut Obershall, orang- orang yang secara politik telah Universitas Sumatera Utara aktif dapat berfungsi sebagai sumber gerakan yang besar. Di samping itu, anggota gerakan menurut Kronus juga dapat diambil dari suatu kelompok gerakan dari komitmen yang sama Wahyudi, 2005: 16 Pada beberapa kajian, banyak ahli yang mempelajari gerakan sosial ini berangkat dari fenomena gerakan petani untuk melawan hegemoni negara. Meluasnya peran negara dalam proses transformasi pedesaan mengakibatkan, pertama, perubahan hubungan antara petani lapisan kaya dan lapisan miskin; yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Perubahan demikian melahirkan berbagai bentuk perlawanan kaum lemah menghadapi hegemoni kaum kaya maupun negara. Kedua, munculnya realitas kaum miskin untuk membentuk kesadaran melakukan perlawanan dalam berbagai bentuk yang merupakan pembelotan kultural. Ketiga, defenisi ini mengakui apa yang dinamakan perlawanan simbolis atau ideologis misalnya gosip, fitnah, penolakan terhadap kategori - kategori yang dipaksakan, penarikan kembali sikap hormat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari perlawanan berdasarkan kelas Mustain, 2007: 25 Adapun pendapat Zanden dan Haberle, memberikan kriteria gerakan sosial sebagai berikut: a Bertujuan membawa perubahan fundamental terhadap tatanan sosial. Khususnya dalam institusi dasar properti dan hubungan ketenagakerjaan. b Suatu kesadaran tentang identitas atau solidaritas kelompok adalah diperlakukan bersamaan dengan kesadaran dan tujuan, Universitas Sumatera Utara c Gerakan sosial selalu terintegrasi dengan serangkaian ide atau suatu ideologi d Gerakan sosial berisi anggota- anggota kelompok yang secara formal diorganisasikan, tetapi gerakan sosialnya itu sendiri adalah bukan kelompok yang terorganisir e Memiliki aturan yang cukup kuat untuk meneruskan eksistensinya, meski mereka harus mengubah komposisi keanggotaanya, f Gerakan sosial bukan suatu produk, tetapi memiliki durasi Wahyudi, 2005: 23

2.1.3. Teori Aksi Kolektif

Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa aksi atau tindakan kolektif itu diawali dari sekelompok orang yang berkumpul, kemudian mereka melakukan tindakan aksi atau tindakan bersama- sama. Tempat berkumpul yang dimaksud dapat berupa: kelompok, asosiasi, organisasi, institusi, jaringan, dan semacamnya yang telah disepakati bersama. Setiap tindakan manusia pasti disertai dengan penyebab yang menjadi penentu. Faktor- faktor penentu tersebut dapat berasal dari aspek psikologis, sosiologis, politis, kultural, maupun aspek lain yang merupakan kombinasi dari penentu- penentu itu. Aksi atau tindakan kolektif merupakan salah satu jenis gerakan sosial. Salah satu pemikiran mengenai tindakan kolektif yang dapat menjelaskan tentang gerakan kolektif yang dilakukan oleh kelompok LSM dan berbagai elemen masyarakat yang menuntut pemberhentian operasi penebangan hutan Tele tersebut Universitas Sumatera Utara adalah pendapat Max Weber dalam tulisannya beliau memuat tentang analisis mirip dengan gerakan penolakan penebangan hutan Tele yang dimaksudukan tindakan bersama untuk mengejar tujuan bersama. Terdapat banyak studi terdahulu yang menganalisis tentang bagaimana proses tindakan kolektif itu terjadi. Dalam hal ini setidaknya dapat dikemukakan tentang model analisis yang diberikan oleh Marxian, Durkheimian, Millian, Weberian, dan Tilly. Dalam analisis Marxian, umumnya menempatkan permasalahan tindakan kolektif pada solidaritas yang berada dalam kelompok dan konflik kepentingan diantara kelompok. Sebagaimana kelihatan dalam diagram berikut ini, bahwa mereka menganggap solidaritas dan konflik kepentingan itu saling menguatkan, dimana kedua persoalan ini dipengaruhi oleh kondisi Organisasi Produksi the organization of production Bagan 2.1 Analisis Tindakan Koletif Marxian Sementara itu, Durkheimian menganggap bahwa tindakan itu merupakan respon langsung terhadap integrasi dan disintegrasi yang terjadi di dalam masyarakat. Mereka ini membedakan tindakan kolektif yang bersifat rutin dan yang tidak rutin. Bentuk yang tidak rutin muncul dari adanya ketidak- senangan discontent dan pengejaran interes individu yang dihasilkan oleh adanya disintegrasi pembagian kerja. Sementara itu bentuk yang rutin, sebagaimana tergambar dalam diagram dibawah, menegaskan bahwa tindakan kolektif Organisasi Produksi Solidaritas Tindakan Kolektif Konflik Kepentingan Universitas Sumatera Utara dipengaruhi oleh