UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan kontrol diabetes. Leptin dan adinopektin tidak berubah. Pengobatan Nigella sativa menurunkan OGTT dan menurunkan kadar trigliserida pada hati
dan otot Rajsekhar,Saha et al., 2011.
d. Aktivitas Antimikroba
Aktivitas antimikroba telah dievaluasi menggunakan metode disc diffusion.
Minyak atsiri dengan konsentrasi 20 μg untuk test diaplikasikan ke disc. Hasil aktivitas antimikroba dari minyak atsiri Nigella sativa dibandingkan
berdasarkan dengan standard, efikasi minyak atsiri jauh lebih baik daripada standard Rajsekhar,Saha et al, 2011.
2.2 Minyak atsiri
Minyak atsiri memiliki bagian utama yaitu terpenoid. Terpenoid terdapat pada fraksi atsiri yang tersuling uap yang menyebabkan wangi, harum, atau bau
yang khas pada banyak tumbuhan. Beberapa jenis tumbuhan yang kaya akan minyak atsiri diantaranya Compositae, Matricaria, Labiatak, misalnya ; Mentha
sp, Myrtaceae, Eucaliptus, Rosaceae, Citrus sp, Umbeliferaceae dll. Terpen juga seringkali terdapat dalam fraksi yang memiliki bau bersama-sama dengan
senyawa aromatik seperti fenil propanoid Harborne, 1987. Secara kimia, terpen dari minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua golongan
yaitu monoterpen dan sesquiterpen yang berupa isoprenoid C10 dan C15 yang mempunyai titik didih yang berbeda titik didih monoterpen 140-180 °C dan titik
didih sesquiterpen lebih dari 200 °C. Monoterpen dibagi menjadi tiga golongan, yaitu monoterpen struktur asiklik geraniol, monosiklik limonen, dan bisiklik
alfa dan beta pinen Harborne, 1987. Dalam setiap golongan, monoterpen dapat berupa hidrokarbon tak jenuh
limonen atau dapat mempunyai gugus fungsi berupa alkohol, aldehid, dan keton. Monoterpen sederhana tersebar luas diminyak atsiri dan merupakan komponen
terbanyak pada minyak atsiri. Beberapa senyawa yang biasa ditemukan dalam minyak atsiri pada bagian daun tumbuhan adalah senyawa alfa dan beta pinena,
limonene, alfafalendrena dan mirsena. Pada bagian bunga dan biji mempunyai monoterpen yang khas Harborne, 1987.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3 Penguraian dan Penstabilan Bahan Obat
Bahan-bahan farmasi kebanyakan mengalami proses penguraian seperti hidrolisis ataupun oksidasi. Kebanyakan obat mengandung lebih dari satu gugus
fungsional yang menyebabkan obat mungkin dapat terhidrolisis ataupun teroksidasi bersama-sama. Reaksi lain seperti isomerisasi, epimerisasi dan
fotolisis juga dapat mempengaruhi kestabilan obat dalam berbagai produk cairan, padatan dan semisolid Martin, et al., 1993.
2.3.1 Reaksi Hidrolisis
Reaksi hidrolisis adalah reaksi air dengan ester ataupun reaksi antara air dengan ion-ion garam dari asam lemah dan basa lemah Martin, et al., 1993.
Reaksi hidrolisis adalah reaksi yang terjadi bila garam dimasukan kedalam air dan larutan tersebut bersifat netral dan garam-garam lain seperti amonium klorida,
alumunium klorida, akan memberikan larutan yang sedikit bersifat asam. Hidrolisis dapat dipandang juga sebagai penarikan ion hidrogen dari air oleh
anion dari asam lemah yang meninggalkan ion hidroksi dari air dan membentuk larutan alkali atau penarikan OH
-
oleh kation dari basa lemah yang meninggalkan H
+
dan membentuk larutan asam Hardjono, 2005.
2.3.2 Reaksi Isomerisasi
Reaksi isomerisasi merupakan suatu proses kimia dari suatu senyawa yang berubah menjadi bentuk senyawa isomer lainnya namun tetap memiliki komposisi
kimia yang sama dengan senyawa asalnya hanya memiliki perbedaan pada struktur atau konfigurasi sehingga memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda
juga dengan senyawa asalnya. Senyawa isomer yang terbentuk ini mungkin juga memiliki sifat farmakologi atau toksikologi yang berbeda
Fathima, et al., 2011 .
2.3.3 Reaksi Oksidasi
Merupakan reaksi pelepasan elektron dalam molekul. Oksidasi sering melibatkan radikal bebas yang diikuti reaksi-reaksi berantai.
Radikal bebas adalah molekul atau atom yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan
seperti R, hidroksil bebas OH, dan molekul oksigen O – O. Radikal ini cenderung
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk menarik elektron dari zat lain sehingga terjadi oksidasi. Reaksi oksidasi
dikatalis oleh logam berat dalam jumlah kecil dan peroksida organik. Oksidasi
lemak tak jenuh dan minyak terjadi dengan adanya oksigen dari atmosfer, cahaya, dan katalis dalam jumlah kecil Martin, et al., 1993.
2.4 Emulsi 2.4.1 Pengertian Emulsi
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan- bulatan kecil zat cair yang terdistribusi keseluruh pembawa yang tidak bercampur.
Fase terdispersi disebut sebagai fase dalam dan medium dispersi disebut fase luar. Emulsi terbagi menjadi dua, emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam
minyak. Emulsi minyak dalam air adalah emulsi yang memiliki fase dalam minyak dan fase luar air, sedangkan emulsi air dalam minyak adalah emulsi yang
memiliki fase dalam air dan fase luar minyak Ansel, 2008. Sistem emulsi terdiri dari emulsi cair yang mempunyai viskositas relatif rendah serta salep atau krim
yang mmepunyai viskositas tinggi. Diameter partikel dari fase terdispersi umumnya berkisar antara 0,1µm-10µm Martin, et al., 1993.Untuk membuat
suatu emulsi yang stabil memerlukan fase ketiga, yaitu zat pengemulsi. Berdasarkan konstituen dan pemakaiannya, emulsi cair bisa digunakan secara
oral, topikal maupun parenteral Ansel, 2008 . Banyak senyawa organik mudah mengalami autooksidasi bila dipaparkan
ke udara, dan lemak yang teremulsi terutama peka terhadap rangsangan. Pada autooksidasi, minyak-minyak yang tidak jenuh seperti minyak nabati
menimbulkanketengikan dengan bau, penampilan, dan rasa yang tidak menyenangkan. Minyak mineral dan hidrokarbon-hidrokarbon jenuh yang
berhubungan mudah mengalami degradasi oksidatif pada lingkungan tidak sesuai. Penambahan antioksidan dapat mencegah oksidasi dari fase minyak yang terdapat
dalam suatu sediaan emulsi. Contoh antioksidan yang biasa digunakan di antaranya: BHA butylated hydroxyanisole, BHT butylated hydroxytoluene,
asam galat, propil galat, asam askorbat, askorbil palmitat, sulfit dan tokoferol Lachman, et al., 1994.