solidaritas, yang dalam gilirannya akan memperkuat kembali solidaritas yang ada. Bagan 2.2 Analisis Tindakan Kolektif Durkheim Analisis Millian meletakkan persoalan tindakan kolektif sebagai kalkulasi yang dibuat oleh individu dalam mengejar interestnya. Menurut kalangan Millian berbagai macam “petunjuk keputusan” telah mengarahkan interest individu ke dalam tindakan individu, kemudian agregat dari tindakan individu tersebut akan menjadi tindakan kolektif. Bagan 2.3 Aksi Tindakan Kolektif Millian Sementara itu, Weberian menganggp tindakan kolektif sebagai hasil pertumbuhan atau perkembangan komitmen ke dalam suatu kepercayaan tertentu. Weberian juga membagi tindakan kolektif ke dalam dua bentuk, yang bersifat tidak rutin dan rutin. Dalam bentuk yang tidak rutin, andil kepercayaan dari kelompok memiliki dampak yang kuat dan langsung terhadap tindakan kolektif kelompok. Sedangkan dalam bentuk rutin, ada dua hal yang terjadi, yakni organisasi berperan untuk memperantarai antara kepercayaan dan tindakan, serta Non Routine Pembagian Kerja Ketidak-senangan Interes Individu Tindakan Kolektif yang menyimpang Routine Solidaritas Tindakan kolektif Decision Rules Interes Individu Tindakan Individu Tindakan Kolektif Universitas Sumatera Utara bahwa interesi kelompok memainkan peran yang besar dan langsung dalam tindakan kolektif. Bagan 2. 4 Analisis Tindakan Kolektif Weberian Kemudian Charles Tilly yang mengembangkan model mobilisasi dalam tindakan kolektif mengatakan bahwa penentu utama dari mobilisasi kelompok itu meliputi; organisasi, interes, peluang atau ancaman, dan kemampuan kelompok dalam menyikapi represi atau fasilitasi. Dalam diagram berikut ini, tergambarkan bahwa kemampuan kelompok atas tindakan represi merupakan fungsi pokok atas berbagai interes yang muncul. Tindakan kolektif yang dilakukan oleh pesaing contender adalah merupakan hasil dari aspek- aspek kekuasaan, mobilisasi, peluang, dan ancaman yang saling berhadap- hadapan dengan interes yang ada. Bagan 2. 5 Model Mobilisasi Charles Tilly Wahyudi, 2005: 200- 205 Non Routine Interes Tindakan Kolektif Kepercayaan Organisasi Routine Interes Tindakan Kolektif Kepercayaan Organisasi Organisasi Interest Mobilisasi Represi Fasilitasi Peluang Ancaman Tindakan Kolektif Kekuasaan Universitas Sumatera Utara 2.2. Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Pembangunan 2.2.1. Lingkungan Hidup Manusia hidup di Bumi tidak sendirian, melainkan bersama dengan mahluk lain, yaitu tumbuhan, hewan dan jasad renik. Mahluk hidup yang lain itu bukanlah sekedar kawan hidup bersama secara netral dan pasif terhadap manusia, melainkan hidup manusia itu terkait erat dengan mereka, demikian juga sebaliknya. Menurut Karden E S Manik, Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup yang lainnya Manik, 2009: 31 Lingkungan hidup berhubungan erat dengan ekosistem. Ekosistem merupakan satuan pokok ekologi, yakni satuan kehidupan yang terdiri atas komunitas mahluk hidup dari berbagai jenis dengan berbagai benda mati yang berinteraksi membentuk suatu sistem. Ekosistem dicirikan dengan berlangsungnya pertukaran materi atau transformasi energi yang sepenuhnya berlangsung diantara berbagai komponen dalam sistem itu sendiri atau dengan sistem lain diluarnya. Kehidupan akan berlangsung dalam berbagai fenomena kehidupan menurut prinsip, tatanan, dan hukum alam atau ekologi seperti homoestatis keseimbangan, kelentingan resilience atau kelenturan, kompetisi, toleransi, adaptasi, suksesi, evolusi, mutasi, hukum minimum, hukum entropi, dan sebagainya Munir, dkk, 2008: 3 Universitas Sumatera Utara Dalam buku Karden E S Manik, ditemukan asas ekologi atau lingkungan. Tentunya pengetahuan tentang asas ini diperlukan karena berkaitan dengan peristiwa- peristiwa yang terjadi secara ilmiah, yakni sebagai berikut; 1. Energi yang terdapat dalam suatu organisme, populasi, komunitas atau ekosistem dianggap sebagai energi yang disimpan atau dilepaskan. Asas ini sama dengan Hukum Termodinamika I dalam Fisika, yang menyatakan bahwa energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain, tetapi tidak dapat hilang, dimusnahkan, atau diciptakan 2. Tidak ada sistem pemanfaatan energi yang efesien. Dalam Hukum Termodinamika II yang menyatakan bahwa energi yang ada itu tidak seluruhnya dapat digunakan untuk melakukan kerja. Atau setiap perubahan bentuk energi akan terjadi degradasi energi dari bentuk energi terpusat menjadi bentuk yang terpencar. Dalam ekologi, asas ini ditunjukkan oleh piramida makanan tropik dan piramida energi. Sebagai contoh dalam proses fotosintesis, hanya sebahagian kecil energi tata surya yang diubah menjadi glukosa pangan dan sebahagian besar berubah menjadi energi panas. 3. Materi, energi, waktu, dan keanekaragaman, semuanya termasuk kelompok sumber daya alam. Asas ini menunjukkan bahwa semua yang tersedia secara alamiah bukan buatan manusia merupakan sumber daya alam yang dapat dimanipulasi manusia untuk meningkatkan kesejahteraanya. Untuk itu, pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan secara bijaksana sehingga keseimbangan ekosistem tetap terjaga dengan baik 4. Peningkatan ketersediaan sumber daya alam akan mempengaruhi penggunaan energi dan air, kepadatan populasi, produksi, dan lain- lain yang sifatnya Universitas Sumatera Utara mengikuti ‘ hukum pertumbuhan’. Sebagai contoh adalah pada tanaman. Dengan kondisi sumber daya yang ada materi, energi, ruang, dan sebagainya perkembangan dan produksi tanaman akan berlangsung datar sampai tercapai titik pembatas minimum. Akan tetapi penambahan energi misalnya pupuk akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi sampai suatu titik yang meningkatkan produksi sampai batas maksimum. 5. Mahluk hidup yang lebih cepat beradaptasi dengan lingkungannya akan mampu bersaing. Asas ini memperlihatkan kemampuan mahluk hidup untuk hidup menyesuaikan diri dengan lingkungannya, berpeluang lebih besar untuk melangsungkan hidupnya karena habitatnya juga makin beragam. 6. Makin stabil suatu ekosistem, makin mantap keanekaragaman suatu komunitas. Keanekaragaman diversitas jenis dalam suatu ekosistem ditunjukkan oleh keseimbangan lingkungan. Apabila keseimbangan lingkungan terganggu dan sebagian jenis spesies yang ada tidak mampu beradaptasi dengan pengaruh gangguan tersebut, maka jumlah spesies dapat berkurang secara drastis. 7. Sistem yang sudah mantap akan mengeksploitasi sistem yang belum mantap, sebagai contoh, eksploitasi penduduk kota terhadap penduduk desa dari segi pendidikan, pengetahuan umum, penguasaan informasi. Hal ini dikarenakan sistem penduduk dikota jauh lebih baik daripada sistem yang ada di desa. 8. Organisme atau populasi dalam suatu komunitas yang tertekan oleh lingkungannya, akan berupaya tidak punah tetap survive. Sebagai contohnya, kelompok masyarakat yang hidup di daerah yang banyak mengalami tantangan alam. Penduduk yang hidup di daerah gersang tandus Universitas Sumatera Utara umumnya lebih kritis, ulet, dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dibanding dengan kelompok masyarakat yang hidup di daerah yang subur. Demikian juga kelompok atau individu yang merasa tertekan. Misalnya ada kelompok masyarakat yang melakukan ibadah agamanya merasa tertekan oleh kelompok lain akan tetap melakukannya meskipun akan berjuang. Demikian juga contohnya, apabila ada perusahaan yang menebangi hutan sebagai sumber mata air di sebuah komunitas penduduk, mereka akan melakukan upaya perlawanan Manik, 2009: 9 – 13

2.2.1.1. Permasalahan Lingkungan Hidup

Permasalahan lingkungan hidup mendapat perhatian besar di hampir semua negara. Ini terutama terjadi dalam dasawarsa 1970-an setelah diadakannya Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Stokholm dalam tahun 1972. Dalam konferensi tersebut, banyak disetujui resolusi tentang lingkungan hidup yang digunakan sebagai tindak lanjut. Sehingga menjadi landasan didirikannya lembaga PBB yang ditugasi mengurusi permasalahan lingkungan, yaitu United Nations Enviromental Programme UNEP. Masalah lingkungan hidup dapat diakibatkan berbagai kegiatan, baik dalam skala terbatas sempit maupun dalam skala luas. Dalam skala terbatas, misalnya kegiatan keluarga yang menghasilkan limbah rumah tangga. Limbah ini belum menjadi sorotan masyarakat, khususnya negara- negara sedang berkembang karena semua keluarga menghasilkannya dan dampaknya tidak secara nyata mengganggu kesehatan. Dalam skala luas, masalah lingkungan menjadi penting karena komponen yang menanggung dampak begitu banyak, Universitas Sumatera Utara sedangkan pihak penyebab dampak diuntungkan secara ekonomi. Pada umumnya masalah lingkungan hidup disebabkan oleh peristiwa alam, pertumbuhan penduduk yang pesat, pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, industrialisasi dan transportasi Manik. 2009: 64 2.3. Hutan sebagai Sumber daya Alam 2.3.1. Pengertian, Manfaat dan Formasi Hutan